Sabtu, 28 Januari 2017

Berdzikirlah sebanyak-banyaknya

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al’aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni’mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi’in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua senantiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Insyaa Allah pada hari ini kita sela dulu sharing tentang siirah Rasulullah SAW dengan topik lain yaitu tentang peintah berdzikir kepada Allah Azza waJalla sebanyak-banyaknya. Sebelumnya kita bahas dulu asal muasal kata dzikir secara Bahasa. Kata kerja berdzikir berasal dari Bahasa Arab dzakara (ذَكَرَ) yang berarti dia telah berdzikir. Sementara perintah berdzikirlah atau kata perintah untuk berdzikir didalam Bahasa Arab adalah udzkuruu (أُذْكُرُوْا) yang berarti “kamu sekalian berdzikirlah!” Jadi perintah berdzikir ini ditujukan kepada semua ummat Islam atau kepada setiap individu yang mengaku beriman kepada Allah Azza waJalla.

Perintah Berdzikir sebanyak-banyaknya kepada Allah SWT dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja selain tempat yang diharamkan. Sementara ibadah di dalam Rukun Islam yang lima tertentu waktu dan tempatnya, seperti Bersyahadat atau berikrar dua kalimat Syahadat untuk membuktikan bahwa seseorang bertauhid kepada Allah Azza waJalla dan mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai utusan atau Rasulullah. Mendirikan Shalat pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Berpuasa di bulan Ramadhan dan hari-hari lain selain yang diharamkan.  Membayarkan Zakat setelah mencukupi Haul (waktunya) dan Nisab (kadar atau takarannya). Serta menunaikan ibadah Haji ke Makkah sekali seumur hidup bagi yang mampu.

Jadi ada waktu-waktu yang telah ditetapkan, batasan-batasan tertentu atau situasi khusus untuk mengerjakan dalam ibadah di dalam Rukun Islam ini.  Allah SWT telah menetapkan jumlah waktu shalat wajib. Puasa wajib hanya dilakukan di bulan Ramadhan. Zakat dibayarkan setahun sekali. Haji dilakukan sekali seumur hidup bila seseorang memenuhi persyaratan untuk itu. Al Qur’an tidak menganjurkan kita untuk berlebih-lebihan dalam menjalankan ibadah ini.  Tetapi untuk berdzikir yang sebanyak-banyaknya kepada Allah SWT tidak ada persyaratan waktu, tempat, atau batasan-batasan tertentu. Dzikir kepada Allah SWT bisa dilakukan sambil duduk, berdiri, atau berbaring (QS 3:191).  Bisa dilakukan dengan atau tanpa wudhu.  Bisa dilakukan di rumah, atau ketika dalam perjalanan. Bisa dilakukan ketika sehat, ataupun ketika sakit.  Bisa dilakukan diwaktu siang, atau malam.

Berdzikir kepada Allah SWT harus dilakukan sebanyak-banyaknya. Allah SWT berfirman di dalam Al Qur’an surat Al Azhab ayat ke-41. “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.” Allah Azza waJalla telah menyediakan untuk orang-orang beriman yang banyak berdzikir ini ampunan dan pahala yang besar (QS 33:35). Bukan itu saja, Allah Azza waJalla juga menjajikan keberuntungan atau kemenangan dalam medan perang bagi orang-orang beriman yang senantiasa berdzikir sebanyak-banyaknya (QS 8:45).

Seorang sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Kami telah banyak mendapatkan pengajaran tentang syari’at Islam, maka ajarkanlah kepada kami satu pintu yang menghimpun seluruh kebaikan yang bisa kami jadikan pedoman.” Nabi Muhammad SAW menjawab, “Hendaknya lisanmu selalu basah dengan dzikir kepada Allah.” (HR Musnad Ahmad No. 17020). Di dalam riwayat lain bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Hendaknya lidahmu basah Karena berdzikir kepada Allah.” (HR Sunan Tirmidzi No. 3297). Di dalam riwayat lain bahwa Nabi Muhammad SAW bersada, “Selama lidahmu terus bergerak dengan berdzikir kepada Allah Azza waJalla.” (HR Sunan Ibnu Majah No. 3783).

