Jumat, 29 April 2016

Wahyu Kedua dan Malaikat Jibril AS

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa' Allah hari ini akan kita lanjutkan episode siirah Rasulullah SAW dengan topik atau tentang wahyu kedua dan malaikat Jibril AS. Tapi sebelumnya kita review sedikit tentang berapa hal yang berkaitan dengan wahyu pertama, terutama mengenai cerita atau tuduhan orang kafir bahwa Nabi Muhammad SAW belajar kepada seorang pendeta ketika berumur sekitar 11-12 tahun.

Seperti sudah kita sebutkan sebelumnya bahwa orang kafir menuduh Nabi Muhammad SAW belajar dari seorang rahib atau pendeta di Syam ketika mengikuti paman Beliau SAW berdagang ke Syam. Di dalam cerita disebutkan juga bahwa Nabi SAW ditemani oleh Abu Bakr RA dan Bilal RA. Cerita ini menjadi kontroversi karena versi yang mirip tetapi berbeda (tujuan) juga ada di Hadits Tirmidzi No. 3553.

Pada sa'at wahyu pertama turun kita tahu dari HR syahih Bukhari No. 3, syahih Muslim No. 231, musnad Ahmad No. 24768 dan lain-lain bahwa Nabi SAW pulang ke rumah Khadijah RA dalam keadaan ketakutan hingga menemui Khadijah RA, seraya Beliau SAW berkata: 'Selimutilah aku! Selimutilah aku.' Kemudian kita juga tahu bahwa Khadijah RA mengajak Beliau SAW bertemu dengan Waraqah bin Naufal untuk mencari tahu apa yang terjadi pada Beliau SAW.

Kalau cerita atau tuduhan orang kafir bahwa Nabi SAW belajar dari pendeta di Syam benar, tentu Nabi SAW sudah tahu atau sudah menunggu-nunggu saat-saat wahyu pertama ini. Tetapi Nabi SAW malah mandah saja ketika dibawa bertemu dengan Waraqah bin Naufal bahkan Beliau SAW kaget dan berkata kepada Waraqah bin Naufal "Apakah aku (Nabi SAW) akan diusir mereka (kaum Quraisy Makkah)?" Kalau cerita atau tuduhan orang kafir ini benar tentu Abdul Mutalib (paman Nabi SAW) juga sudah tahu bahwa Muhammad SAW akan menjadi seorang Nabi dan tentu Nabi SAW lebih senang dibawa menemui paman Beliau SAW (Abdul Mutalib) ketimbang Waraqah bin Naufal.

Kita juga tahu bahwa, meskipun Abdul Muttalib membela Nabi SAW ketika ditolak oleh kaum Quraisy Makkah bahkan diusir atau bahkan mau dibunuh, tetapi Abdul Muthalib sampai akhir hayatnya tidak diketahui apakah merima Islam atau tidak. Mayoritas ulama menyebutkan Abdul Muttalib meninggal tanpa bersyahadat. Sedangkan Abu Bakr RA dan Bilal RA kita tahu merupakan sahabat yang menerima Islam di awal-awal, tetapi bukan saat wahyu pertama ini datang. Apalagi Bilal RA, dia masuk Islam lebih belakang dari Zaid RA – putra angkat Nabi SAW. Jadi dapat kita simpulkan bahwa tuduhan orang kafir tersebut, bahwa Nabi Muhammad SAW belajar dari pendeta di Syam adalah tidak benar sama sekali.

Catatan bahwa menurut para mufasyir iqra' (اقْرَأْ) memiliki dua makna yaitu membaca dari mushaf (lembaran) dan membaca dari hafalan atau ingatan. Kedua makna ini merupakan makna sebenarnya dari kata kerja fi'il amar (perintah) iqra'. Ketika Jibril AS mengatakan iqra' Nabi SAW berpikir bahwa Beliau (SAW) harus membaca dari mushaf, namum maksud Jibril AS adalah membaca dari hafalan atau ingatan (seperti pelajaran dikte atau imlak). Sampai pada perintah ketiga kalinya Jibril AS mengatakan "Baca dengan nama Tuhanmu", yang artinya "bacaan Anda akan datang dari Allah, dengan nama-Nya atau dengan berkat-Nya". Iqra' bismi Rabbika, yaitu qira'at (membaca) dengan nama Allah, mempunyai makna yang sangat mendalam seperti bismillah. Tetapi iqra bismi Rabbika al-ladzi khalaqa, yaitu membaca dengan Nama Tuhanmu yang telah mencipta, bukan dari diri sendiri. Juga, Allah akan membantu Anda dalam pembacaan ini.

Berikutnya Jibril AS mengatakan "khalaqal insaana min 'alaq. Iqra', warabbukal akram". Jadi Jibril mengatakan bahwa Dia (Allah) telah menciptakan manusia dalam semua tahap ini yang berbicara kepada Anda, kamu bacalah dan Tuhanmu Maha baik hati. Iqra' disebutkan dua kali, maksud nya adalah bahwa tugas Anda untuk membaca dan terus mengucapkan (melafazkannya). Iqra' pertama adalah membaca untuk ilmu agama sedangkan iqra' adalah membaca untuk pengetahuan dunia ini. Karena pada ayat berikutnya adalah "Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya" (QS 96:1-5).
 

Jadi Allah memberitahu (memerintah) kita untuk mempelajari pengetahuan agama (wahyuNya) dan ilmu dunia (ciptaanNya) yang berasal dari Allah, maka mempelajari pengetahuan yang berasal dari pena (buku-buk) tapi kita harus ingat bahwa Dialah Yang mengajarkan manusia hal ini. Ayat ini datang ke
pada sebuah bangsa yang tidak punya peradaban, yang tidak memiliki pena juga tidak tahu bagaimana menulis. Jadi ayat ini mengatakan kepada mereka untuk membaca apa-apa yang orang lain telah tulis dengan pena (buku) dan mereka harus mempelajarinya (melafazhkannya). Dengan demikian tidak aneh bahwa beberapa ratusan tahun kemudian ummat Islam menjadi pelopor dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, matematika, kedokteran dll. Orang-orang dari Eropa seperti Perancis, Inggris dan lain-lain datang ke Spanyol untuk belajar kedokteran dll dan kemudian mereka kembali ke negara mereka untuk mengajar ilmu yang mereka dapat dari Ummat Islam di Spanyol kepada bangsa mereka. Hal ini hanya terjadi karena Allah mendorong ummat Islam untuk membaca pada wahyu pertama.

Baik, mari kita lanjutkan dengan topik kita pada minggu ini yaitu tentang wahyu kedua dan Malaikat Jibril AS. Setelah wahyu pertama turun terjadi kekosongan berberapa lama, para ulama berbeda pendapat, ada yang bilang beberapa hari, ada juga yang bilang beberapa minggu bahkan bulan. Di dalam hadits yang sama yaitu syahih Bukhari No. 3, syahih Muslim No. 231 dan lain-lain bahwa ketika Rasulullah SAW sedang berjalan, Beliau SAW mendengar suara dari langit. Kemudian Beliau SAW memandang dan mencari kearah datangnya suara. Beliau melihat Malaikat yang pernah datang kepada Rasulullah di gua Hira sedang duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Rasulullah kembali ketakutan dan pulang kerumah Khadijah RA dan berkata: "Selimuti aku. Selimuti aku".

Maka saat itulah Allah Ta'ala menurunkan wahyu yang kedua melalui malaikat Jibril AS, yaitu surat Al-Mudatstsir ayat 1-7: Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (QS 74:1-7).

Kemudian Nabi SAW mengatakan dalam hadits yang sama yaitu syahih Bukhari No. 3, syahih Muslim No. 231 dan lain-lain bahwa semenjak itu wahyu turun berkesinambungan.

Terjadi perbedaan pendapat mengenai dimana wahyu kedua ini turun. Sebagian ulama menyebutkan bahwa surat Al-Mudatstsir ayat 1-7 ini turun saat Nabi SAW melihat malaikat Jibril AS. Tetapi sebagian besar ulama menyebutkan bahwa wahyu kedua ini turun di rumah Khadijah RA. Karena ketika Nabi SAW mengetahui bahwa malaikat Jibril AS duduk di kursi antara bumi dan langit, Beliau SAW ketakutan dan pulang ke rumah Khadijah RA. Beliau SAW meminta Khadijah RA selimut untuk menyelimuti Beliau. Ini menunjukkan bagaimana Muhammad SAW adalah seorang manusia biasa, Beliau SAW saat peristiwa turunnya wahyu kedua ini merasa ketakutan melihat sosok Jibril AS dalam bentuk aslinya dan yang sangat besar, dimana Rasulullah SAW melihat Jibril AS duduk kursinya menutupi cakrawala antara bumi dan langit. Ini pasti bukan sosok seperti manusia, seketika itu juga Nabi SAW merasa kedinginan dan gemetar sehingga Beliau SAW segera pulang kerumah Khadijah AS dan minta diselimuti. Jibril AS mengikuti Beliau SAW kerumah Khadijah RA. Ketika itu Beliau SAW sudah merasa tenang dalam selimut (Al-Mudatstsir), barulah Jibril AS menyampaikan wahyu kedua ini.