Di dalam hadits riwayatkan oleh Abu Al Darda RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda kepada para Sahabat, “Maukah kalian bila aku beritahu satu amal yang mengungguli seluruh amal ibadah kamu yang lain, yang segera akan diterima Allah SWT, dan meningkatkan derajatmu di hadapan Allah SWT?” Beliau SAW menambahkan, “Amal ini lebih utama daripada mensedekahkan seluruh harta emas dan perak di jalan Allah SWT, lebih utama daripada berperang melawan musuh Allah SWT, dimana kamu membunuh mereka dan mereka mencoba membunuhmu?”  Para Sahabat menjawab, “Beritahulah kami.” Nabi Muhammad SAW bersabda, “Banyak-banyaklah berdzikir kepada Allah SWT.”

Dalam hadits Qudsi riwayat shahih Bukhari No. 6951, shahih Muslim No. 4832 dan lain-lain bahwa Nabi SAW bersabda: Allah Azza waJalla berfirman, “Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang (berjma’ah) maka Aku akan mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus darinya. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepada-Nya satu hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan mendekat kepadanya satu depa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.”

Bila kita membiasakan diri kita untuk banyak berdzikir kepada Allah SWT dengan konsisten, hikmahnya adalah sangat luar biasa.  Di dalam hadits riwayat shahih Bukhari No. 2881, shahih Muslim No. 4906 dan lain-lain bahwa Ali RA bercerita bahwa Fatimah RA merasa sakit tangannya karena menumbuk tepung dan ketika itu ada seorang pelayan yang menawarkan dirinya kepada Rasulullah SAW. Fatimah RA datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta seorang pembantu. Tetapi ia tidak berhasil menemui Rasulullah SAW dan hanya bertemu dengan Aisyah RA. Kemudian Fatimah RA menitip pesan kepada Aisyah RA untuk disampaikan kepada Rasulullah RA. Ketika Rasulullah RA tiba di rumah, Aisyah RA pun memberitahu Beliau RA tentang kedatangan Fatimah RA.

Ali RA berkata, “Lalu Rasulullah SAW pergi ke rumah kami ketika kami tengah berbaring hendak tidur. Maka kami segera bangun, tetapi Beliau SAW mencegahnya seraya berkata, ‘Tetaplah di tempat kalian!’ Kemudian Rasulullah SAW duduk diantara kami hingga saya merasakan dinginnya telapak kaki Beliau yang menyentuh dada saya. Setelah itu, Rasulullah bersabda, ‘Inginkah kalian berdua aku ajarkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kalian minta? Apabila kalian berbaring hendak tidur, maka bacalah takbir tiga puluh empat kali, tasbih tiga puluh tiga kali, dan tahmid tiga puluh tiga kali. Sesungguhnya yang demikian itu lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu.’”

Dalam Hadits riwayat shahih Bukhari No. 798 dan shahih Muslim No. 936 bahwa orang-orang fakir Muhajirin menemui Rasulullah SAW sambil berkata, “Orang-orang kaya telah memborong derajat-derajat ketinggian dan kenikmatan yang abadi.” Rasulullah SAW bertanya, “Maksud kalian?” Mereka menjawab, “Orang-orang kaya shalat sebagaimana kami shalat dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka bersedekah dan kami tidak bisa melakukannya. Mereka bisa membebaskan tawanan dan kami tidak bisa melakukannya.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu yang karenanya kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului kebaikan kalian, dan kalian bisa mendahului kebaikan orang-orang sesudah kalian, dan tak seorang pun lebih utama daripada kalian selain yang berbuat seperti yang kalian lakukan?” Mereka menjawab. “Baiklah wahai Rasulullah?” Beliau SAW bersabda, “Kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setiap habis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Hanya dengan banyak berdzikir kepada Allah SWT hati bisa merasa puas dan menjadi lembut.  Allah berfirman dalam surat Ar Rad ayat ke-28, “Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” Membaca Al Qur’an adalah salah satu cara utama mengingat atau berdzikir kepada Allah SWT.  Allah berfirman dalam surat Az-Zumar ayat ke-23, “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.”

Bagaimanakah cara yang paling baik untuk banyak berdzikir kepada Allah SWT?  Allah SWT menjelaskannya di dalam Al Qur’an dalam Al A’raf ayat ke-205, “Dan sebutlah Tuhanmu (berdzikir) dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” Jadi berdzikir adalah ibadah yang simple dan sederhana, tidak memberatkan, tidak membutuhkan waktu tertentu, tidak membutuhkan tempat tertentu, tetapi memiliki pahala yang besar, mendapat ampunan dan kemenangan dari Allah Azza waJalla.

Mereka yang tidak mau atau ingkar untuk banyak berdzikir kepada Allah SWT akan menjadi orang yang teramat merugi.  Firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat ke-91. “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah (berdzikir) dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”

Allah Azza waJalla mengingatkan kepada orang-orang beriman agar jangan lalai dalam mengingat Allah Azza waJalla. Allah SWT berfirman dalam surat Al Munafiqun ayat ke-9, “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”

Berikut adalah orang-orang yang beriman dengan kepercayaan yang teguh; tiada tipuan dunia yang bisa mengalihkan hati mereka dari mengingat Allah SWT.  Friman Allah SWT dalam surat An Nur ayat ke-37, “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”

Marilah kita memohon kepada Allah SWT agar diberi jalan untuk mengingatNya dengan cara yang sebaik-baiknya. Do’a yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para Sahabat RA dalam Hadits riwayat musnad Ahmad No. 7754 berikut dapat kita pegang dan amalkan setiap kali selesai mendirikan Shalat. “Allahumma aj’alnii u‘zhimu syukraka wa-uktsiru dzikraka wa-atba’u nashiihataka wa-ahfazhu wa-shiyyataka” Yang artinya, “Ya Allah, jadikanlah aku hamba yang bisa bersyukur kepadaMu dan banyak berdzikir kepadaMu, mengikuti nasihatMu dan menjaga wasi’atMu.” Semoga Allah SWT menjaga agar lidah kita senantiasa basah karena banyak berdzikir kepadaNya dimanapun berada dan pada saat apapun, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjutkan kembali episode siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza waJalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam

Minggu, 15 Januari 2017

Perjalanan Israa’ dan Mi’raaj, Bagian ke-5

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al’aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni’mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi’in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua senantiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Insyaa Allah pada hari ini kita kembali melanjutkan sharing tentang siirah Rasulullah SAW dengan episode Perjalanan Israa’ dan Mi’raaj bagian ke-5. Sebelumnya pada saat di Sidratul Muntaha, di bawa Arsy Allah Azza waJalla, Nabi Muhammad SAW telah menerima perintah Shalat wajib lima waktu dalam sehari semalam. Nabi Muhammad SAW juga telah menyaksikan begitu banyak tanda-tanda kekuasaan Allah yang Maha Besar dan yang Maha Agung yang tidak dapat dijelaskan dengan perbendaharaan kata atau Bahasa yang ada. 

Di dalam beberapa hadits, begitu banyak peristiwa yang terjadi dalam perjalanan Israa’ dan Mi’raaj Rasulullah SAW ini. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa tidak ada yang mencatat secara detail dan kronologis semua persitiwa-peristiwa tersebut. Para Ulama mencoba merekonstruksi perstiwa-perstiwa yang terjadi selama perjalan Israa’ dan Mi’raaj dari Nabi Muhammad SAW dengan menghubungkan antara ahadits (jamak dari kata hadits) tersebut sesuai dengan kaidah ilmu hadits. 

Begitu juga dengan ahadits mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam perjalanan Israa’ wal Mi’raaj. Mayoritas Ulama berpendapat bahwa peristiwa-peristiwa tersebut terjadi setelah tujuan utama dari perjalanan Israa’ wal Mi’raaj tersebut yaitu ‘beraudiensi’ meneriwa wahyu perintah Shalat wajib lima waktu dalam sehari semalam. Jadi perjalanan Israa’ dari Baitullah ke Baitul Maqdis terjadi dalam waktu yang cepat dan Mi’raaj Nabi SAW ke langit ke-7 kemudian ke Sidratul Muntaha juga terjadi dalam waktu yang singkat. Dengan demikian peristiwa-peristiwa yang tidak mendukung tujuan utama Israa’ wal Mi’raaj serta menyita waktu terjadi setelah tujuan utama terjadi. 

Catatan pinggir bahwa kalau dianalogikan seperti seseorang dipanggil menghadap Raja atau Presiden, tentu dengan bersegera orang tersebut datang langsung secepatnya, tanpa membuang waktu untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan pangillan menghadap penguasa tersebut. Setelah setelah bertemu dengan penguasa tersebut, barulah dia punya waktu atau selera untuk plesir atau melihat-lihat. Itupun tergantung dari hasil pertemuan dengan penguasa tersbut. Kalau pertemuan tersebut adalah untuk promosi atau pemberian hadiah tentu dia masih berselera untuk plesir setelah pertemuaan tersebut, tetapi tidak sebaliknya.