Di dalam hadits syahih Bukhari No. 4477 yang diriwayatkan oleh Aisyah RA ketika menjawab pertanyaan para sahabat mengenai surat Al-An'am ayat ke-103, Aisyah RA menyebutkan "Hanya saja Beliau SAW pernah melihat bentuk Jibril AS dua kali (dalam bentuk aslinya)". HR syahih Bukhari No. 2995 yang diriwayatkan oleh Aisyah RA menyebutkan bahwa "Beliau melihat Jibril AS dalam bentuk rupa aslinya yang menutupi apa yang ada di antara ufuk langit. Di dalam hadits sunan Tirmidzhi No. 3200 yang diriwayatkan oleh Aisyah RA ketika menjawab pertanyaan yang sama, Aisyah RA menyebutkan "Beliau SAW hanya melihat wujud (asli Jibril AS) dua kali, sekali saat berada di Sidratul Muntaha (ketika Isra' Mi'raj) dan sekali lagi saat berada di Jiyad (tempat di bagian bawah Makkah saat wahyu kedua), ia (Jibril AS) memiliki enamratus sayap yang menutupi ufuk". Banyak lagi hadits yang menyebutkan bahwa Nabi SAW melihat Jibril AS dua kali, dimana Jibril AS digambarkan sangat besar sekali yang menutupi ufuk, antara bumi dan langit, antara Timur dan Barat, dan memiliki enam ratusan sayap.  

Jadi dapat dibayangkan bagaimana ketakutan Nabi SAW ketika melihat malaikat Jibril AS dalam bentuk aslinya, sehingga Beliau SAW gemetar, berkeringat dingin dan pulang kerumah untuk menenangkan diri. Kemudian malaikat Jibril AS menyampaikan wahyu kedua ini kepada Nabi SAW ketika masih dalam selimut. Para ulama menyebutkan bahwa turunnya wahyu kedua yaitu surat Al-Mudatstsir ayat 1-7 ini merupakan pengangkatan Muhammad SAW sebagai Rasulullah. Sedangkan wahyu pertama merupakan pengangkatan Muhammad SAW sebagai Nabiullah. Para ulama menyimpulkan demikian berdasarkan ma'na atau tafsir dari kedua wahyu tersebut.

Dengan turunnya wahyu pertama, menjadikan Muhammad SAW mempunyai informasi tentang membaca, tentang Allah, tentang penciptaan Manusia dan tentang pendidikan atau mengajar sesuai dengan dengan definisi Nabi (نَبِىِّ)– Nabaun (نَبَأٌ) yaitu yang mempunyai informasi. Sedangkan dengan turunnya wahyu kedua, menjadikan Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT untuk berdiri – bergerak aktif memberi peringatan kepada penduduk Makkah dengan neraka jika mereka tidak mau beriman. Untuk agungkanlah Allah dari persekutuan yang diada-adakan oleh orang-orang musyrik Makkah. Untuk meninggalkan perbuatan dosa yaitu menyembah berhala. Dimana hal ini sesuai dengan makna dari Rasulullah (رَسُول الله), yaitu utusan atau pesuruh Allah untuk menyampaikan wahyu yang Beliau SAW terima. Para ulama berpendapat bahwa, sejak wakyu kedua inilah Nabi SAW mulai berdakwah menyampaikan wahyu Allah kepada kaum kerabat Beliau SAW.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode lain dari Siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.

Wassalam

Jumat, 22 April 2016

Nabi Muhammad SAW menerima Wahyu Pertama

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah pada kesempatan kali ini kita akan meneruskan episode siirah Rasulullah Muhammaad shalallahu 'alaihi wassaalam dengan topik sa'at-sa'at wahyu pertama turun. Sebelumnya sudah kita bahas tentang sahabat yang sekaligus anak angkat Rasulullah shalallahi 'alaihi wassaalam yaitu Zaid bin Haritsa radiAllahu 'anhu (RA). Pengangkatan Zaid RA sebagai anak angkat Rasulullah SAW terjadi setelah Nabi Muhammad SAW membangun kembali Ka'bah bersama dengan kaum Quraisy dan sebelum wahyu pertama turun, atau pada saat itu umur Nabi SAW menjelang 40 tahun arau sekitar 37 tahun.  

Berikutnya, 3 tahun sebelum turunnya wahyu pertama, disebutkan bahwa Nabi SAW mulai menyendiri (berkhalwat) di gua Hira. Nabi SAW sering atau suka dan menikhmati berkhalwat di gua Hira ini, Di gua Hira' Nabi SAW beribadah sebagaimana yang diwariskan oleh Nabi Ibrahim AS. Tapi berdasarkan pendapat lain menyebutkan bahwa Beliau SAW beribadah di gua Hira mengikuti ilham (pencerahan) dari Allah Subhanallahu wa Ta'ala (SWT).

Setelah umur Beliau mencapai 40 tahun yang dianggap sebagai puncak kesempurnaan jiwa manusia dan dikatakan bahwa para Nabi diangkat menjadi Rasul pada usia ini, mulailah tanda-tanda kenabian tampak dan terlihat jelas bagaikan memancarkan kilaunya cahaya matahari di pagi hari. Tanda tersebut berupa mimpi dan kalau Beliau SAW bermimpi pada malam hari, maka pada keesokan (pagi) harinya menjadi kenyataan. Mimpi sebelum kenabian in berlangsung terus menerus selama enam (6) bulan. Mimpi-mimpi ini mengindikasi sesuatu akan terjadi dan terjadi terus pada Nabi SAW sampai atau sebelum wahyu pertama turun,  

Istri Nabi SAW yaitu Aisha RA merupakan sumber utama dari hadits tentang bagaimana wahi (wahyu) dimulai. Hadits tentang wahyu pertama ini sangat panjang dan sangat rinci. Meskipun Aisyah RA sendiri tidak menyaksikan peristiwa tersebut tetapi dalam menceritakan Hadits tentang wahyu pertama ini sangat rinci dengan detail yang sangat jelas. Hal ini menunjukkan Nabi SAW sering atau banyak berbincang-binsang dengan Aisyah RA sebagai seorang suami yang penuh kasih sayang dan penuh perhatian kepada istri. 

Dalam HR Syahih Muslim No 231, Musnad Admad No. 24768 dan lain-lain: Aisyah RA berkata Wahyu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang pertama kali terjadi adalah dalam bentuk mimpi yang benar dalam tidur beliau. Tidaklah beliau mendapati mimpi tersebut melainkan sebagaimana munculnya keheningan fajar subuh, kemudian beliau suka menyepi sendiri. Beliau biasanya menyepi di gua Hira'. Di sana beliau menghabiskan beberapa malam untuk beribadah kepada Allah sebelum kembali ke rumah. Untuk tujuan tersebut, beliau membawa sedikit perbekalan. (Setelah beberapa hari berada di sana) beliau pulang kepada Khadijah, mengambil perbekalan untuk beberapa malam. Keadaan ini terus berlarut, sehingga beliau dibawakan wahyu (ayat pertama) ketika beliau berada di gua Hira'.

Dalam hadits yang mutawatir yang diriwayatkan Bukhari No. 6472, Syahih Muslim No. 4202 dan lain-lain pewari bahwa mimpi seorang Muslim adalah satu per empat puluh enam bagian dari kenabian. Sebagaimana kita ketahui bahwa masa kenabian Rasulullah SAW adalah 23 tahun atau 46 semester. Sementara Nabi Muhammad SAW mengalami mimpi kenabian selama enam (6) bulan atau satu (1) semester.

Ketika Nabi telah berumur 40 tahun, pada hari Senin di bulan Ramadhan, seperti biasa Nabi SAW berkhalwat di gua Hira, turunlah ayat pertama yaitu surat Al 'Alaq ayat ke-1 sampai dengan ayat ke-5. Bacalah, wahai Muhammad, apa yang telah diwahyukan kepadamu dengan mengawalinya dengan menyebut nama Tuhanmu yang memiliki kemampuan untuk mencipta. Yang telah menciptakan manusia, yang memiliki tubuh dan ilmu yang sempurna, dari segumpal darah yang tidak memperlihatkan sesuatu yang dapat dibanggakan. Teruskanlah membaca, Tuhanmu Yang Maha Pemurah akan memuliakanmu dan tidak menghinakanmu. Yang telah mengajarkan manusia menulis dengan perantaraan pena, padahal sebelumnya ia belum mengetahuinya. Yang mengajarkan manusia sesuatu yang tidak terdetik dalam hatinya (Tafsir QS 96:1-5 oleh Quraisy Shihab).