Jadi setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT, Malaikat Jibril AS membawa turun Nabi SAW kembali ke Masjid Aqsa. Dalam perjalanan kembali ke Masjid Aqsa inilah, Nabi Muhammad SAW banyak melihat atau menyaksikan peristiwa-peristiwa yang disebutkan dalam ahadits terutama tentang Surga dan Neraka. Nabi SAW melihat dua sungai yang Zahir (kasat mata) di Surga yaitu sungai Nil dan Furat (فرات). Nabi SAW juga melihat dua sungai yang Bathin (ghaib) di surga yaitu sungai Kautsar (الكوثر) dan As-Salsabil (السلسبيل).

Nabi Ibrahim AS menceritakan kepada Nabi Muhammad SAW tentang keadaan Surga. Nabi Ibrahim AS berkata, “Suruhlah ummatmu memperbanyak tanaman Surga Karena tanahnya baik kawasannya luas.” Rasulullah SAW bertanya, “Apa itu tanaman Surga?” Nabi Ibrahim AS menjawab, “Laa haula walaa quwwata illa billahi.” Di dalam riwayat lain Nabi SAW berkata, “Ucapkanlah olehmu Subhnallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallah dan Allahu Akbar. Maka setiap bacaan tersebut akan menumbuhkan satu pohon di Surga bagimu.”

Nabi SAW juga melihat atau menyaksikan orang-orang calon penghuni Neraka diazab. Rasulullah SAW bersabda, “Ketika aku dinaikkan ke lagit (dimi'rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, Wahai Jibril, siapa mereka itu? Jibril AS menjawab, Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan mereka.”

Di dalam hadits riwayat lain Nabi SAW juga melihat calon penghuni Neraka diazab. Rasulullah SAW bersabda, “Pada malam aku di-isra`kan aku melewati sekelompok orang yang mulut mereka dipotong dengan gunting dari Neraka.” Sahabat RA bertanya, “Siapakah mereka?” Nabi SAW menjawab, “Mereka adalah para khatib di dunia yang memerintahkan manusia untuk melaksanakan kebajikan sementara mereka melupakan diri mereka sendiri, padahal mereka membaca Al-Kitab, maka apakah mereka tidak berakal.”

Di dalam hadits riwayat lain bahwa Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Malaikat penjaga Neraka. Nabi SAW berkata, “Jibril AS berkata, Wahai Muhammad SAW, ini adalah Malaikat penjaga api Neraka, berilah salam kepadanya! Maka akupun menoleh kepadanya (Malaikat penjaga Neraka), namun Malaikat penjaga Neraka segera mendahauluiku memberi salam.”

Jadi dalam perjalanan turun kembali ke Baitul Maqdis, Nabi Muhammad SAW benar-benar telah melihat banyak sekali ayat-ayat Allah dan keajaiban-keajaiban yang begitu besar seperti yang disebutkan pada ayat ke-18 surat An-Najam. Sesungguhnya Nabi SAW telah melihat pada malam itu sebagian tanda-tanda kekuasaan Azza waJalla yang paling besar, yang paling agung.

Ketika Nabi SAW mencapai Masjidil Aqsa, Beliau SAW melepaskan Buraq dari ikatannya dan menunggang Buraq kembali ke Majidil Haram. Di perjalanan dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram ini Nabi SAW melihat kafilah kaum Quraisy yang pulang berdagang dari Syam. Kafilah tersebut kehilangan salah satu unta milik mereka dan Nabi SAW membantu menemukannya. Nabi SAW merasa haus dan Beliau SAW minum air dari wadah kafilah kaum Quraisy tersebut.

Nabi SAW sampai di Masjidil Haram sebelum waktu subuh dan Nabi SAW ketiduran di Hathim atau Hijir Ismail. Ketika Nabi SAW bangun dan selesai menunaikan Shalat subuh, sesuai dengan sifat manusia, Beliau SAW sangat khawatir. Nabi SAW bertanya-tanya bagaimana caranya menyampaikan kepada Ummat dan kaum musyrikin Quraisy tentang perjalanan malam Israa’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Nabi SAW khawatir mereka akan menolaknya. 

Catatan pinggir bahwa kaum musyrikin Quraisy sering melontarkan tuduhan bathil kepada Rasulullah SAW dengan tujuan agar manusia menjauhi Nabi SAW. Kaum musyrikin Quraisy menuduh Nabi SAW (na’udzubillah) gila; Mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Al Quran kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.  (QS 15:6). Kaum musyrikin Quraisy menuduh Nabi SAW (na’udzubillah) sebagai tukang sihir atau terkena sihir dan berbuat dusta; Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta". (QS 38:4). 

Catatan pinggir lagi bahwa kaum Quraisy Makkah sudah biasa melakukan perjalanan “Li-iilaafi quraisyin” yaitu berdagang ke Syam pada musim panas dan ke Yaman pada musim dingin (QS 106:1-2). Perjalanan kafilah dagang kaum Quraisy ini sudah berjalan turun temurun setiap tahun. Mereka kaum musyrikin Quraisy mengetahui dengan pasti bahwa perjalanan Makkah ke Syam memakan waktu sekitar sebulan perjalanan dengan unta, begitu juga perjalanan Syam ke Makkah memakan waktu yang kurang lebih sama.

Jadi Nabi SAW sangat khawatir sekali atas penolakan kaum musyrikin Quraisy tentang perjalanan semalam Israa’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa ini. Lalu beliau duduk menyendiri dengan kesedihan. Pada saat Nabi SAW sedang berfikir bagaimana cara menyampaikannya, kebetulan Abu Jahal lewat dan melihat Nabi SAW dengan mimik yang sangat khawatir. Abu Jahal dengan nada mengejek, “Ada sesuatu yang terjadi?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya.” Abu Jahal bertanya, “Apa itu?” Beliau SAW menjawab, “Aku telah diisra`kan tadi malam.” Abu Jahal bertanya, “Kemana?” Beliau SAW menjawab, “Ke Baitul Maqdis.” Abu Jahal bertanya lagi, “Kemudian pagi ini engkau telah berada di tengah-tengah kami?” Beliau SAW menjawab, “Ya.” 

Abu Jahal tidak memperlihatkan bahwa dirinya sedang mendustakan (menolak) Nabi SAW khawatir Nabi SAW menolak menceritakannya jika Abu Jahal memanggil kaum Quraisy mendengarkan cerita tersebut dari Nabi SAW langsung. Abu Jahal berkata, “Bagaimana menurutmu jika aku memanggil kaummu lalu engkau ceritakan kepada mereka apa yang telah engkau ceritakan kepadaku?” Beliau menjawab, “Baik.” Maka Abu Jahal berseru, “Wahai sekalian Bani Ka’ab bin Lu’ai!” 

Maka kaum Quraisy berdatangan dan berkerumun di sekeliling tempat Nabi SAW dan Abu Jahal berada tersebut. Kemudian Abu Jahal berkata kepada Nabi Muhammad SAW, “Ceritakan kepada kaummu seperti apa yang telah engkau ceritakan kepadaku.” Maka Rasulullah SAW berkata, “Sesungguhnya aku di isra`kan tadi malam.” Mereka bertanya, “Kemana?” Beliau SAW menjawab, “Ke Baitul Maqdis.” Mereka berkata, “Kemudian kamu pagi-pagi sudah berada di tengah-tengah kami?” Beliau SAW menjawab, “Ya.” 

Diantara mereka (kaum musyrikin Quraisy) ada yang bertepuk tangan dan ada juga meletakkan tangannya di kepala karena terkesima sebagai bentuk pendustaan (penolakan) mereka terhadap apa yang diceritakan Rasulullah SAW. Nabi SAW juga mengatakan kepada mereka tentang kafilah kaum Quraisy yang Beliau temui dalam perjalanan. Dimana berdasarkan perhitungan waktu perjalanan, maka kafilah tersebut sudah memasuki Makkah pada waktu itu. Kafilah Quraisy tersebut bersaksi bahwa pernyataan Nabi SAW adalah benar.