Para ulama berbeda pendapat kapan tepatnya ayat ini turun, tetapi para ulama sepakat bahwa ayat ini turun setelah Nabi Muhammad SAW memasuki umur 40 tahun, cuman apakah berdasarkan tahun Hjiriah atau Masehi. Kemudian mayoritas ulama berpendapat ayat ini turun di bulan 17 Ramadhan meskipun ada juga yang berpendapat malam ke-21 bulan Ramadhan bahkan di bulan Rajab. Ulama sepakat bahwa ayat ini turun di hari Senin seperti disebutkan dalam HR Syahih Muslim No. 1978, Musnad Ahmad No. 21508 dan lain-lain bahwa ketika para sahabat bertanya mengapa Rasulullah SAW puasa pada hari Senin/ Rasulullah SAW berkata "Di hari itulah (Senin) saya dilahirkan dan pada hari itu (Senin) pulalah wahyu diturunkan".

Catatan bahwa kalau kita hitung balik dan kita asumsikan bahwa umur 40 tahun adalah berdasarkan kalender Hijriyah. Maka tanggal 17 Ramadhan 40 tahun (tahun 13 sebelum Hijriah ayau 609M) setelah kelahiran Nabi SAW yaitu  pada tanggal 12 Rabi'ul Awal tahun 53 sebelum Hijriah (570M) jatuh atau bertepatan dengan hari Senin. Jadi pada hari Senin tanggal 17 Ramadhan tahu 13 sebelum Hijriah atau 25 Agus 609M, Nabi SAW sudah berumur 40 tahun lebih 6 bulan 5 hari atau 39 tahun lebih berdasarkan kalender Masehi.

Jadi pada Hadits dari Aisyah RA diatas bahwa wahyu tersebut disampaikan oleh Malaikat Jibril AS dengan berkata, 'Bacalah wahai Muhammad!' 
Beliau SAW bersabda: Aku tidak pandai membaca. Rasulullah SAW bersabda: Lalu malaikat memegang dan memelukku erat-erat, ketika aku merasakan kepayahan ia pun melepasku. 
Kemudian dia (Jibril AS) berkata, 'Bacalah wahai Muhammad!' 
Beliau SAW bersabda: 'Aku lalu menjawab, 'Aku tidak bisa membaca'. Beliau SAW melanjutkan: 'Jibril kemudian memegang dan memelukku erat-erat lagi, hingga ketika aku merasakan kepayahan ia pun melepasnya kembali. 
Kemudian ia (Jibril AS) berkata, 'Bacalah wahai Muhammad!' 
Beliau SAW bersabda: Aku lalu menjawab: 'Aku tidak pandai membaca.' Beliau SAW melanjutkan: 'Jibril kembali memegang dan memelukku erat-erat, sehingga ketika aku merasakan kepayahan, ia pun melepaskanku. 
Kemudian dia (Jibril AS) membaca firman Allah: '(Bacalah wahai Muhammad dengan nama Rabbmu yang menciptakan sekalian makhluk. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah, dan Rabbmu Yang Maha Pemurah yang mengajar manusia melalui pena. Dia mengajar manusia sesuatu yang tidak diketahui) ' (QS Al 'Alaq: 1-5). 

Setelah kejadian itu Beliau SAW pulang dalam keadaan ketakutan hingga menemui Khadijah RA, seraya Beliau SAW berkata: 'Selimutilah aku! Selimutilah aku.' 
Lalu Khadijah RA memberi Beliau SAW selimut hingga hilang rasa gementar dari diri Beliau SAW. 
Beliau SAW kemudian bersabda kepada Khadijah RA: 'Wahai Khadijah! Apakah yang telah terjadi kepadaku? ' Beliau SAW pun menceritakan seluruh peristiwa yang telah terjadi. Beliau SAW bersabda lagi: 'Aku benar-benar khawatir pada diriku.' 
Khadijah RA terus menghibur Beliau SAW dengan berkata, 'Janganlah begitu, bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu, selama-lamanya. Demi Allah! Sesungguhnya, kamu telah menyambung tali persaudaraan, berbicara jujur, memikul beban orang lain, suka mengusahakan sesuatu yang tidak ada, menjamu tamu dan sentiasa membela faktor-faktor kebenaran.' Khadijah RA beranjak (mengajak Rasulullah SAW) seketika menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, sepupu Khadijah RA. Dia (Waraqah) pernah menjadi Nashrani pada zaman Jahiliyah. Dia suka menulis dengan tulisan Arab dan cukup banyak menulis kitab Injil dalam tulisan Arab. Ketika itu dia telah tua dan buta. 
Khadijah berkata kepadanya, 'Paman! (Paman adalah panggilan yang biasa digunakan oleh bangsa Arab bagi sepupu dan sebagainya karena menghormati mereka atas dasar lebih tua), dengarlah cerita anak saudaramu ini.' 
Waraqah bin Naufal berkata, 'Wahai anak saudaraku! Apakah yang telah terjadi? ' maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan semua peristiwa yang Beliau SAW telah alami. 

Mendengar peristiwa itu, Waraqah berkata, 'Ini adalah undang-undang yang dahulu pernah diturunkan kepada Nabi Musa AS. Alangkah baik seandainya aku masih muda di saat-saat kamu dibangkitkan menjadi Nabi. Juga alangkah baik kiranya aku masih hidup di saat-saat kamu diusir oleh kaummu.' 
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menegaskan: 'Apakah mereka akan mengusirku? ' 
Waraqah menjawab, Ya, tidaklah setiap Nabi yang bangkit membawa tugas sepertimu, melainkan pasti akan dimusuhi. Seandainya aku masih hidup di zamanmu, niscaya aku akan tetap menolong dan membelamu'. 
Tetapi beberapa hari setelah wahyu pertama ini, untuk sementara waktu yaitu beberapa hari (ada yang bilang beberapa minggu, bahkan ada yang bilang beberapa bulan) tidak ada wahyu yang turun atau turunnya wahyu berhenti sejenak. Pada saat itu Waraqah bin Naufal meninggal dunia, jadi dia tidak sempat menyaksikan penolakan kaum kafir Quraisy kepada Rasulullah SAW.

Catatan bahwa berdasarkan hadits ini dan perkataan Waraqah bin Naufal "Seandainya aku masih hidup di zamanmu, niscaya aku akan tetap menolong dan membelamu", para ulama berpendapat bahwa Waraqah bin Naufal adalah orang tua pertama masuk Islam disamping Khadijah RA, Ali RA dan Zaid bin Zaid RA. Para ulama menyebutkan orang tua pertama masuk Islam adalah Waraqh bin Naufal, orang dewasa merdeka pertama masuk Islam adalah Abu Bakr RA, budak pertama masuk Islam adalah Zaid RA, anak-anak pertama masuk Islam adalah Ali RA dan istri Nabi SAW yang pertama masuk Islam adalah Khadijah dan keluarga (anak2) Nabi SAW adalah keluarga pertama yang masuk Islam.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode dari Siirah Rasulullah SAW, yaitu tentang wahyu kedua dan malaikat Jibril AS. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.
Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam


--

Wassalam,
Aba Abdirrahim

Jumat, 15 April 2016

Zaid bin Haritsah RA

Abu Abdirrahim: Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita akan meneruskan siirah Rasulullah dengan episode Zaid bin Haritsah RA yaitu anak angkat Rasulullah SAW yang merupakan keturunan Arab Qahtani dari Yaman (al-Yamani). Para sahabat RA hanya mengenal Zaid bin Haritsa RA sebagai Zaid bin Muhammad dan tidak mengenal nama Zaid bin Haritsah Sebelum turun ayat ke-4 surat Al Ahzab bawha "…dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri)… (QS 33:4)" Saat inilah Nabi SAW mengganti nama Zaid bin Muhammad menjadi Zaid bin Haritsah dimana Haritsah adalah nama bapak kandung dari Zaid.

Pada ayat ke-37 surat Al-Ahzab, Allah menyebut nama Zaid (زَيْدٌ) untuk menunjukkan bahwa anak angkat tidak ada hubungan darah sama sekali dengan Rasulullah SAW, ini berbeda dengan tradisi Arab Jahiliyah pada saat itu. "…Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi (QS 33:37).

Minggu lalu telah kita bahas bagaimana semua suku kaum Quraisy di Makkah pada saat membangun Ka'bah, mereka sangat bergembira dan yakin suku merekalah yang akan dipilih Nabi SAW karena Nabi Muhammad SAW sangat mereka cintai dan mereka dicintai Nabi SAW melebihi suku-suku lainnya. Tetapi semua suku malah bergembira dan berfikir hal yang sama bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling menyukai suku mereka, pasti suku merekalah yang mendapat kesempatan untuk menempatkan kembali hajar aswad ketempatnya. Bahkan Bani Makhzum, yaitu suku Abu Jahal, suku yang selalu berlomba dengan Banu Abdul Manaf pun merasa bahwa Nabi Muhammad SAW bakal memilih mereka untuk memasang hajar aswad kembali. Ini menunjukkan betapa mulianya karakter Nabi Muhammad SAW dan semua suku kaum Quraisy di Makkah saat itu sama-sama mengetahuinya dan tidak mengingkarinya sedikitpun.

Pada episode Zaid bin Haritsah ini kita akan menemukan kembali keutamaan dan kemuliaan karakter Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana telah kita sebutkan bahwa suku Zaid bin Haritsah berasal dari salah suku Qahtani dari Yaman. Ibu dan ayah Zaid berasal dari dua suku yang berbeda yang memiliki hubungan cinta tapi benci atau benci tapi cinta. Suatu hari ibu Zaid (Su'a) membawa Zaid kecil ke kampung sukunya sendiri. Tepat pada saat itu, pecah perkelahian atau perperangan kecil antara kedua suku (perang antar kampung) sebagaimana telah sering terjadi sebelumnya diantara kedua suku tersebut. Famili dari keluarga ibu Zaid yaitu paman2 yang satu suku dengan ibu Zaid, marah sekali kepada suku bapak Zaid atas serangan tersebut. Sebagai balasan, mereka malah mengambil atau menculik Zaid dari ibunya yaitu anak saudara atau keponakan mereka sendiri dan menjualnya sebagai budak.  Zaid dibawa kabur dan dijual di pasar raya Ukadz di Makkah - pasar terbesar yang ada setelah musim haji. Hakim bin Hizam atas permintaan Khadijah RA untuk mencari seorang budak di pasar Ukadz dan sejak itu Zaid menjadi hamba Khadijah RA. Setelah Khadijah RA menikah dengan Nabi Muhammad SAW, Zaid diberikan kepada Beliau SAW.


Semenjak itu, bertahun-tahun bapak Zaid berusaha mencari anaknya dan kebingungan mencari keberadaan Zaid. Pada setiap suku yang dia kunjungi ayahbapak Zaid mengatakan sedang mencari "seorang anak hilang dari sukunya dengan ciri-ciri seperti ini dan itu, jika menemukan atau melihatnya tolong  kami diberitahu keberadaannya", kurang lebih begitulah berita atau broadcast kehilangan anak yang disebar bapak Zaid. Belasan tahun kemudian, pada saat musim haji seseorang kebetulan melihat seorang seperti ciri-ciri Zaid yang disebutkan bapaknya dan yakin ini adalah anaknya Hairtsah yang sedang dicari-cari. Jadi dia mengatakan kepada Haritsah bahwa dia menemukan anaknya, dia menjadi seorang budak salah satu cucu dari Abdul Muttalib, dan namanya Muhammad SAW.

Bapak Zaid dan saudara-saudaranya yaitu paman-paman Zaid setelah mengumpulkan bekal dan harta benda untuk menebus Zaid, mereka melakukan perjalanan ke Mekkah dan bertanya dimana rumah Nabi Muhammad SAW. Penduduk Makkah mengatakan bahwa Muhammad SAW sedang, Beliau SAW adalah keturunan suku yang paling mulia sehingga dapat dipercaya serta pujian-pujian lainnya. Ketika bapak Zaid bertemu dengan Nabi Muhammad SAW mereka mengatakan bahwa anak mereka bukan dari bangsa budak, mereka ingin mengambil anak mereka kembali yang telah diambil secara tidak syah atau diculik dan dijual sebagai budak. Zaid adalah anak kami dan kami akan bersedia menebusnya dengan harga berapapun tapi tolonglah bermurah hati (maksudnya jangan terlalu mahal-mahal) kepada kami.

Catatan bahwa dizaman Jahiliyah, tidak ada hukum dan peraturan – yang kuat menguasai yang lemah atau kekuasan milik yang kuat. Jadi karena mereka (bapak Zaid dan saudara-saudaranya) jauh dari kampung mereka dan tidak Hukum Jahiliyah yang akan membela mereka di Makkah sini, lagi pula mereka tidak punya kekuatan untuk merebut secara paksa anak mereka kembali, maka mereka bersedia untuk membeli atau menebus anak mereka kembali.

Dalam buku siirah disebutkan bahwa Nabi SAW berkata kepada bapak Zaid apakah anak ini yang anda inginkan? Mereka mengatakan "ya" dan Nabi SAW mengatakan bahwa itu terserah kepadanya (Zaid), jika dia memilih anda maka Zaid bebas pergi bersama anda tanpa uang tebusan, tetapi jika ia memilih saya maka saya tidak bisa menolaknya. Mendengar ini, bapak dan paman-paman Zaid sangat gembira sekali, mereka tidak menyangka akan mendapatkan kembali Zaid dengan tanpa membayar satu sen pun. Mereka mengatakan "Ya Muhammad SAW, apa yang anda lakukan sangat luar biasa sekali dan anda telah melakukan lebih dari yang kami minta".

Saat itu, Zaid sudah dewasa atau umurnya sekitar 20 tahun. Nabi SAW bertanya kepada Zaid apakah dia masih mengenal bapak dan paman-pamanya? Zaid mejawab dengan mengatakan bahwa ini adalah ayah saya dan mereka ini adalah paman-paman saya. Kemudian Nabi SAW mengatakan kepada Zaid bahwa Beliau SAW sudah menyerahkan masalah ini kepada Zaid, terserah Zaid ingin ikut pulang dan pergi bersama mereka atau tetap tinggal bersama Beliau SAW.


SubhanAllah bahkan dalam
hal ini, kita menemukan bahwa Nabi SAW telah lama bersama Zaid, tapi Beliau SAW tidak ingin melepaskan Zaid karena kebenaran alasan secara moral yang dikatakan bapak Zaid, yaitu "anak kami bukan budak". Tetapi Beliau SAW ingin menyerahkan keputusan kepada Zaid karena perasaan cinta yang tulus dari seorang ayah kepada anak. Seketika Zaid mengatakan bahwa dia tidak pernah bisa memilih siapapun melebihi Nabi SAW, Beliau SAW bagi Zaid melebihi gabungan seorang bapak dan paman-pamannya. Sungguh tidak wajar bagi seorang anak untuk mengatakan ini, cinta seorang anak kepada bapaknya adalah murni (fitrah). Ini tidak mungkin kecuali cinta kepada seorang Nabi Allah - cinta kepada Nabi Allah melebihi cinta seseorang kepada ayah, padahal Beliau SAW pada saat itu belum lagi menjadi utusan Allah.

Bapak dan paman-paman Zaid kaget luar biasa, mereka mengatakan "Oi Zaid, kamu sudah gila apa? Kamu lebih rela memilih menjadi seorang budak, dan menolak untuk kembali kepangkuan orang tuamu sendiri yang telah malahirkan kamu?" Lagi pula, sebagai seorang budak kamu tidak memiliki kehormatan, tidak memiliki hak atau yang melindungi, kamu betul-betul gila, begitu kata bapak Zaid. Zaid menjawab bahwa dia mengerti apa yang dia katakan, kemudian dia menambahkan bahwa dia telah melihat banyak hal dari Nabi SAW apa-apa yang tidak ada pada atau melebihi apa-apa yang dilakukan oleh orang lain. Seketika mendengar perkataan Zaid ini, Nabi SAW berdiri dan berkata kepada penduduk Makkah agar menyaksikan bahwa mulai saat itu Zaid telah bebas (bukan budak lagi), Zaid diangkat menjadi anak angkat oleh Nabi SAW, Zaid mewarisi dari Nabi SAW dan sebaliknya. Sejak saat itu Zaid disebut Zaid bin Muhammad.

Nabi SAW melakukan pengakatan Zaid sebagai anak angkat disaksikan oleh penduduk Makkah di depan bapak dan paman-pamannya agar hati mereka lega bahwa anak mereka bukan budak lagi, sudah menjadi orang merdeka, bahkan sekarang menjadi salah satu anggota dari suku kaum Quraisy yang terkenal dan berkuasa di Makkah. Dengan demikian bapak dan paman-paman Zaid merasa sangat lega sekali. Mereka bisa pulang dengan tanpa kehilangan muka karena anak mereka bukan seorang budak bahkan anak mereka Zaid sekarang menjadi anak angkat dari cucu kepala suku Quraisy yang sangat terkenal yaitu Abdul Muthalib. Para sahabat RA yang masih belum lahir atau masih kecil-kecil saat itu, banyak yang tidak mengetahui bahwa Zaid bukan bin Muhammad SAW tapi bin Haritsah karena surat Al-Ahzab ayat ke-4 turun beberapa tahun kemudian.