Kemudian mereka (kaum Quraisy) berkata kepada Nabi SAW, “Apakah kamu bisa memberikan gambaran kepada kami tentang kondisi Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa)? Karena diantara kaum Quaraisy ada yang telah mengadakan perjalanan ke negri tersebut dan telah melihat Masjidil Aqsa. Rasulullah SAW mulai menjelaskan tentang Masjidil Aqsa dan menjawab beberapa pertanyaan seputar Masjidil Aqsa. Ketika Nabi SAW mulai mendapatkan pertanyaan yang yang Beliau SAW tidak ketahui, Allah menayangkan gambaran Masjidil Aqsa di depan mata Nabi SAW dan Beliau menjawab semua pertanyaan dari kaum musyrikin Quraisy. Sehingga akhirnya mereka berkata, “Demi Allah, penggambaran dia (terhadap Masjidil Aqsa) sangatlah tepat.”

Orang-orang yang masih menyangsikan cerita Nabi SAW tersebut lalu mendatangi Abu Bakar RA dan berkata kepadanya, “Temanmu mengklaim bahwa ia melakukan perjalanan pada malam hari dari Masjidil-Haram ke Masjidil Aqsa pulang pergi.” Abu Bakar RA bertanya kepada mereka, “Apakah benar-benar Nabi SAW yang mengatakan?” Mereka mengatakan, “Ya, memang benar.” Abu Bakar RA berkata, “Maka Nabi SAW telah mengatakan yang sebenarnya (kepada kalian).” Sejak hari itu Abu Bakr RA kemudian dikenal sebagai Ash-Shiddiq (الصديق). Di sisi lain, kaum musyrikin Makkah tetap membantah Nabi SAW meskipun mereka melihat/mendengar banyak bukti dan konfirmasi dari kalangan sendiri.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjutkan kembali episode siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza waJalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.

Wassalam

Minggu, 08 Januari 2017

Perjalanan Israa’ dan Mi’raaj, Bagian ke-4

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al’aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni’mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi’in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua senantiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Insyaa Allah pada hari ini kita kembali melanjutkan sharing tentang siirah Rasulullah SAW dengan episode Perjalanan Israa’ dan Mi’raaj bagian ke-4. Sebelumnya sudah kita tentang perjalanan Mi’raaj Nabi Muhammad SAW dari Baitul Maqdis, naik melewati pintu langit k-1 sampai melewati pintu langit ke-7. Di dalam beberapa hadits disebutkan bahwa pada setiap pintu langit Nabi SAW bertemu dengan beberapa orang Nabi saja, yaitu Nabi Adam AS, Nabi Isa AS, Nabi Yahya AS, Nabi Yusuf AS, Nabi Idris AS, Nabi Harun AS, Nabi Musa AS dan Nabi Ibrahim AS. Para Nabi AS ini menyambut kedatangan Nabi SAW dan membalas ucapkan salam dari Nabi SAW.

Setelah melewati pintu langit ke-7 dan bertemu dengan Nabi Ibrahim AS. Nabi SAW dalam hadits riwayat Shahih Bukhari No. 6963, Shahih Muslim No. 234 dan lain-lain mengatakan bahwa kemudian Jibril AS membawaku (atau dalam riwaayat lain disebutkan, kemudian Jibril AS bersamaku) naik ke atas (puncak dari) kesemuanya yang tidak satupun yang tahu selain Allah Azza waJalla hingga tiba di Sidratul Muntaha atau Sidrat Al-Muntahaa (سِدْرَة المُنْتَهَى).” Di dalam hadits riwayat Shahih Bukhari No. 2968, Shahih Musnad Ahmad No. 12861 bahwa Nabi SAW berkata bahwa kemudian diperlihatkan, didatangkan atau dinampakkan kepadaku Sidratul Muntaha. Jibril AS berkata kepada Nabi SAW, “Ini adalah Sidratul Muntaha.”

Catatan pinggir sebelum kita teruskan, kita bahas dulu tentang asal susul kata Sidrat Al-Muntaha secara tata Bahasa Arab. Kata Sidrat Al-Muntahaa (سِدْرَة المُنْتَهَى) merupakan kata majemuk sempurna yang mempunyai makna (jumlah mufidhah) yang terdiri dari dua kata benda yaitu kata Sidrat (سِدْرَة) sebagai mubtada (objek) dan kata Al-Muntahaa (المُنْتَهَى) sebagai khabar (keterangan). Kata Sidrat (سِدْرَة) berarti satu Pohon Sidrat atau Pohon Bidara (hakekatnya berbeda dengan pohon bidara yang kita kenal). Sedangkan kata Al-Muntahaa (المُنْتَهَى) berarti Akhir atau Puncak dari Tujuan atau Tempat Berhenti segala sesuatu. Kata Muntaha berasal dari kata kerja intahaa (إِنْتَهَى) yang berarti dia telah membawa ke akhir/ujung (to bring to an end).