Zaid sangat dicintai oleh Nabi SAW. Nabi SAW menikahkan Zaid dengan Ummi Ayman yaitu seorang pembantu Aminah yang diwariskan kepada Rasulullah SAW. Dari pernikahan Zaid dengan Ummi Ayman, mereka berdua memiliki seorang anak yang lahir secara harfiah di dalam rumah Nabi SAW, yaitu Usamah bin Zaid. Usamah bin Zaid merupakan cucu angkat Nabi SAW yang sangat dicintai. Jika para sahabat RA menginginkan sesuatu dari Rasulullah SAW, mereka pergi ke Usamah dan mengatakan "mengapa kamu tidak pergi menghadap Nabi SAW dan minta kepada Beliau SAW karena Nabi SAW sangat mencintai kamu dan  tidak akan pernah mengatakan tidak kepada setiap apa yang kamu inginkan". Ketika Nabi SAW memerdekakan Zaid dan mengangkat menjadi anak angkat, otomatis Zaid mempunyai hak yang sama seperti kaum Quraisy lainnya. Dengan demikian Nabi SAW menyuruhnya untuk menikah dengan Zaynab binti Jash, sepupu Beliau SAW sendiri, untuk menunjukkan bahwa Zaid betul-betul sudah merdeka dan sama derajatnya dengan anggota kaum Quraisy lainnya.


Ada hal lain lagi yang menunjukkan betapa Zaid bin Haritsah RA adalah seorang sahabat yang sangat dekat sekali dengan Nabi SAW. Setiap saat Nabi SAW mengirim pasukan (tanpa Nabi SAW ikut dalam rombongan), maka selalu Nabi SAW menunjuk Zaid bin Haritsa RA sebagai orang yang bertanggung jawab - komandan. Zaid bin Haritsah meninggal sebagai syuhada dalam pertempuran Mu'tah melawan pasukan Romawi. Ini adalah satu-satunya pertempuran di mana Nabi SAW menempatkan tiga orang jendral sekaligus karena Mu'tah adalah pertempuran yang sangat sengit. Nabi SAW mengatakan "Jika Zaid bin Haritsah gugur, maka Ja'far yang menggantikan , jika Ja'far gugur, maka Abdullah bin Rawahah sebagai penggantinya" (HR Syahih Bukhari No. 3928). Namun ketiga orang sahabat RA itu syuhada di Mu'tah dan kemudian Khaild Ibn Waleed RA secara aklamasi dipilih oleh para sahabat RA untuk mengambil alih komando. Pertempuran ini dari Mu'tah, Zayd, Ja'far dan Abdullah semua menjadi syuhada dan ketiganya adalah sahabat yang sangat dicintai Nabi SAW. Syuhadanya ketiga orang sahabat RA ini sangat membuat Nabi SAW sedih.

Kemudian Usamah bin Zaid RA, adalah seorang jendral termuda yang pernah diutus Nabi SAW sebelum Rasulullah SAW wafat. Penunjukkan Usamah RA ini sebagai komandan hampir saja menjadi perselisihan antara Abu Bakr RA dengan Umar RA. Umar RA berkata kepada Abu Bakr RA untuk menarik Usamah RA dari medan perang, tapi Abu Bakr RA tidak setuju dan mengatakan bagaimana mungkin dia berani membatalkan keputusan  atau perintah Nabi SAW?. Abdullah bin Umar RA bahkah pernah mengeluh kepada bapaknya Umar RA yang menjadi kalifah saat itu bahwa kenapa Umar RA memberi gaji Usamah bin Zaid RA lebih besar dari gajinya?. Umar RA mengatakan "karena Usamah RA lebih dicintai oleh Nabi SAW daripada kamu, dan karena bapaknya lebih dicintai Rasulullah SAW daripada bapakmu ini".

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode lain dari Siirah Rasulullah SAW. Semoga bermamfa'at, kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah. Tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut dan saya mohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.


Wallahu a'lamu bish-shawab.

Jumat, 08 April 2016

Membangun Kembali Ka'bah

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiin. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi  Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan pengikut Nabi Mihammad SAW – ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua selalu istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa' Allah pada hari ini kita lanjutkan topik Siirah Rasulullah SAW dengan epsiode Nabi Muhammad SAW membangun kembali Ka'bah bersama kaum Quraisy Makkah. Para ulama terdahulu menyebutkan peristiwa ini terjadi ketika Nabi SAW berusia sekitar 35 tahun atau setelah 10 tahun berumah tangga dengan Khadijah RA. Pembangunan Ka'bah ini kembali dilakukan karena telah terjadi dua peristiwa yang menyebabkan bangunan Ka'bah rusak berat atau mungkin runtuh.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa saat Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail datang pertama kali ke Makkah atau Bakkah, tidak ada satupun penduduk yang tinggal di lembah Bakkah tersebut (QS 14:37). Karena Allah SWT memberi sumur Zamzam kepada Siti Hajar dan Nabi Ismail AS maka bani Jurhum yaitu salah satu suku bangsa Arab Qahtani kebetulan minta izin tinggal menetap di Makkah kepada Siti Hajar. Setelah Nabi Ismail AS dewasa, Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS diperintahkan untuk membangun Ka'bah sebagai tempat ibadah penduduk Makkah saat itu (QS 3:96). Detailnya bisa dilihat didalam Hadits shahih Bukhari No. 3114.

Dari tahun ke tahun, dari zaman ke zaman bangunan Ka'bah ini mengalami kerusakan atau bahkan hancur atau runtuh baik karena alam maupun karena ulah manusia.  Kadang cukup dengan diperbaiki saja karena kerusakan kecil, tapi kalau kerusakan berat atau hancur maka perlu dibangun kembali. Tetapi setiap kali diperbaikin atau dibangun, tempat atau lokasinya tetap sama dari sejak dibanguan pertama kali oleh Nabi Ibrahi AS dan Nabi Ismail AS sampai sekarang ini. Tentu tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan kebutuhan atau peruntukan, seperti dizaman Jahiliyah sebelum Nabi Muhammad SAW datang, Ka'bah penuh dengan patung-patung. Begitu juga facilitas atau infrastruktur yang ada juga mengalami perubahan, seperti tempat tawaf saat ini bisa menampung puluhan atau ratusan ribu atau orang, tetapi di zaman Jahiliyah tempat tawaf hanya berupa jarak antara rumah penduduk dengan Ka'bah, yang hanya bisa dilewati belasan atau puluhan jama'ah saja. Jadi Ka'bah dikelilingi rumah penduduk dan jarak antara rumah penduduk dengan Ka'bah inilah tempat tawaf.

Disebutkan bahwa saat seorang ibu-ibu pedagang sedang memasak makanan, api menyambar kain penutup Ka'bah (kiswah) dan membakar Ka'bah. Tetapi kerusakan kebakaran ini tidak membuat Ka'bah runtuh. Kemudian belum sempat Ka'bah diperbaiki, terjadi banjir dan meruntuhkan bangunan Ka'bah. Seperti kita ketahui bahwa kota Makkah terletak di lembah – dataran rendah dibandingkan dengan bukit-bukit disekelilingnya. Bahkan sekarang saja kita sering mendengar Ka'bah kebanjiran kalau hujan besar di Makkah dan ada kerusakan pada system drainase atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Disamping versi di atas oleh Ibnu Ishaq, ada beberapa versi lagi tentang sebab perlunya Ka'bah dibangun kembali pada sa'at itu. Ada yang menyebutkan bahwa kebakarann terjadi dari dalam bangunan Ka'bah karena percikan api dari bokor atau tempat perapian pewangi ruangan seperti bokor menyan. Percikan api ini menyambar dan membakar kayu penyangga Ka'bah sehingga atap Ka'bah runtuh. Tapi ada juga yang berpendapat bahwa karena Ka'bah tidak beratap, pada saat banjir besar banyak patung-patung atau benda-benda berharga yang terdapat di dalam Ka'bah yang hanyut atau hilang bersama runtuhnya sebagian bangunan Ka'bah. Terlepas mana yang benar, Qadar Allah menentukan bahwa Ka'bah perlu dibangun kembali karena sebagian bangunan Ka'bah runtuh. Hal ini terjadi saat Nabi Muhammad SAW berumur seiktar 35 tahun atau sekitar 5 tahun sebelum Wahyu pertama turun. Jadi kaum Quraisy pada saat itu memutuskan untuk membangun kembali bangunan Ka'bah.

Qadar Allah saat terjadi banjir bandang tersebut, saat sebagian bangunan Ka'bah runtuh, ternyata ada kapal kargo yang berlayar dekat laut merah mengalami kerusakan diterjang badai sehingga harus berlabuh ke pelabuhan terdekat yaitu Juddah (nama Jeddah pada saat itu). Kapal kargo ini membawa atau bermuatan bahan-bahan atau material bangunan terbaik lengkap dengan para tukang dan ahli bangunan terbaik untuk membangun gereja milik kerajaan Romawi di Yaman. Allah SWT mempunyai rencana yang paling baik bagi material bangun yang paling baik, para tukang terbaik dan para ahli bangunan terbaik di dalam kapal kargo tersebut dengan menyelamatkan sampai ke pelabuhan Juddah.

Catatan bahwa semananjung Arab tidak memiliki bahan bangunan yang berkualitas seperti kayu besar, marmer, besi, kunci-kunci dan lain-lain. Sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa Arab juga tidak mempunyai arsitektur specifik yang merupakan ciri khas bangunan bangsa Arab. Bangsa Arab tidak memiliki ahli bangunan atau sekarang disebut arsitek. Kita tahu bahwa yang membangun Ka'bah adalah Nabi Ibrahim AS yang berasal dari Irak dan kita tahu peradaban Irak jauh lebih maju dalam hal bangunan ini.

Jadi ketika kapal kargo merapat di Juddah dan mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan ke Yaman, mereka memutuskan untuk melelang semua isi kargo yang berupa material bangunan yang berkualitas tinggi dan lengkap. Ketika kaum Quraisy mendengar tentang hal ini, mereka mengumpulkan semua kekayaan mereka dan berangkat ke Juddah untuk membeli bahan bangunan yang dibutuhkan beserta ahli bangunannya sekalian mereka sewa. Disebutkan bahwa saat kaum Quraisy mengumpulkan kekayaan mereka untuk memborong bahan bangunan berkualitas untuk membangun Ka'bah ini mereka dipesanlkan untuk hanya menyumbangkan atau mengumpulkan uang dari hasil kerja atau perdagangan yang halal saja. Mereka tidak mau menggunakan uang haram atau uang hasil kerja yang dilarang kerpercayaan bangsa Arab saat itu seperti uang hasil prostitusi, merampok dan lain-lain untuk membangun Baitullah (Ka'bah). Jadi kaum Quraisy memborong bahan bangunan tersebut dan membawanya ke Makkah lengkap dengan ahli bangunannya.

Bahan bangunan sudah ada, ahli bangunan juga sudah ada, tinggal sekarang meratakan atau meruntuhkan sisa-sisa bangunan Ka'bah yang sudah rusak dan tidak bisa dipakai lagi. Disebutkan bahwa sebelum meruntuhkan sisa bangunan Ka'bah, kaum Quraisy saling bertanya sesama mereka bagaimana mereka akan menghancurkan Baitullah (rumah Allah)? Apalagi setiap kali ada yang mendekati mendekati Ka'bah untuk meratakan sisa-sisa reruntuhannya, mereka mendengar desis ular dari sumur zamzam. Timbul perdebatan diantara kaum Quraisy, siapa yang harus melakukan pekerjaan meratakan sisa-sisa runtuhan Ka'bah ini. Masih terbayang pada fikiran sebagian besar kaum Quraisy dan sebagian lagi mendengar ceritanya bagaimana Allah SWT menghancurkan tentara Abrahah termasuk gajah yang hendak meruntuhkan Ka'bah.

Jadi sementara mereka berdebat, Qadar Allah ada burung-burung besar yang datang mengambil/memakan ular-ular dari sumur zamzam sehingga bersih sama sekali. Kaum Quraisy memahami isyarat ini sebagai tanda bagi mereka untuk boleh meratakan sisa-sisa reruntuhan Ka'bah. Tetapi mereka masih merasa ketakutan dan tidak ada yang berani memulainya, sampai akhirnya seorang pemuka masyarakat Makkah yaitu Al Walid bin Al-Mughira mengatakan biar saya akan melakukannya. Penduduk Makkah masih merasa takut, masih menunggu dan ingin melihat nasib apa yang akan terjadi pada Al Walid setelah meratakan sisa-sisa reruntuhkan Ka'bah.

Al Walid bin Al-Mudghira membawa palu dan peralatan yang dia miliki, dia mulai meruntuhkan sisa-sisa salah satu dinding Ka'bah. Tidak ada dari penduduk Makkah yang ikut membantu, mereka berfikir kalau Al Walid masih hidup malam ini, besoknya baru mereka akan ikut bergabung, jika terjadi sesuatu maka keputusan mereka tidak ikut sudah pas/cocok. Ternyata ke-esokan harinya Al Walid masih bangun, penduduk Makkah lainnya baru pada ikut meratakan sisa-sisa reruntuhan Ka'bah. Bahkan mereka berkata "ternyata Allah tidak marah kalau kita mencoba membantu membangun kembali Ka'bah ini".

Jadi penduduk Makkah membagi pembangunan Ka'bah kembali berdasarkan suku-suku besar kaum Quraisy pada saat itu menjadi empat kelompok. Setiap kelompok bertanggung jawab menyelesaikan satu sisi dinding Ka'bah. Bani Abdul Manaf yaitu suku terbesar dari kaum Quraisy dimana Bani Hasyim bagian dari suku ini dan Abdul Mutahlib adalah kepada suku ini, mendapat bagian dinding utama yaitu dari Hajar aswad ke hijir Ismail. Sedangkan Bani Makhzum, sukunya abu Jahal, mendapat dinding sebelum hajar aswad ke rukun Yamani. Sedangkan kedua dinding lainnya menjadi tanggung jawab dua suku yang lain.

Sebelumnya kita sudah pernah bahas bahwa Banu Abdul Manaf dan Bani Makhzum selalu saling berlomba. Begitu juga pada saat membangun Ka'bah ini kembali, kedua suku saling berlomba menyelesaikan bagian mereka sampai saat memasang batu hitam (hajar aswad) mereka berebut dan tidak ada yang mau mengalah. Kedua suku saling mengatakan bahwa merekalah yang paling berhak memasang hajar aswad dan suku-suku lain juga ikut mempertanyakan kenapa suku kalian saja yang mendapat kesempatan, mereka juga perlu diberi kesempatan untuk memasang hajar aswad. Sampai-sampai situasi mulai memanas sehingga diputuskan pembangunan Ka'bah dihentikan untuk sementara waktu.

Pembangunan kembali Ka'bah terhenti untuk menentukan siapa yang paling berhak memasang hajar aswad kembali ketempatnya. Disebutkan bahwa pembangunan terhenti sampai lima (5) hari. Masing-masing suku mencoba melobi suku-suku lain untuk memberi dukungan kepada suku mereka saja. Bahkan suku Bani Makhzum melakukan perjanjian darah (cap tangan dengan darah) secara diam-diam dengan suku-suku lain bahwa mereka akan bertempur sampai mati untuk mendapatkan hak menempatkan kembali hajar aswad kepada tempatnya. Untung ada Abu Umair bin Mughirah, orang tertua di Makkah saat itu. Dia mengumpulkan para pemuka masyarakat Quraisy dan mengatakan tidak boleh ada pertumpahan darah sesama kaum Quraisy, dia mengusulkan siapa yang datang pagi-pagi besok paling awal ke Ka'bah maka dialah yang berhak memasang hajar aswad kembali kepada tempatnya. Semua pemuka masyarakat (kepala-kepala suku)  setuju dengan usulan Abu Umair bin Mughirah.

Qadar Allah, Nabi Muhammad SAW lah yang datang pagi-pagi sekali ke Ka'bah. Semua suku malah bergembira dan berfikir bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling menyukai suku mereka, pasti suku merekalah yang mendapat kesempatan untuk menempatkan kembali hajar aswad ketempatnya. Bahkan Bani Makhzum yang selalu berlomba dengan Banu Abdul Manaf pun merasa bahwa Nabi Muhammad SAW bakal memilih mereka untuk memasang hajar aswad kembali. Jadi semua suku merasa gembira dan menunggu keputusan dari Nabi SAW. Kita (ummat Islam) mengetahui dengan jelas bahwa kemudian Nabi Muhammad SAW meminta selembar kain dan masing ujung kain dipegang oleh wakil dari suku-suku, dengan kain tersebut bersama-sama mengangkat batu hitam (hajar aswad) ketempatnya.

Pembangunan kembali Ka'bah telah selesai, tetapi ada beberapa perubahan dibandingkan bangunan yang dibuat oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Berdasarkan material yang ada, kaum Quraisy disamping membangun Ka'bah menjadi bangunan permanen – tidak menggunakan material yang mudah terbakar, mereka juga merubah struktur Ka'bah. Allah SWT berkehendak perubahan tersebut langgeng sampai sekarang ini atau menjadi perubahan permanent, diantara perubahan tersebut adalah:
1.    Bangunan Ka'bah yang dibangun kaum Quraisy ini berbentuk bujur sangkar bukan empat persegi panjang seperti yang dibangun oleh Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS. Jadi mereka menyisakan bangunan Ka'bah di bagian utara yang kemudian disebut Al-Hijir atau Al-Hathim.
2.    Tinggi Ka'bah dua kali lipat dari tinggi sebelumnya.
3.    Pintu Ka'bah menjadi satu saja yang tadinya ada dua, masing-masing untuk masuk dan untuk keluar. Kemudian pintu diletakan ditengah dinding dan jauh dari permukaan tanah sehingga butuh tangga khusus untuk masuk melewati pintu tersebut.
4.    Menambahkan talang air di bagian atap Ka'bah untuk mencegah bergenangnya air di atas Ka'bah.

Dua puluh tahun kemudian ketika Rasulullah Muhammad SAW menaklukan Makkah berkata kepada Aishah RA seperti disebutkan dalam Hadits riwayat syahih Bukhari No. 1480, syahih Muslim No. 2368 dan lain-lain.
Rasulullah SAW berkata: Tidakkah kamu tahu bahwa kaummu ketika membangun Ka'bah mereka menggesernya dari pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam?. Aku berkata: Wahai Rasulullah, mengapa anda tidak mengembalikannya ke posisi yang dibuat Nabi Ibrahim Aalaihissalam?. Beliau SAW menjawab: Seandainya tidak mempertimbangkan masa-masa kaummu yang masih dekat dengan kekufuran tentu aku sudah melakukannya.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode lain dari Siirah Rasulullah SAW. Semoga bermamfa'at, kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah. Tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut dan saya mohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.


Wallahu a'lamu bish-shawab.

Jumat, 01 April 2016

Ikhtilaf umur Khadijah RA

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiin. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua selalu istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa' Allah hari ini kita lanjutkan topik Siirah Rasulullah SAW mengenai perbedaan pendapat tentang umur Khadijah RA saat menikah dengan Rasulullah Muhammad SAW. Sebelumnya telah kita bahas mengenai pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Khadijah RA. Di dalam salah satu buku siirah disebutkan bahwa Halimah RA yang merawat Beliau sampai umur 4 tahun juga datang pada hari pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah RA. Ketika Halimah RA hendak pulang, Khadijah RA memberi hadiah yang banyak kepada Halimah RA berupa 40 puluh ekor hewan ternak (domba).

Khadijah RA melahirkan semua anak-anak Rasulullah SAW kecuali Ibrahim dari Maria binti Sama'un. Anak keturunan Nabi SAW dari Khadijah RA semuanya 6 (enam) orang yaitu, Al-Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fathimah dan 'Abdullah. Khadijah RA dari suminya terdahulu (yang pertama) juga memiliki seorang anak laki-laki yaitu Hala. Hala masuk Islam dan hidup mulia bersama Rasulullah SAW. Semua anak kandung Nabi SAW dari Khadijah RA lahir sebelum wahyu pertama turun. Sedangkan Ibrahim anak kandung Nabi SAW dari Maria binti Sama'un lahir kurang dari 2 tahun sebelum Nabi SAW wafat.

Berapa umur Khadijah RA saat menikah dengan Nabi SAW? Pertanyaan ini bukan baru-baru saja bahkan di zaman tabi'in pun sudah ada. Sebenarnya bagi ummat Islam tidak ada masalah berapapun umur Khadijah SAW saat menikah dengan Rasulullah Muhammad SAW karena para ulama terdahulu juga tidak mempermasalahkan atau dapat menerima perbedaan pendapat mengenai umur ummul mukminin sayyidah Khadijah binti Khuwailid RA. Pengetahuan ini penting buat kita pelajari untuk tetap menjaga ukhwah (persatuan atau persaudaraan) antar ummat Islam dan untuk membela Nabi SAW dari kritikan negatif dari kaum kafir.

Pendapat yang termasyhur adalah bahwa saat menikah dengan Nabi Muhammad SAW, Khadijah RA berumur 40 (empat puluh) tahun dan berumur 65 tahun saat meninggal. Jadi Nabi SAW berumah tangga dengan Khadijah RA selama 25 tahun. Pendapat ini berdasarkan opini dari seorang sejarawan Islam klasik Al-Waaqidi. Pendapat inilah yang umum dikenal oleh kebanyakan ummat Islam. Padahal, secara akademis ada dua poin yang sangat penting bahwa pendapat ini sangat bermasalah:

1. Al Waaqidi bukan ilmuwan yang mempunyai reputasi ilmiah seperti Ibnu Katsir, Baihaqi, Ibnu Hisyam, Ibnu Ishaq dan lain-lain meskipun Al-Waaqidi memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang al-maghazi (ekspedisi perang) Rasulullah SAW.
2. Al-Waaqidi dinilai matruk (riwayatnya ditolak, ditinggalkan) oleh para perawi dan ahli hadits. Matruk sendiri statusnya di bawah derajat dhaif (lemah).  
Telah kita sebutkan di atas bahwa para ulama berbeda pendapat tentang umur Khadijah RA saat menikah dengan Rasulullah SAW. Ada yang berpendapat bahwa Khadijah RA berumur 40 tahun, ada yang berpendapat 35 tahun, ada yang berpendapat 28 tahun dan bahkan ada yang berpendapat bahw umur Khadijah RA sama dengan Nabi SAW yaitu 25 tahun. Begitu juga dengan kapan Khadijah meninggal juga terjadi perbedaan pendapat, ada yang bilang pada usia 65 tahun, ada yang berpendapat tidak sampai 60 tahun dan ada yang berpendapat 50 tahunan. Jadi banyak sekali kemungkinan atau ikhtilaf atau perbedaan pendapat para ulama. Tetapi para ulama sepakat tentang beberapa hal berikut:

1. Nabi Muhammad SAW berumur 25 tahun saat menikah dengan Khadijah RA.
2. Nabi Muhammad SAW berumah tangga selama 25 tahun dengan Khadijah RA.
3. Nabi Muhammad SAW mempunyai 6 (enam) orang anak-anak dari Khadijah RA.

Sebelumnya sudah kita bahas bahwa bangsa Arab sama sekali tidak mengenal kalender atau tanggalan sampai zaman Khalifah Umar bin Khatab RA, dimana Kalender Hijriah baru digunakan dan bangsa Arab secara khusus dan ummat Islam umumnya mengenal kalender atau tanggalan. Jadi tidak (belum) ada yang punya ingatan untuk mencatat peristiwa-peristiwa pribadi seperti kelahiran, kematiaan, perkawinan dan lain-lain. Bahkan peristiwa-peristiwa besar yang disaksikan mayoritas (sebagian besar) penduduk digunakan untuk menentukan atau dijadikan reference dari suatu rentang waktu tertentu. Seperti sudah kita ketahui bahwa para Sahabat RA hanya mengetahui Nabi Muhammad SAW lahir di tahun Gajah yaitu tahun dimana pasukan bergajah Abrahah mencoba menyerang Ka'bah. Begitu juga dengan umur Khadijah RA ini, tidak ada yang tahu secara pasti selain mencoba menghitung balik berdasarkan informasi-informasi yang disepakati bersama. Kita (ummat Islam) tidak pernah mendengar/mengetahui ada peristiwa besar saat Khadijah RA lahir, lagi pula siapa yang tahu bahwa Khadijah RA bakal menjadi istri Rasulullah SAW nantinya.

Kita juga tahu bahwa ummat manusia yang hidup di zaman dahalu dan dengan kehidupan yang keras adalah orang-orang yang cepat dewasa dan dapat mengambil tanggung jawab pada usia relatif lebih muda jika dibandingkan dengan orang-orang yang hidup di zaman sekarang dan hidup puritan serba berkecukupan. Sudah merupakan kebiasaan bangsa Arab untuk kawin muda, seperti halnya Abdullah dan Aminah yang menikah pada umur 20/18 tahun. Tetapi Nabi Muhammad SAW menikah telat pada umur 25 tahun. Sampai usia 25 tahun, Beliau SAW hidup suci membujang - bertentangan dengan kebiasaan masyarakat di sekelilingnya. Nabi Muhammad SAW bukannya tinggal atau hidup dalam berkecukupan dan dari masyarakat puritan, tetapi Beliau SAW hidup dalam masyarakat Jahiliyah yang penuh dengan kejahatan dan kebodohan. Masyarakat dimana seseorang bebas untuk memiliki hubungan seksual secara bebas, tanpa nikah dan tanpa beban sosial. Jadi meskipun Khadijah RA sudah menikah 2 (dua) kali – mungkin pada usia relatif muda seperti kebiasaan bangsa Arab pada saat itu - bisa saja umur Khadijah RA tidak berbeda jauh pada saat menikah dengan Nabi Muhammad SAW.

Al-Baihaqi menyebutkan pendapat yang mengatakan bahwa umur Khadijah RA saat meninggal sekitar 50 tahunan itulah yang lebih kuat. Kemudian Ibnu Katsir dan Ibnu Ishaq mengatakan bahwa pendapat dari Ibnu Abbas RA, bahwa umur Khadijah RA 28 tahun yang lebih kuat. Namun Al-Hakim mengatakan umur Khadijah RA saat menikah dengan Nabi Muhammad SAW adalah 25 tahun. Jadi umur Khadijah RA saat menikah dengan Nabi Muhammad SAW tidak terpaut jauh yaitu berumur antara 25-28 tahun. Pendapat ini tampak lebih valid karena dua alasan berikut: 

1. Para ulama seperti Ibnu Ishaq, Al-Baihaqi, Ibnu Katsir dan Al-Hakim mempunyai kualitas keilmuan yang sudah diakui dan mempunyai banyak karya ilmiah yang sudah dipublikasikan. Para ulama ini mempunyai reputasi yang baik dan diterima banyak kalangan.

2. Nabi Muhammad SAW dengan Khadijah RA sedikitnya memiliki 6 (enam) orang anak atau mungkin lebih. Secara umum berdasarkan ilmu pengetahuuan bahwa seorang wanita dengan umur 40 tahun tidak mungkin bisa melahirkan anak 6 kali (orang) karena kebanyakan wanita pada umur seperti itu sudah mulai monopause – sudah tidak reproduksi lagi - kecuali kalau mempunyai anak-anak yang lahir kembar. Tetapi kita (ummat Islam) mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW dengan Khadijah RA sama sekali tidak mempunyai anak-anak kembar. Kita (ummat Islam) juga tidak pernah mendengar ada pengecualian kepada Khadijah RA bahwa bisa melahirkan pada umur yang secara umum sudah monopause, seperti kisah-kisah istri para Nabi yang terdahulu. Tetapi untuk wanita dengan umur 25-28 tahun, kemungkinan mempunyai atau melahirkan 6 (enam) atau lebih orang anak secara normal sangat besar sekali. Seperti kita ketahui bahwa para ulama sepakat bahwa rumah tangga Nabi SAW dengan Khadijah RA berlangsung selama 25 tahun dimana semua anak-anak Beliau SAW lahir sebelum wahyu pertama turun atau anak bungsu/terakhir Nabi SAW dari Khadijah RA lahir kurang lebih sekitar belasan tahun sebelum Khadijah wafat. Jadi Khadijah RA melahirkan 6 (enam) orang anak-anak Rasulullah SAW dalam kurun waktu 10 tahun atau lebih setelah pernikahan sangat wajar dan dapat diterima.

Terlepas dari kontroversi atau perbedaan pendapat atau ikhtilaf umur Khadijah RA, sudah merupakan taqdir Allah SWT bahwa Nabi Muhammad SAW menikah dengan Khadijah RA. Khadijah RA adalah istri Nabi SAW yang paling dicintai. Selama menikah dengan Khadijah RA, Nabi SAW tidak pernah menikah lagi (berpoligami) seperti kebiasaan bangsa Arab pada saat itu. Khadijah RA adalah seorang wanita yang luar biasa, terpandang/terkenal, mulia, dan cerdas kata Ibnu Ishaq. Khadijah RA cepat tanggap dan mempunyai pandangan atau karakter positif sehingga Nabi Muhammad SAW dapat bergantung pada dirinya secara emosional, mengandalkan saran dan dukungannya. Seorang istri yang dicari suami dikala susah dan senang, dimana suami merasakan kenyaman didekatnya. Ketika Khadijah RA meninggal, Nabi merasakan kekosongan dan tidak ada wanita yang pernah mampu mengisi tempat Khadijah RA di hati Nabi SAW. Bahkan setelah Khadijah RA wafat dan Nabi SAW mempunyai berberapa orang istri dikemudian hari, Nabi SAW masih saja memuji-muji Khadijah RA sehingga membuat cemburu istri-istri Beliau SAW.

Dalam sebuah hadits riwayat Musnad Ahmad No. 23719 bahwa Aisyah RA berkata; Apabila Nabi SAW mengingat Khadijah RA, Beliau SAW selalu memujinya dengan pujian yang bagus. Maka pada suatu hari saya merasa cemburu hingga saya berkata kepada Beliau SAW; 'Alangkah sering Baginda mengingat wanita yang ujung bibirnya telah memerah (maksudnya tua), padahal Allah telah menggantikan untuk Baginda yang lebih baik darinya.' Serta merta Rasulullah bersabda: "Allah Azza waJalla tidak pernah mengganti untukku yang lebih baik darinya, dia adalah wanita yang beriman kepadaku di saat manusia kafir kepadaku, dan ia membenarkanku di saat manusia mendustakan diriku, dan ia juga menopangku dengan hartanya di saat manusia menutup diri mereka dariku, dan Allah Azza waJalla telah mengaruniakan anak kepadaku dengannya ketika Allah tidak mengaruniakan anak kepadaku dengan istri-istri yang lain."

Para ulama mencoba menyebutkan beberapa hikhmah dari Khadijah RA, diantara adalah sebagaoi berikut:

1. Khadijah RA adalah orang pertama beriman kepada Nabi SAW meskipun perintah untuk berdakwah – mengajak kepada Islam belum ada. Khadijah RA sama sekali tidak menolak apalagi mendustakan Rasulullah SAW seperti disebutkan dalam hadits Musnad Amad No, 23719 di atas.

2. Khadijah RA menghibur Nabi SAW pada hari Wahyu pertama datang Nabi SAW pulang ke rumah. Dalam Hadits riwayat syahih Muslim No. 231, musnad Ahmad No. 2 dan lain-lain disebutkan bahwa setelah kejadian itu (turunannya Wahyu pertama) Beliau SAW pulang dalam keadaan ketakutan hingga menemui Khadijah RA, seraya Beliau SAW berkata: 'Selimutilah aku! Selimutilah aku.' Lalu Khadijah RA memberi Beliau SAW selimut hingga hilang rasa gementar dari diri Beliau SAW. Beliau SAW kemudian bersabda kepada Khadijah RA: 'Wahai Khadijah! Apakah yang telah terjadi kepadaku? ' Beliau SAW pun menceritakan seluruh peristiwa yang telah terjadi. Beliau SAW bersabda lagi: 'Aku benar-benar khawatir pada diriku.' Khadijah RA terus menghibur Beliau SAW dengan berkata, 'Janganlah begitu, bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu, selama-lamanya. Demi Allah! Sesungguhnya, kamu telah menyambung tali persaudaraan, berbicara jujur, memikul beban orang lain, suka mengusahakan sesuatu yang tidak ada, menjamu tamu dan sentiasa membela faktor-faktor kebenaran.'  

3. Khadijah RA cepat tanggap dan mempunyai wawasan yang luas. Khadijah RA mengambil initiatif menanyakan peristiwa wahyu pertama ini kepada Waraqah bin Naufal. Dalam hadits yang sama bahwa setelah menghibur Nabi SAW, Khadijah RA beranjak seketika menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, sepupu Khadijah RA. Dia pernah menjadi Nashrani pada zaman Jahiliyah. Dia suka menulis dengan tulisan Arab dan cukup banyak menulis kitab Injil dalam tulisan Arab. Ketika itu dia telah tua dan buta. Khadijah RA berkata kepadanya, 'Paman! (Paman adalah panggilan yang biasa digunakan oleh bangsa Arab bagi sepupu dan sebagainya karena menghormati mereka atas dasar lebih tua) Dengarlah cerita anak saudaramu ini.' Waraqah bin Naufal berkata, 'Wahai anak saudaraku! Apakah yang telah terjadi? ' maka Rasulullah SAW menceritakan semua peristiwa yang beliau telah alami. Mendengar peristiwa itu, Waraqah berkata, 'Ini adalah undang-undang yang dahulu pernah diturunkan kepada Nabi Musa AS. Alangkah baik seandainya aku masih muda di saat-saat kamu dibangkitkan menjadi Nabi. Juga alangkah baik kiranya aku masih hidup di saat-saat kamu diusir oleh kaummu.' Lalu Rasulullah SAW menegaskan: 'Apakah mereka akan mengusirku? ' Waraqah menjawab, Ya, tidaklah setiap Nabi yang bangkit membawa tugas sepertimu, melainkan pasti akan dimusuhi. Seandainya aku masih hidup di zamanmu, niscaya aku akan tetap menolong dan membelamu'.

4. Khadijah RA lah satu-satu istri Nabi SAW yang mendapat salam dari Allah SWT. Ketika Jibril AS mendatangi Nabi SAW, Khadijah RA datang untuk menyuguhi tetapi Jibril AS mengetahui rencana Khadijah RA tersebut dan memberitahu Nabi SAW. Hal ini terdapat dalam hadits riwayat syahih Bukhari No. 3536, syahih Muslim No. 4460 dan lain lain bahwa Malaikat Jibril AS mendatangi Nabi SAW lalu berkata; Wahai Rasulullah, Ini Khadijah RA, datang membawa bejana berisi lauk pauk atau makanan atau minuman. Bila nanti dia sudah menjumpaimu, sampaikan salam dari Rabb-Nya dan dariku dan berilah kabar gembira kepadanya dengan rumah di surga yang terbuat dari mutiara yang isinya tidak ada suara hiruk pikuk dan kelelahan. 

Masih banyak lagi hikhmah dari Khadijah RA, tetapi kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut dengan peristiwa Nabi Muhammad SAW membangun kembali Ka'bah. Semoga bermamfa'at, kalau ada salah, itu berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah. Tolong dikoreksi kesalahan tersebut dan saya mohon ampun kepada Allah atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.


Wallahu a'lamu bish-shawab.