Ibnu Abbas dan para ahli tafsir mengatakan kenapa dinamakan Sidratul Muntaha, karena puncaknya ilmu atau pengetahuan (akses) Malaikat (Jibril AS) hanya sampai disini. Tidak ada yang bisa melewati Sidratul Muntaha, kecuali Rasululllah SAW. Dan diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA bahwa dinamakan Sidratul Muntaha Karena semua ketetapan (taqdir, wahyu dan lain-lainya) Allah yang turun, berasal atau bermula dari sini, dan semua yang naik (doa, amal baik dan lain-lainnya), sampainya atau ujungnya ada disini.

Di dalam atau berdasarkan riwatyat dari berbagai hadits para ulama mengambarkan Sidratul Muntaha secara simbolik sebagai berikut:
1.      Sidratul Muntaha diumpamakan seperti pohon, yaitu seperti pohon Bidara (Nabaq atau Lote Tree) dengan hakekat yang berbeda dengan pohon-pohon yang kita ketahui.
2.      Sidaratul Muntaha ini digambarkan akarnya berada di langit ke-6 dan daunnya atau pucuknya berada di atas langit ke-7.
3.      Sidratul Muntaha digambarkan sangat besar atau lebar dan jika penunggang kuda hendak melintasi bayang-bayangnya dibutuhkan waktu 100 ‘tahun’ untuk itu.
4.      Sidratul Muntaha digambarkan mempunyai daun yang sangat lebar seperti lebarnya kuping terhadap gajahnya dan buahnya seperti besarnya kendi atau tempayan kaum atau orang Hajar.
5.      Sidaratul Muntaha digambarkan dikelilingi oleh sebangsa laron, burung atau binatang yang terbuat dari atau bercahaya emas.
6.      Sidaratul Muntaha digambarkan memiliki atau diliputi oleh warna-warna dinamis yang berubah dengan perintah Allah Azza wa Jalla.
7.      Sidratul Muntaha digambarkan sangat indah dan tidak ada manusia yang dapat menggambarkan keindahannya.
8.      Sidaratul Muntaha digambarkan mengalirkan dua sungai di Surga dan mengairi dua sungai di dunia.

Jadi Nabi Muhammad SAW dan Jibril AS melihat Sidratul Muntaha, Nabi SAW melihat Malaikat Jibril AS dalam wujud aslinya. Allah Azza waJalla berfiman dalam surat An-Najam ayat 13-18, “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS 53:13-18)

Kemudian di dalam hadits riwayat Shahih Bukhari No. 336, Shahih Muslim No. 234 dan lain-lain bahwa Nabi SAW dimi'rajkan melewati Sidratul Muntaha hingga sampai ke suatu tempat dimana Nabi SAW dapat mendengar suara Qalamullah (قَلَمُ الله). Kemudian Allah Azza waJalla mewajibkan kepada Nabi SAW mendirikan lima puluh (50) kali shalat dalam sehari semalam.

Para ulama menyebutkan bahwa ketika Nabi SAW Mi’raaj dan ‘beraudiensi’ atau menerima wahyu langsung dari Allah Azza waJalla, Nabi SAW menerima tiga hal atau hadiah berikut:
1.      Hadiah pertama, Allah Azza waJalla menetapkan kewajiban Shalat lima waktu dengan pahala sepuluh kali lipat, yaitu sama dengan Shalat lima puluh kali sehari semalam.
2.      Hadiah kedua, Nabi SAW menerima dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah yaitu ayat 285-286.
3.      Hadiah ketiga, siapa pun dari Ummat Nabi Muhammad SAW yang beriman kepada Allah Azza waJalla tanpa melakukan Syirik, Allah Maha Pengampun dan Penerima Taubat sehingga pada akhirnya Ummat Nabi Muhammad SAW akan masuk surga semuanya.

Di dalam beberapa hadits yang telah disebutkan di atas bahwa Nabi SAW datang kepada Nabi Musa AS dan memberitahukan bahwa Allah Azza waJalla telah memerintahkan untuk mendirikan lima puluh kali Shalat per hari (sehari semalam). Nabi Musa AS menyarankan Nabi SAW untuk kembali dan meminta pengurangan. Hal ini terjadi beberapa kali. Akhirnya, lima Shalat menjadi wajib bagi Nabi SAW dan Ummat Islam. Nabi Musa AS mengatakan, "Ummat saya bahkan tidak mampu melakukan ini. Oleh karena itu Anda kembali dan minta pengurangan lagi.” Nabi SAW berkata, “Aku merasa malu sekarang?” Maka kewajiban mendirikan lima kali Shalat per hari tapi pahala bagi mereka sama dengan lima puluh Shalat kali per hari (insya Allah).

Jadi dari hadits diatas, kita Ummat Islam dapat menarik pelajaran akan pentingnya mendirikan Shalat lima kali sehari semalam. Bandingkan dengan perintah untuk haji, zakat dan puasa yang dikirim kepada Rasulullah SAW di bumi melalui Jibril AS. Sedangkan perintah Shalat, Nabi SAW Mi’raaj (diangkat atau dinaikkan) ke langit tertinggi untuk menerima perintah untuk Shalat langsung dari Allah Azza waJalla.

Pentingnya mendirikan Shalat juga dijelaskan di dalam Al Qur'an. Allah Azza waJalla berfirman kepada Nabi Musa AS dalam surat Ta-Ha (20) ayat 14, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” Allah Azza waJalla memerintahkan Nabi Isa AS untuk mendirikan Shalat seperti Firman Allah dalam surat Maryam (19) ayat 31, “dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;”

Begitu juga dengan Nabi-Nabi yang lain diperintahkan untuk mendirikan Shalat. Seperti sabda Rasulullah SAW di dalam hadits riwayat Shahih Bukhari No. 1063, “Shalat yang paling Allah cintai adalah shalatnya Nabi Daud Alaihissalam dan shaum (puasa) yang paling Allah cintai adalah shaumnya Nabi Daud alaihissalam. Nabi Daud Alaihissalam tidur hingga pertengahan malam lalu shalat pada sepertiganya kemudian tidur kembali pada seperenam akhir malamnya. Dan Nabi Daud Alaihissalam shaum sehari dan berbuka sehari.”

Mengenai surat Al-Baqarah ayat 285-286, para ahli tafsir mengatakan bahwa dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah ini memiliki kekhususan di dalam Al-Qur’an. Semua ayat Al-Qur’an disampaikan (diturunkan) oleh Jibril AS kepada Nabi SAW, sedangkan kedua ayat terakhir surat Al-Baqarah ini, Nabi SAW Mi’raaj (dinaikkan) dan Allah Azza waJalla langsung yang menyampaikan kepada Nabi SAW. Nabi SAW berkata, “Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah pada malam hari, niscaya kedua ayat itu akan cukup baginya atau memeliharanya dari bencana atau setan.” (HR Shahih Bukhari No. 4652, Muslim No. 1340 dan lain-lain).

Sedangkan dalil mengenai semua Ummat Islam yang tidak melakukan syirik akan masuk Surga berdasarkan Hadits Nabi SAW. Di dalam hadits riwayat Shahih Bukhari No. 1161, Shahih Muslim No. 134 dan lain-lain bahwa Nabi SAW berkata, “Telah datang kabar kepadaku bahwa barangsiapa yang mati dari Ummatku sedang dia tidak menyekutukan Allah dengan seuatu apapun (berbuat Syirik) maka dia pasti masuk surga.” Kemudian di dalam surat An-Nisa ayat ke-48, Allah Azza waJalla berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS 4:48)

Sebelum kita tutup, para Ulama mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar telah melihat banyak sekali ayat-ayat Allah dan keajaiban-keajaiban yang begitu besar seperti yang disebutkan pada ayat ke-18 surat An-Najam. Sesungguhnya Nabi SAW telah melihat pada malam itu sebagian tanda-tanda kekuasaan Azza waJalla yang paling besar, yang paling agung. Yang dimaksud dengan sebagian dari tanda-tanda itu adalah Nabi SAW telah melihat sebagian dari keajaiban-keajaiban alam Malaikat, seperti melihat Baitul Makmur, Sidratul Muntaha dan Malaikat Jibril AS dalam bentuk aslinya.
  
Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan Perjalanan Israa’ dan Mi’raaj Bagian ke-5 dari episode siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza waJalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam