Jumat, 25 Maret 2016

Menikah dengan Khadijah RA

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Alhamdulillahi Rabb al’aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni’mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi’in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita akan lanjutkan topik Siirah Rasulullah dengan episode Rasulullah SAW menikah dengan Khadijah RA. Sebagaimana sudah kita ketahui bahwa Nabi Muhammad SAW bekerja sebagai gembala seperti para Nabi sebelum Beliau. Dalam hadits shahih Bhukhari No. 2102 dan Sunan Ibnu Majah No. 2140 bahkan Beliau mengatakan "Aku adalah seorang penggembala kambing bagi penduduk Mekkah dengan upah beberapa qirath." Maksudnya adalah setiap satu kambing dengan upah satu qirath. Jadi Beliau disamping mengembala ternak milik paman Beliau, Nabi SAW juga mengembalakan kepunyaan penduduk Makkah lainnya yang membutuhkan tenaga Beliau. Kebetulan kakak perempuan Khadijah RA memiliki kawanan hewan ternak yang membutuhkan jasa untuk untuk mengurus dan membawa hewan ternak merumput di luar Makkah. Dia mempekerjakan dua orang, yaitu Nabi SAW dan seorang pemuda lain.

Setelah selesai penggembalaan mereka harus kembali ke kota (Makkah) untuk mengambil upah. Pria muda bersama Nabi SAW mengajak Nabi SAW kembali dan meminta upah kepada kakak perempuan Khadijah RA. Tapi Nabi SAW merasa sungkan dan malu berhadapan dengan perempuan dan meminta pemuda itu pergi sendiri atas nama Beliau. Jadi pemuda itu datang sendiri kepada kakak perempuan Khadijah RA yang kebetulan pada saat itu Khadijah RA sedang berada di rumah kakak perempuaanya tersebut. Kakak perempuan Khadijah RA merasa heran ketika melihat pemuda itu sendiriaan karena dia menyewa dua orang, dia bertanya kepada pemuda itu kenapa dia sendirian dan mana Muhammad (SAW)? Pemuda mengatakan bahwa Muhammad (SAW) terlalu malu untuk datang dan meminta upahnya kepadanya. Kakak Khadijah RA mengatakan kepada adiknya bahwa dia belum melihat adanya orang yang lebih pemalu, tulus, suci dan mulia dalam berinteraksi denganya (perempuan) seperti Muhammad (SAW). Disebutkan bahwa ini adalah pertama kalinya Khadijah RA mendengar tentang Nabi Muhammad SAW sedemikian rupa dan sangat berkesan dihatinya.

Khadijah RA adalah seorang pedagang (business women) yang terkenal dan kaya raya. Khadijah RA pernah menikah dua kali dan suaminya yang kedua adalah pedagang besar, sukses yang kaya raya. Khadijah RA memiliki anak dari suami yang pertama tetapi tidak memiliki anak dari suami yang kedua. Qadar Allah, karena suami kedua Khadijah RA tidak memiliki sanak keluarga lain dan juga tidak mempunyai keturunan maka Khadijah RA mewarisi semua kekayaan suami yang kedua ini. Jadi selama ini Khadijah RA terus berinvestasi dengan cara bagi hasil dengan pihak lain. Khadijah RA memesan beberapa barang yang yang dibeli di Yaman atau di Busra – Syam (Syiria sekarang, kemudian menjualnya di Makkah atau mengirim dan menjaualnya di Syam atau Yaman, li-iilaafi Quraisyi (kebiasaan kaum Quraisy). Karena Khadijah RA adalah seorang perempuan maka dia tidak leluasa pergi sendiri sehingga ia harus menyewa seorang pengusaha dengan bagi hasil, misalnya 30% buat orang tersebut dan 70% buat Khadijah RA. Tentu saja karena bukan Khadijah RA sendiri yang pergi ke Syam dan Yaman tetapi dia bergantung pada orang uapahan, maka keuntungan yang dia peroleh tidak seperti yang dia harapkan, tergantung kepada sifat orang upahan tersebut, apakah jujur atau tidak.

Jadi ketika Khadijah RA mendengar kakaknya memuji Nabi Muhammad SAW sedemikian rupa dan sungguh sangat berkesan dihati Khadijah RA, dia berfikir untuk menghired Nabi Muhammad SAW untuk berkongsi dagang. Meskipun Nabi SAW hanya mempunyai pengalaman sebagai seorang gembala dan bukan seorang pengusaha bahkan tidak punya pengalaman berdagang sama sekali, tetapi karena kejujurannya, maka Khadijah RA memutuskan untuk menunjuk Nabi Muhammad SAW sebagai kafilah dagangnya. Khadijah RA menaruh kepercayaan kepada pemuda (pada saat itu Nabi SAW berusia sekitar 24/25 tahun) yang dipuji kakaknya sebagai seorang yang jujur, baik dan bersikap menghargai kepada perempuan.

Jadi Khadijah RA mengirim pembantunya dan menyampaikan pesannya kepada Nabi SAW, meminta Beliau untuk mengurus kafilah dagang Khadijah RA. Nabi SAW sebagai seorang pemuda dewasa tentu saja bisa langsung memutuskan tawaran Khadijah RA, tetapi Beliau pergi menemui dan meminta pendapat paman Beliau, Abu Thalib. Ini menunjukkan kepada kita bahwa Nabi SAW adalah seorang pemuda yang sangat berbakti dan menghormati paman Beliau. Tentu saja Abu Thalib sangat senang dan mengatakan bahwa Allah memberkati Nabi Muhammad SAW dengan kesempatan langka yang ditawari Khadijah RA - perempuan pengusaha terkaya di Makkah. Abu Thalib mengatakan kepada Nabi SAW untuk tidak menolak atau mengatakan tidak peada tawaran Khadijah RA ini. Nabi SAW menyampikan kesanggupan Beliau melalui pembantu Khadijah RA tersebut. Khadijah RA bahkan setuju untuk memberikan Nabi SAW 50% dari keuntungan sebagai insentif. Khadijah RA juga memberikan salah satu pembantunya untuk membantu Nabi SAW membawa kafilah dagang Khadijah RA.

Jadi Khadijah RA mengirim pelayannya Maisarah dengan Nabi SAW pada kafilah dagang Khadijah RA ke Syam. Selama perjalanan dan berinteraksi dengan Nabi SAW, dia (Maisarah) mendapati betapa sempurnanya pribadi Nabi Muhammad SAW. Ketika mereka kembali ke Makkah, Maisarah mengatakan kepada Khadijah RA bahwa Nabi Muhammad SAW seorang yang baik, sopan, santun, jujur, berwawasan (bisa berfikir), tulus dan orang yang shaleh. Apalagi ketika Khadijah RA memperhatikan bahwa meskipun bagian Khadijah RA sama dengan  Nabi SAW yaitu 50%, tetapi dia mendapatkan keuntungan jauh lebih banyak (dua tau tiga kali) dari 70% keuntungan jika berkongsi dengan orang lain. Hal ini tentu saja bisa difahami bahwa disamping Beliau bersikap jujur, Allah SWT berkehendak memberkati Nabi Muhammad SAW sama seperti ketika Nabi SAW masih anak-anak bersama Halimah RA – apapun yang Beliau kerjakan mendapat Baraqah dari Allah SWT.

Catatan pinggir bahwa bisnis atau berdagang adalah salah satu cara dimana Allah SWT menyediakan rezeki bagi ummat manusia, begitu juga bagi Nabi Muhammad SAW terutama sebelum masa kenabian. Dalam Hadits Sunan Tirmidzi No. 1130, Sunan Ibnu Majah No. 2130 dan Sunan Darimi No. 2427 bahwa Nabi Muhammad SAW berkata: "Seorang pengusaha atau pedagang Muslim yang dapat dipercaya dan jujur, maka dia akan dibangkitkan di antara para Nabi, orang-orang yang jujur (shiddiqun), dan para syuhada." Dalam pernyataan tegas ini Nabi mengajarkan pada kita bahwa untuk melakukan bisnis dengan cara yang jujur dan dapat dipercaya adalah sesuatu yang sulit, karenanya pedagang Muslim yang bisa melakukannya (jujur dan dapat dipercaya) dibangkitkan diantara para Nabi, shiddiqun dan syuhada.

Keadaan dimana Khadijah RA mulai mengagumi Nabi Muhammad SAW menunjukkan kepada kita pentingnya karakter yang baik dan karakter ini mempengaruhi pada orang di sekitarnya. Secara khusus kita dapat menarik pelajaran bahwa kepercayaan dan kejujuran adalah dua kualitas yang paling penting dari seorang pengusaha atau pedagang sukses. Karakter ini adalah dua kualitas yang membuat Khadijah RA meminta kepada Nabi SAW untuk melakukan bisnis atas nama dirinya. Sebab kedua karakter ini, jujur dan dapat dipercaya, Allah SWT membuka banyak pintu kebaikan bagi Nabi Muhammad SAW.

Jadi kafilah Khadijah RA yang dipimpin oleh Nabi SAW kembali ke Makkah dengan membawa sukses keuntungan yang besar. Ini dengan sendirinya meningkatkan kepercayaan dan emosi Khadijah RA terhadap Nabi Muhammad SAW. Tentu saja tidak ada yang salah dengan perasaan Khadijah RA tersebut mengingat Nabi Muhammad SAW adalah seorang pria muda, tampan dan dari keluarga yang terhormat (Bani Quraisy). Waktu pertama kali Khadijah RA mendengar Nabi SAW dipuji oleh kakak perempuannya, sudah membuat Khadijah RA terkesan. Apalagi dengan bukti yang dilihatnya sendiri, semakin menambah keinginan Khadijah RA untuk mengakhiri masa menjadanya. Khadijah RA menyampaikan keinginannya tersebut kepada seorang teman yang lebih berumur darinya yaitu Nafisah bahwa dia ingin Nafisah mencari tahu jika Nabi Muhammad SAW mau menikah kepada perempuan seperti Khadijah RA.

Singkat cerita, Nafisah melakukan tugasnya dengan baik dan mendapat kesempatan berunding langsung dengan Nabi SAW. Nafisah bertanya kepada Nabi SAW mengapa Nabi belum juga menikah? Nabi SAW karena merasa sudah menjadi yatim piatu sejak dari kecil, mengatakan bahwa siapa yang mau menikah dengan yatim piatu seperti Beliau. Nafisah langsung mejalankan misinya dan mengatakan bagaimana kalau ada perempuan yang mau menikah dengan dengan Nabi SAW, serperti Khadijah RA. Nabi SAW tidak menolak tetapi juga tidak menyetujui secara langsung, yaitu dengan mengatakan mengapa Khadijah RA mau dengan Nabi SAW.

Nafisah kembali kepada Khadijah RA dan menyampaikan khabar gembira ini. Nafisah kemudian menghubungi keluarga Nabi SAW yaitu Abu Thalib dan menyampaikan bahwa Nabi SAW dan Khadijah RA adalah pasangan yang cocok dan tidak ada ‘halangan’ jika keduanya menikah. Tentu saja Nabi SAW dan Abu Thalib bergembira dan menyetujui berita dari Nafisah ini. Khadijah RA meskipun sudah pernah menikah dua kali, tetapi merupakan seorang perempuan yang sukses, baik dan dermawan. Khadijah RA disamping pedagang yang suskes dan kaya juga terkenal dengan kedermawanannya. Khadijah RA terkenal dermawan karena sering membantu fakir miskin, janda-janda tua dan anak-anak yatim piatu.

Ibnu Ishaq (pengarang buku Siirah, abad ke-2 Hijrah) mengatakan pernikahan antara Nabi Muhammad SAW dengan Khadijah RA terjadi sekitar 3 bulan setelah Beliau kembali dari Syam. Abu Thalib dan Nabi Muhammad SAW datang menemui keluarga Khadijah RA yaitu pamannya, Amr ibn ‘Assad untuk melamar Khadijah RA. Paman Khadijah RA yaitu Amr ibn Assad merupakan wali nikah Khadijah RA karena bapak Khadijah RA sudah meninggal. Abu Thalib dalam pidato nikah Nabi SAW yang tercatat dalam buku-buku siirah menyebutkan bahwa Abu Thalib mulai pidatonya dengan memuji Allah, kemudian berbicara tentang garis keturunan dan kebanggaan (keberhasilan) dari kaum Quraisy, bahwa bani Quraisy adalah penjaga dari tempat suci Ka'bah dan melayani tamu-tamu Allah, yaitu jema’ah Hajji yang datang ke Makkah. Kemudian Abu Thalib mengatakan bahwa "keponakan saya adalah orang yang tidak ada bandingannya dengan pria muda lainnya, Beliau SAW sopan santun, keturunan bangsawan Quraisy dan melamar putri anda yang mulia (Khadijah RA) dengan mahar 12 ookiya. (nugget perak - jumlah yang sederhana yaitu sekitar $ 400)". Dalam versi lain disebutkan Hamzah RA yang melamar Khadijah RA untuk Nabi SAW dengan mahar 20 ekor unta. Terlepas versi mana yang benar, paman Khadijah RA yaitu Amr ibn ‘Assad berdiri dan berkata "kami tidak bisa menolak dan kami menerima lamaran ini".

Cukup sekian, insyaa Allah minggu depan akan kita bahas kontroversi umur Khadijah RA saat menikah dengan Nabi Muhammad SAW. Semoga bermamfa'at, kalau ada salah, itu berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah. Tolong dikoreksi kesalahan tersebut dan saya mohon ampun kepada Allah atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.


Wallahu a'lamu bish-shawab.

Jumat, 18 Maret 2016

Masa Muda Nabi Muhammad SAW

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Alhamdulillah wasyukurillah 'alaa ni'matillah. Puji dan syukur kita ucapkan kepada Allah atas segala ni'mat yang diberikan kepada kita semua. Salawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi dan Rasul yang mulia, Nabi Muhammad SAW berserta keluarga Beliau, kepada para Sahabat RA, kepada para tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang zaman dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al-'aalamiin.

Pada sharing kita sebelumnya telah kita bicarakan masa kecil Nabi Muhammad SAW dimana Beliau sudah menjadi yatim sejak dalam kandungan, kemudian pada umur 6 tahun menjadi yatim piatu dan pada ummur 8 tahun, kakek Beliau juga meninggal dunia sehingga Beliau tinggal bersama paman Beliau Abu Thalib. Tahap berikutnya dari siirah Nabi Muhammad SAW adalah ketika Beliau masih muda, sekitar 14/15 sampai Beliau menikah dengan Khadijah.

Sebagaimana juga telah kita singgung sebelumnya bahwa pada umur 11/12 tahun beliau ikut berdagang dengan paman Beliau ke Syam dimana orang kafir menuduh Nabi Muhammad SAW bertemu dengan rahib, biksu atau pendeta Buhayra. Orang kafir mencoba menggiring opini bahwa Nabi Muhammad SAW belajar injil kepada pendeta kristen karena orang kafir tidak bisa mengerti kenapa Nabi Muhammad SAW bisa memahami ajaran atau kisah para Nabi sebelumnya  bahkan lebih komplit dan lebih benar dari versi orang kafir sendiri. 

Tapi semua tuduhan orang kafir tersebut adalah bohong. Firman Allah SWT bahwa kamu (Muhammad SAW) tidak pernah membaca sebuah kitab suci pun sebelum Al-Qur'an, dan juga tidak pernah menulis dengan tangan kananmu. Seandainya kamu termasuk orang-orang yang membaca dan menulis, niscaya para pengikut kebatilan itu akan ragu bahwa Al-Qur'ân datang dari sisi Allah. (QS 29:48Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS 15:9).

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kita (ummat Islam) mempunyai informasi tentang masa muda Nabi SAW sangat sedikit. Saat itu belum/tidak ada literatur/buku di Mekah dan jumlah penduduk madih sedikit dan jarang. Kebiasaan orang Arab pada saat itu adalah bercerita turun temurun terhadap silsilah dan peristiwa-peristiwa besar saja, bahkan sampai beberapa puluh tahun kemudian. Bangsa Arab mulai mencatat dan menuliskan sesuatu baru ketika Nabi SAW diutus menjadi Rasulullah. Bangsa-bangsa lain yang kita tahu ada yang masih buta huruf sampai sekarang.

Namun Alhamdulillah kita masih punya informasi mengensi hal-hsl yang perlu ketahui tentang Beliau. Seperti pekerjaan pertama Nabi SAW dari Hadits shahih Bhukhari No. 2102 dan Sunan Ibnu Majah No. 2140. Nabi SAW mengatakan "Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi kecuali sebagai pengembala kambing." Para Sahabat RA bertanya, "Engkau sendiri bagaimana Rasulullah?" Ini menunjukkan bahwa Sahabat RA ada juga yang tidak mengetahui bahwa Beliau adalah gembala apalagi rincian lainnya! Jadi mereka pikir Beliau akan menjadi pengecualian tetapi Nabi SAW menjawab "Aku adalah seorang penggembala kambing bagi penduduk Mekkah dengan upah beberapa qirath." Yang dimaksudnya adalah setiap satu kambing dengan satu qirath. 
Dalam hadits lain Shahih Bukhari No. 3154, Shahih Muslim No. 3823 dan Musnad Ahmad No. 13973 bahwa Nabi SAW melihat beberapa gembala mengurus domba mereka dan berkata "Saya menyarankan Anda untuk mencari pohon araak (pohon untuk siwak) dan ambil cabang gelap seperti ini akan lebih baik bagi gembalaan kalian". Dan mereka terkejut dan bertanya "bagaimana Anda tahu ini yaa Rasulullah?" Dan Nabi SAW berkata "Aku sudah biasa menjadi seorang gembala dan setiap Nabi Allah adalah gembala". 


Seperti ketahui bahwa banyak pekerjaan atau profesi waktu/saat para Nabi diutus adalah sebagai pengembala. Nabi Musa AS diutus juga saat Beliau mengembala hewan ternak (domba atau kambing). Nabi Daud AS saat diutus juga pengembala kambing. Ketika Nabi Muhammad SAW diutus juga pengembala kambing keluarga Beliau (Abu Thalib) di lembah Adyaj. 

Jika Allah menghendaki Nabi SAW bisa saja lahir dari keluarga kaya dengan harta melimpah, hidup senang dari masa kanak-kanak, muda dan dewasanya. Tetapi Allah berkehendak lain. Para ulama menyebutkan  beberapa hikhmah dari pekerjaan Nabi Muhammad SAW sebagai pengembala, diantaranya adalah sbb.:

1. Menjadi seorang gembala memberi waktu dan kesempatan kepada Nabi SAW dalam kesendirian dan berpikir. Setelah Nabi SAW mengambil domba dan membawanya ke lembah adyaj, Nabi SAW duduk menyendiri dan berpikir, merenungkan dan memikirkan tentang tujuan hidup. Memang orang-orang yang berinteraksi dengan kambing gembalanya atau hewan lainnya dan alam secara langsung, mereka adalah orang-orang yang banyak mendapat mamfa'at belajar (mengambil pelajaran) dari alam sehingga banyak yang baik, shaleh dan bijaksana. Mereka banyak berinteraksi dengan alam dan mempelajari kearifan alam yaitu kearifan yang fitri dari Allah yang menciptakan dan memelihara alam semesta. 

2. Domba atau kambing mirip dengan orang laki-laki. Mereka perlu diurus atau kalau tidak, mereka akan tersesat. Mereka membutuhkan seorang gembala dan setiap binatang memiliki kepribadian. Nabi SAW belajar bagaimana memperlakukan setiap hewan sesuai dengan kebutuhannya. Beberapa ada yang keras kepala, ada yang lembut dll, beberapa tahu ke mana mereka pergi, yang lain tidak. Gembala tahu setiap domba secara individual dan berhubungan dengan masing-masing hewan sesuai dengan kepribadiannya. Ini adalah apa yang seorang pemimpin atau para urutusan Allah perlu lakukan kepada ummatnya. Mengembalakan ummatnya sesuai dengan karakter dan pribadi masing-masing.

3. Menjadi seorang gembala membuat Nabi SAW lembut dan sayang kepada hewan gembalaan Beliau, tetapi juga sekaligus berani berhadapan dengan predator seperti serigala untuk melindungi mereka. Dan Nabi SAW mengatakan "orang-orang yang memiliki kuda adalah orang-orang yang penuh kebanggaan, orang-orang yang memiliki unta adalah orang-orang yang penuh kesombongan dan orang yang memiliki domba adalah orang-orang rendah hati dan tenang" (HR Shahih Bukhari No. 3056, Shahih Muslim No. 75 dan lain lain). 

Ini memang merupakan kenyataan yang jelas, mengapa Allah SAW menjadikan setiap Nabi sebagai gembala. Ini bukan suatu kebetulan bahwa Nabi SAW sangat lembut terhadap hewan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Musnad Ahmad No. 1654 dan Sunan Abu Daud No. 2186 bahwa Pada suatu ketika Beliau masuk ke dalam sebuah kebun milik orang Anshar yang ternyata di di dalamnya ada seekor unta milik orang Anshar tersebut. Tatkala melihat Nabi SAW unta tersebut menangis dan meneteskan air matanya, maka Rasulullah SAW turun mengusap telinganya dan pangkal lehernya, maka unta tersebut menjadi tenang. Lalu Beliau bertanya; Siapa pemilik unta ini? Datanglah seorang pemuda dari Anshar dan menjawab; Saya. Beliau bertanya: Tidakkah kamu bertakwa kepada Allah dalam mengurus unta ini yang telah Allah kuasakan kepadamu. Dia mengadukanmu kepadaku dan dia menyatakan bahwa kamu membiarkan dia lapar dan lelah. Subhanallah, betapa sayang dan lembutnya Nabi kepada hewan.


Banyak lagi mamfa'at atau hikhmah lainnya Nabi SAW sebagai pengembala seperti Beliau tidak hanyak menumpang atau makan gratis di rumah paman Beliau, tetapi Nabi SAW menunjukkan dan mengerti bahwa Beliau perlu mendapatkan uang supaya bisa lebih mandiri dan sekaligus juga membantu paman Beliau dalam keuangan. Juga menunjukkan kepada kita bahwa sebagai gembala Nabi SAW biasa hidup sederhana dan dapat memahami atau merasakan kesulitan hidup sebagai orang miskin atau bekerja keras mencari penghasilan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Sunan Tirmidzi No. 1278, Sunan Abu Daud No. 3063 dan lain lain Rasulullah SAW menyebutkan bahwa Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian makan adalah hasil dari usaha kalian. Dan semua Nabi melakukan pekerjaan sendiri untuk memperoleh penghasilan.

Hal ini juga menunjukkan kepada kita bahwa untuk menjadi sukses harus dimulai dari bawah. Nabi SAW memulainya dari pengembala kambing/domba dan Nabi SAW tidak malu untuk memberitahukan kepada orang-orang tentang masa lalu Beliau yang sederhana. Ini adalah realitas dari segala sesuatu - Anda perlu mulai dari bawah sebelum kemudian meraih sukses. Ini adalah kesuksesan sejati dan realitas bisnis seperti itu tidak tiba-tiba berhasil. Lihatlah orang yang paling kaya - mereka semua mulai dari bawah dan mereka adalah orang-orang yang membangun kerajaan bisnis mereka dari bawah sebelum menjadi besar. Hal yang sama juga berlaku untuk Nabi SAW, Beliau mulai dari bawah sebagai pengembala domba. Tentu saja ketika Anda mencapai puncak anda tidak akan melupakan betapa sulit mencapai posisi teratas dan dapat menghargai atau memahaminya.




Firman Allah dalam surat Adh-Dhuha ayat 3-5 bahwa "Bahwa Tuhanmu, wahai Muhammad, tidak meninggalkanmu dan tidak pula membencimu. Dan bahwa akibat dan akhir keadaanmu adalah lebih baik daripada permulaannya. Dan Aku bersumpah pula bahwa Tuhanmu pasti akan memberikan kebaikan dunia dan akhirat sampai kamu merasa puas."



Berikutnya adalah ketika Nabi SAW telah menjadi seorang remaja antara 15 dan 18 tahun. Nabi SAW sebagai remaja muda terlibat dalam suatu pertempuran antar suku di Makkah, yaitu antara suku Kinana (induk suku Quraishy) dengan suku Qais 'Ailan (induk suku Guthafan dan Hawazin). Kemungkinan Nabi SAW saat itu baru berumur 15 lebih karena Beliau tidak terlibat langsung bertempur atau memanggul senjata, Beliau hanya membantu para paman Beliau dari suku Kinana mengumpulkan anak-anak panah yang dilepaskan musuh dan nyasar. 

Pertempuran ini disebut perang Fijar (mengotori kesucian tanah Haram) yang awalnya atas kesalahan seseorang dari bani Kinana membunuh seseorang dari Hawazin dari bani Qais 'Ailan, kemudian dia berlindung di tanah haram Makkah. Suku Hawazin menyerbu bani Kinana di dalam tanah haram Makkah. Sebagaimana kita tahu bahwa tanah haram Makkah adalah suci, siapapun yang masuk tanah haram akan aman dan tidak boleh mehunus senjata/bertempur. Membunuh seorang diluar tanah Haram adalah kejahatan besar, tetapi mengotori kesucian tanah Haram lebih besar lagi dosanya. Dengan demikian suku Quraishy dan suku-suku lain Bani Kinana menyatakan perang pada Hawazin dan suku-suku Qais 'Ailan. 

Ibnu Hisyam dalam buku siirah menyebutkan bahwa dalam hadits  Nabi SAW berkata "Aku ingat berpartisipasi dalam perang Fijar (perang yang mengotori kesucian tanah Haram) dan saya mengumpulkan anak panah  lantas menyerahkan mereka kembali kepada paman-pamanku". Jadi keterlibatan Nabi SAW adalah untuk mencari kembali anak panah tersebut dan menmerikan kepada paman-pamannya. Dan Nabi SAW berkata aku tidak menyesal berpartisipasi dalam perang itu karena membela kesucian tanah Haram.

Dari sini para ulama ada yang berpendapat bahwa keikut sertaan ummat Islam sebagai relawan kemanusiaan (yg tidak terlibat langsung dalam pertempuran) pada perang-perang antar orang kafir dibolehkan, seperti menjadi relawan medis, team perdamaian atau fasilitator genjatan senjata dan lai-lain program kemanusian. Karena ummat Islam dilarang membunuh (berperang menyerang) kecuali dalam menegakkan kalimat tauhid atau jihad fisabilillah yang perintahnya dikeluarkan oleh Rasulullah SAW sendiri, kemudian khalifah, sekarang fatwa para ulama.

Catatan pinggir bahwa perintah jihad di zaman modern sekarang, para ulama berbeda pendapat. Ada yang menyebutkan fatwa para ulama. Tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa menunggu khalifah berikutnya atau Imam Mahdi datang. Wallahu a'lam bish-shawab.

Peristiwa berikutnya adalah pada saat Nabi SAW berumur 20 tahun. Nabi SAW ikut menanda tangani atau membubuhkan cap tangan pada perjanjian Hilf Al-Fudhul (pakta para pemimpin) juga disebut Hilf Al-Muthayabiin (pakta celup) yang terjadi pada bulaan haji, Dzul Khaidah. Pada ketika itu Nabi SAW adalah peserta yang paling muda dimajlis pakta/perjanjian tersebut. Walaupun begitu Nabi SAW sudah terkenal sebagai seorang pemuda yang sangat jujur lagi amanah, berfikiran cerdas dan pintar. Inilah faktor -faktor yang menyebabkan penduduk Makkah memilih Beliau menjadi salah seoarang wakil dari perjanjian Hilf Al-Fudhul yang penting tersebut.

Perjanjian ini dibuat untuk membela pengunjung Makkah yang dianiaya, apapun sukunya, warna kulit dan kedudukannya, dan menghukum orang yang menganiaya, tidak memandang apapun suku atau bangsanya, warna kulit, pangkat atau status sosial lainnya. Kejadiannya, seorang jema'ah Haji dari Yaman dari suku rendahan bernama Zubaid menjual barang dagangannya sebelum haji kepada Al-'Ash bin Wa'il yang merupakan kepala suku, politisi dan pengusaha kaya di Quraishy. Jadi Al-'Ash bin Wa'il mengatakan kepadanya bahwa saya akan membayar setelah haji sebelum Anda kembali ke Yaman. Jadi Zubaid melakukan ibadah haji karena omongan orang Arab apalagi suku terpandang seperti Quraishy bisa dipegang. Jadi setelah haji, Zubaid pergi ke Al-'Ash meminta uangnya. Al-'Ash menjawab kembali besok. Jadi Zubaid kembali besoknya. Tapi kemudian Al-'Ash mengatakan lagi kembali besok. Ini berlanjut sampai beberapa kali dan Zubaid menyadari dia tidak akan mendapatkan uangnya kembali. 

Nabi SAW dalam sebuah hadits (HR Musnad Ahmad No. 1567) mengatakan bahwa Beliau ikut menanda tangani peristiwa perjanjian Muthayabin bersama paman-pamanku ketika masih remaja. Bahkan Nabi SAW mengatakan tidak mau melepaskan kesempatan atau membatalkan perjanjian itu walaupun diganti dengan unta merah sekalipun (unta yang paling mahal harganya). Setelah Islam datang, kalau perjajian seperti itu masih ada, tidaklah Islam menjumpai satu perjanjian kecuali Islam akan menguatkannya. Namun tidak ada lagi perjanjian yang seperti itu dalam Islam karena Islam telah menghapusnya perbedaan suku atau bangsa warna kulit atau status sosial kecuali ketaqwaan dan Rasulullah SAW telah menyatukan bangsa-bangsa dalam Islam.

Dari peristiwa Hilf Al-Fudhul atau Muthayabiin ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa Nabi SAW secara aktif terlibat dengan masyarakat pada zamannya. Meskipun masyarakat pada saat itu bukan masyarakat Muslim. Dari Hadits tersebut kita tahu bahwa Beliau sangat bangga dengan keterlibatan Beliau. Ini menunjukkan kepada kita bahwa aktif dalam kegiatan kemasyaratan adalah bagian dari menjadi seorang Muslim, bagian dari dakwah Islam secara nyata. Adalah salah besar kalau ummat Islam berpikir bahwa kita harus atau hanya terlibat dalam kegiatan-kegiatan agama Islam saja - kita tidak terlibat dengan pembelaan terhadap rasisme, penindasan, kemiskinan, kekerasan, banjir atau bencana alam dan aktifitas sosial kemasyarakatan lainnya. Kita hanya peduli tentang Suriah, Palestina, Kasmir dan lain lain yang murni Islam. Ini betul sekali dan merupakan amal ibadah yang baik. Tetapi pada saat yang sama kita belajar bahwa Nabi SAW adalah anggota masyarakat yang aktif mendukung atau membela keadilan tanpa memandang agama. Inilah Dakwah bil hal (dengan tindakan) bukan cuman ceramah di atas mimbar saja, masyarakat akan merasakan langsung mamfa'atnya bahwa Islam memang membawa rahmat bagi seluruh isi alam (rahmatan lil'aalamiin). 
Cukup sekian, insyaa Allah minggu depan akan kita bahas pernikahan Nabi SAW dengan Khadijah RA. Semoga bermamfa'at, kalau ada salah, itu berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah. Tolong dikoreksi kesalahan tersebut dan saya mohon ampun kepada Allah saya atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. 


Wallahu a'lamu bish-shawab.



--

Wassalam,
Aba Abdirrahim

Sabtu, 12 Maret 2016

Hikhmah Nabi Muhammad SAW menjadi Yatim Piatu di usia muda

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.


Alhamdulillah wasyukurillah 'alaa ni'matillah. Segala puji dan syukur kita ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala (SWT) atas segala nikhmat yang dilimpahkan kepada kita. Semoga salawat serta keselamatan tercurahkan selalu kepada Nabi dan Rasul termulia Muhammad SAW, keluarga Beliau, para Sahabat RA, para tabi'in, tabiut tabiahum, kepada kita semua, serta kepada seluruh umatnya hingga akhir zaman yang menjadikan Nabi SAW sebagai uswatun hasanah, suri tauladan yang baik, aamiin yaa Rabb al-aalamiin.


Insyaa' Allah hari ini kita lanjutkan sharing kita tentang siirah Rasulullah SAW dengan topik cobaan kepada Nabi Muhammad SAW kecil sangat banyak dan beruntun, apa hikmah dibalik semua cobaan tersebut. Namun sebelum kita lanjutkan kita review sedikit sharing sebelumnya bahwa Nabi SAW sudah menjadi yatim, ayahanda Beliau Abdullah meninggal dunia sebelum Beliau SAW lahir kedunia. Pada umur 6 tahunan ibunda Beliau Aminah meninggal dunia sehingga Beliau SAW menjadi yatim-piatu dan diasuh oleh kakek Beliau Abdul Muthalib - kepala suku Quraisy. Kemudian pada umur 8 tahunan, untuk ketiga kalinya Beliau kehilangan kakek yang sangat mengasihi dan menyayangi Beliau, yaitu Abdul Muthalib sehingga Beliau SAW diasuh oleh paman (kakak ayahanda) Beliau Abu Thalib.


Sebelum kita mulai membahas topik hari ini, yaitu hikmah cobaan yang bertubi-tubi kepada Nabi Muhammad SAW, kita bahas sedikit cerita orang kafir tentang masa kecil Nabi. Aada sebuah cerita yang dikarang-dikarang (fabricated) oleh orang kafir untuk menggiring opini bahwa Nabi Muhammad SAW belajar injil kepada pendeta kristen karena orang kafir tidak bisa mengerti kenapa Nabi Muhammad SAW bisa memahami ajaran atau kisah para Nabi sebelumnya  bahkan lebih komplit dan lebih benar dari versi orang kafir sendiri. Jadi dibuatlah sebuah cerita dengan seting pada masa kecil Beliau SAW yaitu berumur sekitar 11-12 tahun. Cerita ini tidak ada dizaman Nabi SAW hidup maupun para Sahabat RA, tetapi cerita ini dibuat setelah Nabi SAW dan pelaku sejarah (para Sahabat RA) tidak ada lagi.


Masalahnya cerita ini dengan versi yang mirip juga ada di HR Sunan Tirmidzi No. 3553 dan satu-satunya Hadits, tidak ditemukan di buku-buku atau kitab-kitab atau pewari Hadits yang lain seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Nasa'i, Ibnu Majah, Abu Dawud dan lain-lain.


Di dalam cerita ini disebutkan bahwa ketika itu Nabi SAW masih muda dan belum mencapai pubertas (sekitar umur 11-12 tahun). Paman Beliau SAW yaitu Abu Thalib membawa Beliau SAW berdagang ke Syam (Suriah sekarang) bersama kafilah dagang Quraisy dari Makkah. Dalam cerita disebutkan bahwa dalam rombongan ada  Abu Bukr RA dan Bilal RA. Waktu rombongan melewati sebuah monostery arau gereja dimana seorang biksu bernama Buhayra yang biasanya tidak pernah keluar dan tidak mengenal hari dan tanggal senantiasa berkhidmad di dalam gereja, pada hari rombongan lewat sengaja menunggu diluar gereja dan mengundang rombongan Nabi SAW singgah ke dalam gereja mereka. Dalam cerita tersebut disebutkan bahwa ia (rahib) bertanya kepada rombongan Abu Thalib apakah didalam rombongan ada seorang anak yang akan menjadi Nabi, karena ia melihat awan menaungi Beliau, pohon-pohon tunduk membayangi (bayangan pohon menaungi) dan batu-batu bersujud kepada Beliau. Di dalam cerita juga disebutkan bahwa ia (rahib) memberikan perlindungan atau menyembunyikan rombongan Beliau SAW ketika ada patroli tentara Romawi yang sedang mencari Beliau SAW untuk beberapa waktu yang lama. Di dalam cerita juga disebutkan bahwa Abu Thalib dan rombongan disuruh kembali ke Makkah untuk melindungi Nabi SAW.


Cerita ini menjadi kontroversi dikalangan ummat Islam sendiri karena disamping ada di Hadits Tirmidzi juga para ulama ada yang tidak keberatan dengan cerita ini karena tidak menyangkut ibadah, hanya sebagai cerita. Namun, beberapa ulama yang lebih kritis mengatakan cerita ini sesuatu yang salah atau tidak benar secara syariah agama Islam. Kalau Abu Thalib sudah tahu bahwa Beliau SAW adalah calon Nabi kenapa dia tidak mau menjadi Muslim setelah Nabi SAW menerima wahyu dan mengajak Abu Thalib bersyahadat? Secara matematis ada kesalahan besar atau telak pada pengarang cerita ini. Kita tahu bahwa Nabi SAW lebih tua dari Abu Bakar RA dan pada saat Nabi SAW berumur 11-12 tahun, Abu Bakar RA mungkin masih bayi atau kanak-kanak, apalagi Bilal RA belum lahir, mungkin belum saling kenal, karena Abu Bakar RA dan Bilal RA termasuk 10 orang Muslim yang pertama. Abu Bakar RA baru menebus Bilal RA puluhan tahun kemudian yaitu tahun-tahun awal kenabian yaitu sekitar Nabi berumur 40 tahun lebih, kenapa dua orang Sahabat RA ini ada di dalam cerita tersebut atau keberadaan kedua Sahabat RA ini salah (tidak benar) dari sudut waktu atau matematis. Secara logika cerita ini juga salah kaprah, kalau awan sudah menghalangi cahaya matahari (manaungi) bagaimana mungkin pohon-pohon masih punya bayangan untuk menaungi Nabi SAW. Ketidak benaran lainnya dari cerita ini adalah kalau Nabi SAW sudah mendapat cerita dan kisah2 para Nabi sebelumnya dan mengetahui bahwa Beliau akan menjadi Nabi dari rahib tersebut, kenapa waktu Jibril AS datang pada wahyu pertama, Nabi SAW ketakutan dan tidak tahu apa yang terjadi sampai Khadijah RA membawa Beliau SAW kepada Waraqah bin Nufal bin Assad.


Seperti disebutkan diawal bahwa cerita ini dipakai/dibuat oleh orang kafir untuk menjawab keheranan atau menjawab pertanyaan mereka darimana Nabi Muhammad SAW mengetahui semua cerita, kisah-kisah dan berbagai macam ilmu pengetahuan di dalam Al-Qur'an. Bagi mereka, mustahil Nabi Muhammad SAW yang datang dari bangsa yang tidak punya peradaban, perpustakaan, pendidikan dan jauh dari pengaruh peradaban-peradaban  besar saat itu seperti Romawi dan Persia, apalagi India dan China mengetahui semua informasi tersebut. Mereka beranggapan pasti Beliau SAW mendapatkan berbagai macam pengetahuan tersebut dari salah seorang rahib atau pendeta yang menguasai injil dan/atau taurat. Kalau saja mereka (orang kafir) tersebut mau berfikir dengan akal fikiran yang jernih tidak dengan hawa nafsu mereka, bahwa sumber Al-Qur'an dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya (Injil asli dan Taurat asli) adalah dari sumber yang sama yaitu Allah SWT. Firman Allah SWT bahwa kamu (Muhammad SAW) tidak pernah membaca sebuah kitab suci pun sebelum Al-Qur'an, dan juga tidak pernah menulis dengan tangan kananmu. Seandainya kamu termasuk orang-orang yang membaca dan menulis, niscaya para pengikut kebatilan itu akan ragu bahwa Al-Qur'ân datang dari sisi Allah. (QS 29:48Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS 15:9).


Sekarang mari kita bahas hikmah dari cobaan yang bertubi-tubi kepada Nabi SAW dimasa kecilnya. Kita bisa membayangkan dari kisah masa kecil Nabi Muhmmad SAW betapa beratnya cobaan Biau SAW untuk ukuran seorang anak kecil berumur 8 tahun. Kesedihan demi kesedihan seolah bertubi-tubi melanda Nabi SAW kecil yang masih sangat membutuhkan kasih sayang dan asuhan kedua orang tua Beliau. Beliau menjadi anak yatim piatu di periode usia yang disebut oleh psikolog dan psikiater sebagai tahun-tahun pembentukan kepribadian anak. Tetapi Allah SWT memiliki rencana atas semua cobaan itu, karena dibalik semua cobaan kepada Nabi SAW ada sejumlah hikmah yang luar biasa. Para ulama menyebutkan ada beberapa alasan atau hikmah dari cobaan-cobaan ini kepada Nabi Muhammad SAW, diantaranya:


1. Rasulullah SAW adalah orang yang paling tinggi derajatnya disisi Allah, tapi Beliau juga orang yang paling banyak dan paling berat cobaannya. Para Nabi AS yang lain juga adalah manusia-manusia paling mulia dan paling dikasihi Allah SWT tapi mereka juga adalah yang paling banyak dan berat dicoba oleh Allah SWT. Seperti kisah tentang Nabi Musa AS bahwa Allah telah memelihara Nabi Musa AS melalui keluarga Fir'aun, begitu juga dengan Nabi Muhammad SAW. Allah mengasuh Nabi SAW secara langsung dengan menjadikan Beliau SAW yatim piatu sedari kecil agar tidak ada orang yang meragukan ataupun berprasangka buruk bahwa dakwah dan risalah Nabi Muhammad SAW bersumber dari didikan ayah dan kakeknya. 


Allah SWT memilih Musa AS sebagai Rasul maka Allah memilih siapa yang pantas mengasuh Musa AS dibawah pengawasan Allah langsung. Begitu juga dengan Nabi Muhammad SAW bahkan dalam pandangan manusia jauh lebih berat.


Kepada ibumu, Kami mengilhamkan agar ia meletakkanmu - ketika kamu masih seorang bayi dan menyusu - ke dalam peti dan melemparkannya ke sungai Nil, agar kamu selamat dan tidak dibunuh oleh Fir'aun. Sebab, saat itu, Fir'aun selalu membunuh semua bayi laki-laki yang lahir dari kalangan Banu Isra'il. Air sungai itu pun Kami tundukkan untuk membawa peti sampai ke tepian. Kemudian, atas kehendak Kami, Fir'aun yang menjadi musuhmu dan musuh-Ku itu mengambil peti tersebut. Aku mencintaimu dengan penuh kasih sayang, supaya kamu dicintai oleh setiap orang yang melihat, dan supaya kamu diasuh secara terhormat di bawah pengawasan-Ku. 

Wahai Musa, ketahuilah pertolongan Kami kepadamu, saat saudara perempuanmu berjalan mengawasi dirimu. Ketika kamu telah berada di istana Fir'aun, dan saudaramu itu mengetahui bahwa mereka mencari orang yang dapat menyusuimu, ia menunjukkan mereka kepada ibumu. Kami mengembalikan kamu kepangkuan ibumu, supaya ia senang melihat kamu hidup dan kembali serta tidak bersedih dan menangis lagi. Ketika kamu menginjak dewasa, dan membunuh seorang laki-laki dari kaum Fir'aun tanpa sengaja, Kami menyelamatkanmu dari kesusahan yang menimpa. Kami menyelamatkanmu dari kejahatan mereka. Kemudian, kamu pergi ke Madyan dan tinggal di sana untuk beberapa tahun lamanya. Setelah itu, kamu kembali dari Madyan pada waktu yang telah Kami tentukan untuk mengangkatmu sebagai rasul. 

Kami telah memilihmu untuk diberi wahyu dan menyampaikan risalah-Ku (QS 20:39-41)


Jadi Nabi Muhammad memiliki kaitan langsung dengan Allah SWT sebagai pencipta karena Allah yang mendidik, melindungi, mengajar dan memberi petunjuk secara langsung. Allah SWT berfirman dalam surat Adh-Dhuhaa ayat 6-7 "Bukankah Allah mendapatimu dalam keadaan yatim dan membutuhkan seseorang untuk memeliharamu, lalu Dia melindungimu dengan menyerahkan dirimu kepada orang yang dapat mengurusmu dengan baik? Bukankah Dia mendapatimu dalam keadaan bingung, tidak ada satu kepercayaan pun di sekitarmu yang dapat memberimu kepuasan, kemudian Dia memberimu petunjuk kepada jalan kebenaran?" (tafsir Quraisy Shihab).


2. Sudah menjadi pengetahuan dan pendapat umum bahkan tidak ada yang menyangkal atau tidak setuju bahwa hidup sebagai anak yatim-piatu adalah sangat sulit, baik secara mental maupun spiritual, baik secara jasmani maupun rohani, baik secara material maupun inmaterial, meskipun dalam lingkungan asuh yang mewah sekalipun seperti Musa AS yang diasuh di lingkungan Istana Fir'an, apalagi di lingkungan yang keras padang gurun yang gersang dan panas seperti Nabi Muhammad SAW yang diasuh di perkampungan badu'i bani Sa'ad oleh keluarga Halimah bin Sa'ad. 


Allah SWT mengetahui bahwa hidup sebagai anak yatim (apalagi plus piatu) adalah sangat berat. Dalam surat Al-Maa'uun ayat 1-2 bahwa Allah menyebut orang yang menghardik anak yatim dengan keras, memaksa dan menyakitinya (anak yatim) dengan sebutan orang yang mendustakan agama, orang mendustakan atau mengingkari atau tidak percaya akan adanya hari pembalasan dan hari perhitungan di akhirat nanti. Dalam surat An-Nisaa' ayat 2, Allah SWT menyebutkan berdosa besar orang yang memakan harta anak yatim, mengambil dan memasukkan atau mengklaim sebagai harta mereka sendiri (bukan harta anak yatim). Banyak lagi ayat-ayat Al-Qur'an maupun Hadits yang melarang untuk tidak mempersulit - menambah beratnya kehidupan anak yatim piatu.


Sebaliknya malah Allah SWT menyuruh agar membantu meringankan beban kehidupan anak yatim piatu. Seperti Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 177 bahwa Allah menyebut orang berbuat baik kepada anak yatim sebagai orang-orang yang benar atau beriman dan bertaqwa. Bahkan Allah SWT dalam surat Al-Insaan ayat 5-22 bahwa orang (hamba Allah) yang berbuat banyak kebaikan, salah satunya kepada anak yatim yaitu memberikan makanan yang dia sukai kepada anak yatim karena mencari ridha Allah semata, maka Allah memelihari mereka dari kesusahan, memberikan keceriaan, kegembiraan, bahkan membalas kesabaran mereka dengan syurga dengan berbagai macam kenikhmatan di dalamnya. Banyak lagi ayat-ayat Al-Qur'an maupun Hadits yang menyuruh untuk berbuat baik - meringankan beban hidup anak yatim.


Jadi Allah SWT mengetahui bahwa hidup sebagai anak yatim piatu adalah sangat sulit. Namun pada waktu yang sama menjadi seorang yatim piatu sekaligus memiliki banyak kualitas hidup yang dibutuhkan saat itu maupun dikemudian hari, dibalik setiap kesulitan banyak sekali hikhmah. Dicintai dan dimanjakan tidak akan membuat anak yatim siap untuk menghadapi kehidupan yang sulit. Sebaliknya dilahirkan dalam lingkungan yang keras, tidak memiliki orang tua kandung yang menyayangi - ini secara otomatis membuat anak lebih kuat, independen, lebih matang, cepat dewasa/mandiri dan memberinya kebijaksanaan. Ini adalah sesuatu kenyataan yang bisa kita lihat dan buktikan bahwa setiap anak yatim piatu dan selanjutnya anak yang lahir dalam keadaan sulit jauh lebih matang cepat dewasa dibandingkan dengan anak yang masih punya orang tua (orang tua cendrung memanjakan anak-anaknya - tidak ada manusia yang dapat menggantikan cinta orang tua kepada anaknya) atau anak yang lahir dalam kemewahan. Begitu juga dengan Nabi Muhammad SAW, sebagai anak yatim piatu yang tidak mempunyai Bapak, tidak punya Ibu, tidak punya Kakek dan hanya punya Paman yang miskin (Abu Thalib) membuat Nabi SAW kebih kuat secara mental, kuat secara fisik, kuat secara rohani, jauh lebih matang, cepat dewasa/mandiri, lebih bijaksana dan siap  untuk menghadapi tugas sebagai Nabi dan Rasulullah SAW. 



3. Sebagai anak yatim piatu yang sudah biasa melalui masa-masa sulit membuat Nabi SAW memahami bagaimana rasanya hidup miskin, tinggal di lingkungan yang keras dan lain lain, bukan cuman sebagai katanya atau teori tetapi dari tangan pertama - yang mengalami sendiri. Nabi Muhammad SAW memiliki pengalaman sebagai orang miskin dan keyatiman identik dengan kemiskinan. Kita (ummat Islam) tahu bahwa kedua orang tua Beliau SAW tidak memiliki harta warisan karena belum lama membina rumah tangga, hanya hitungan minggu setelah pernikahan, Aminah telah menjanda. Firman Allah dalam surat Adh-Dhuhaa ayat ke-8 "Bukankah Dia mendapatimu dalam keadaan tidak memiliki harta, lalu Dia mencukupimu dengan rezeki yang dikaruniakan-Nya kepadamu?"


Hal ini membuat Nabi SAW lebih peka (sensitif), penyayang dan penuh belas kasihan terhadap anak yatim (dan piatu) secara khusus dan ummat muslim bahkan ummat manusia secara umum. Dengan demikian Beliau juga menjadi orang pertama yang mengasihi kaum fakir miskin pada saat Allah SWT memerintahkan untuk mengasihi kaum fakir miskin.  Ini dapat kita lihat atau buktikan mengapa begitu banyak hadits Rasulullah SAW untuk mengurus, menyantuni, menyayangi dan bersikap lemah lembut kepada anak yatim. Firman Allah dalam surat Adh-Dhuhaa ayat 9-11 "Apabila hal ini yang Allah lakukan terhadapmu, maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang kepada anak yatim, jangan mengusir orang yang meminta-minta dengan kekerasan, dan sebutlah nikmat Tuhanmu sebagai rasa syukur kepada Allah dan juga untuk menunjukkan nikmat-Nya."

Ketika Beliau SAW mengatakan "Aku dan orang yang mengurus anak yatim akan bersama-sama di Jannah" (HR Shahih Bukhari No. 4892, Sunan Tirmidzi No. 1841 dan lain-lain). Ketika Beliau SAW mengatakan "Usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin" (HR Musnad Ahmad No. 8657). Artinya, memperlakukan anak yatim dengan cinta - dan pasti Nabi SAW teringat akan masa kecilnya sendiri. 


4. Sebelumnya sudah kita sebutkan bahwa anak yang dibesarkan di padang gurun di antara suku-suku tertentu saja dimana mereka dikenal fasih dalam bahasa Arab dan masih murni. Bahasa di kota dianggap sebagai bahasa yang sudah tidak murni lagi, telah bercampur dengan kosa kata pendatang dan rusak tata bahasanya. Jadi bangsa Arab berpikir jangka panjang - mereka mengirim anak-anak mereka ke daerah-daerah yang masih murni dan kepada suku-suku yang dikenal menggunakan bahasa Arab yang masih murni. Suku yang paling terkenal untuk itu adalah Banu Sa'ad bin Bakr yaitu suku Halimah binti Sa'adiya yang merawat Nabi Muhammad SAW. 

Jadi Nabi Muhammad SAW dikenal paling fasih berbicara bahasa Arab, dapat mengutarkan, mengemukakan dan menjelaskan dengan kalimat yang singkat namun padat makna, dalam bahasa Arab disebut dengan jami'ul kalim. Bahkan ada haditsnya bahwa Nabi SAW berkata "Saya diutus (oleh Allah) dengan (kemampuan untuk menyatakan) ungkapan-ungkapan yang singkat, namun padat makna". (HR Shahih Bukhari No. 2755, Shahih Muslim No. 813 dan lain-lain). 


Maka tidaklah mengherankan bila kita (ummat Islam) banyak mejumpai matan Hadits Nabi yang berbentuk Jami' al-kalim. Bahkan dalam sebuah Hadits Nabi SAW bersabda: Wahai sekalian manusia, berbicaralah yang sewajarnya saja, sesungguhya pembicaraan yang berbelit-belit dari setan (HR Musnad Ahmad No. 5429).


Masih banyak lagi hikhmah dibalik cobaan kepada Nabi Muhammad SAW menjadi yatim piatu pada usia anak-anak. Namun kita cukup sekian dulu, mudah-mudahan kita dapat memgambil mamfaat dari hikhmah-hikhmah yang telah kita sebutkan diatas. 


Jika ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari kesalahan. Untuk itu saya mohon koreksinya dan kepada Allah Azza wa Jalla saya mohon diampunkan atas segala khilaf dan salah. Semua yang benar adalah milik dan dari Allah SWT. Allhamdulillahi Rabbil'aalamiin. Wallahu a'lamu bishshawab.



--

Wassalam,

Aba Abdirrahim

Jumat, 04 Maret 2016

Masa kecil Nabi Muhammad SAW

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Bismi Allaahi Ar-Rahmaani Ar-Rahiimi. Alhamdulillaahi rabbil'aalamiin. Insyaa' Allah hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dimana hari Jum'at sebelumnya kita telah membahas atau mengupas tentang hari kiamat, yaitu mataa as-saa'ah (kapan kiamat?).

Sharing kita terakhir tentang siirah Nabi Muhammad SAW sudah sampai kepada kelahiran Nabi Muhammad SAW yaitu pada hari Senin tanggal 12 di Bulan ke-3 (Rabi'ul Awal) di tahun Gajah (53 tahun sebelum Hijrah) atau jatuh pada tanggal 5 May 570M.

Hari ini insyaa' Allah kita lanjutkan, kita sekarang masuk ke periode hidup Nabi SAW yaitu masa kecil Nabi Muhammad SAW. Kita (ummat Islam) hanya memiliki sedikit informasi berkaitan dengan periode awal siirah Beliau SAW sampai umur 30/40 tahun. Sebagian besar informasi yang ada dimulai setelah umur Beliau 40 tahun yaitu ketika ditunjuk menjadi seorang Nabi. Tetapi Allah mentaqdirkan bahwa apa-apa yang perlu kita (ummat Islam) ketahui, Allah SWT telah melestarikannya.

Hal pertama yang kita ketahui setelah kelahiran Beliau adalah Ibu Beliau (Siti Aminah) telah mencarikan seorang ibu asuh  untuk menyusui dan membesarkan Beliau kepada Halimah binti Sa'adiya jauh dari rumah di tengah padang gurun. Hal ini tampaknya aneh bagi kita, tetapi itu adalah kebiasaan elit kaum bangsawan Quraisy saat itu dan merupakan simbol status dengan sejumlah alasan:

1. Mereka ingin anak-anak dibesarkan di lingkungan yang murni dan sehat. Sebagaimana kita ketahui bahwa tingkat kematian bayi sangat tinggi saat itu (bahkan hingga 100 tahun yang lalu). Jadi untuk melindungi dan menjaga kesehatan anak, mereka menjauhkan anak-anak dari khalayak ramai dan peradaban sehingga hanya ada beberapa orang saja yang berinteraksi langsung dengan anak. Hal ini meningkatkan kemungkinan kelangsungan hidup anak-anak.

2. Mereka ingin membangun stamina anak-anak dan membuat mereka terbiasa hidup dengan lingkungan/alam yang keras. Meskipun hidup di Mekah sangat sulit, mereka ingin membesarkan anak mereka dalam lingkungan keras sehingga mereka menjadi terbiasa dan dapat beradaptasi dengan mudah terhadap kesulitan hidup di Mekah. Tentu saja anak-anak beradaptasi jauh lebih mudah dan cepat daripada orang dewasa - Allah telah membuat kita seperti itu. Ini menunjukkan pada kita bahwa kaum Quraisy memiliki perencanaan jangka panjang yang matang. Mereka ingin anak-anak mereka terbiasa hidup berjuang keras di usia muda, sehingga ketika pindah ke Mekkah mereka sudah terbiasa.

3. Tumbuh di gurun akan menghindari kerabat terlalu memanjakan mereka. Seperti kita ketahui bahwa seberapapun ketat orang tua mendidik anak-anak mereka, tapi bibi, paman dan kakek-nenek akan memanjakan dan membantu anak-anak ini sehingga menjadi malas. Jadi ini dilakukan untuk membesarkan anak di lingkungan yang disiplin.

4. Anak yang dibesarkan di padang gurun di antara suku-suku tertentu saja dimana mereka dikenal fasih dalam bahasa Arab dan masih murni. Bahasa di kota dianggap sebagai bahasa yang sudah tidak murni lagi, telah bercampur dengan kosa kata pendatang dan rusak tata bahasanya. Jadi bangsa Arab berpikir jangka panjang - mereka mengirim anak-anak mereka ke daerah-daerah yang masih murni dan kepada suku-suku yang dikenal menggunakan bahasa Arab yang masih murni. Suku yang paling terkenal untuk itu adalah Banu Sa'ad bin Bakr yaitu suku Halimah binti Sa'adiya yang merawat Nabi SAW.

Secara umum perioda anak asuh ini berlangsung selama dua tahun dan setiap ibu yang menyusui disamping anak sendiri punya satu anak asuh saja. Jadi ibu asuh hanya datang kembali sekali-kali untuk menunjukkan kepada ibu yang sebenarnya sampai 2 tahun. Begitu juga Halimah hanya datang beberapa kali saja. Apalagi selama dua tahun mengasuh Nabi SAW, banyak sekali barakah yang mereka terima sehingga mereka ingin memperpanjang masa asuh Nabi SAW. Halimah mendatangi Siti Aminah setelah dua tahun pertama habis dan mohon untuk memperpanjang masa asuh Nabi SAW dengan berbagai alasan. Pada atau selama fase kedua dari masa asuh inilah terjadi peristiwa yang telah kita ketahui yaitu operasi pembedahan dan pembersihan hati (qalbu) Nabi SAW.

Anas ibn Malik dalam HR Shahih Bukhari No 236, Musnad Ahmad No. 12048 dan 13555 mengatakan bahwa Jibril mendatangi Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ketika Beliau sedang bermain dengan anak lainnya. Jibril mengambil dan merebahkan Beliau, membelah dadanya dan dikeluarkanlah hatinya. Lalu Jibril berkata; ini adalah bagian setan dalam tubuhmu, lalu dia mencucinya di bejana dari emas dengan air zamzam. Setelah selesai, Jibril memasang dan mengembalikan ke tempatnya lagi. Lalu datanglah teman-temanku kepada ibunya (Halimah) dan berkata; Muhammad telah terbunuh maka temuilah, dia berkata dalam keadaan pucat dan takut. Anas berkata "saya melihat adanya bekas (jahitan) di dadanya.

Peristiwa ini terjadi satu kali lagi hampir 45 tahun kemudian ketika atau sebelum peristiwa 'Isra' wal-Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Atap rumahku terbuka sementara aku berada di Makkah, Jibril Alaihis Salam lalu turun dan membelah dadaku, kemudian ia mencucinya dengan air zamzam, kemudian ia membawa mangkuk besar dari emas, penuh dengan hikmah dan keimanan, lalu ditumpahkan ke dalam dadaku dan menutupnya kembali (HR Shahih Bukhari No. 336, Shahih Muslim No. 237 dan lain-lain).

Karena peristiwa pembedahan dada Nabi SAW ini, Halima takut terjadi apa-apa dengan Nabi SAW sehingga ia memutuskan untuk mengembalikan Nabi SAW kepada Siti Aminah. Para ulama mencoba mencari mamfaat spiritual dari peristiwa ini dan menyebutkan bahwa Nabi SAW sedang dipersiapkan untuk memulai kehidupan yang paling religius. Sudah merupakan sunnah Allah bahwa karakteristik para Nabi yang sempurna -  ma'sum dari dosa-dosa besar. Para Nabi mungkin saja melakukan dosa-dosa kecil seperti Musa AS dan Yunus AS lakukan, tetapi para Nabi tidak bisa melakukan dosa besar. Jadi peristiwa ini adalah pembersihan spiritual sebagaimana juga disebutkan di dalam Al-Quran. Ketika Allah mengatakan "Bukankah Kami telah membuka/melapangkan dada kamu? (QS 94:1)" Pendapat mayoritas ulama adalah bahwa ayat ini merujuk pada peristiwa pembedahan Nabi SAW. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa ini mengacu pada Islam.

Tak lama setelah Nabi SAW kembali ke Makkah, kepada Siti Aminah, kita hanya mengetahui ada satu peristiwa lagi antara Nabi SAW dengan ibunda Beliau Siti Aminah. Aminah memutuskan untuk membawa Nabi SAW ke Yatsrib (Madinah). Ingat bahwa Nabi SAW mempunyai Buyut yang berasal dari Yatsrib. Sekarang tentunya kita dapat melihat betapa teliti dan bijaksananya rencana Allah SWT. Dari semua kota yang ada saat itu, kebetulan ayah Abdul Muthalib (yaitu Hasyim) jatuh cinta dengan seorang gadis dari Yatsrib. Dengan demikian Nabi SAW ada         hubungan dengan Yatsrib. Memang cuman Yatsrib ini adalah satu-satunya kota yang Nabi SAW melakukan perjalanan sebagai seorang anak. Aminah memutuskan untuk membawa Nabi SAW ke Yatsrib bersama seorang hamba bernama Ummi Ayman. Ummi Ayman berumur panjang, beliau menjafi muslimah dan bahkan masih hidup setelah wafat Nabi SAW. Jika seandainya ada seseorang yang bertanya kepada Ummi  Ayman tentang masa kecil Nabi SAW, tentu hari ini kita akan memiliki lebih banyak cerita tentang Beliau, tetapi Allah SWT maha tahu dan mempunyai rencana lain. Jadi Ummi Ayman mengatakan bahwa Aminah melakukan perjalanan ke Yatsrib dengan Nabi SAW dan mereka tinggal beberapa di Yatsrib. Dalam perjalanan kembali ke Makkah, di sebuah desa kecil bernama Abwa, Aminah jatuh sakit dan meninggal saat itu juga disana. Ibunda Rasulullah SAW, Siti Aminah dimakamkan di desa yang sama yaitu Abwa dan makamnya masih ada disana.

Dalam HR Shahih Muslim No. 1623, Abu Dawud No. 2816 dan lain-lain bahwa pada suatu ketika Nabi SAW kembali dari suatu ekspedisi bersama para sahabat, mengambil jalan yang berbeda di tengah padang gurun. Semua Sahabat hanya berjalan mengikuti Beliau bahkan tidak ada satupun yang mengajukan pertanyaan. Memang apapun  yang Nabi SAW lakukan, kami mendengar dan kami taat (sami'naa wa atha'naa). Jadi para Sahabat hanya berjalan mengikuti beliau sampai mereka melihat bahwa Nabi SAW menemukan sebuah kuburan di sana. Beliau SAW duduk dan menangis dimana kami tidak pernah melihat Beliau SAW menangis sebelumnya sampai janggutnya basah oleh air mata, bahkan banyak dari para Sahabat tidak pernah melihat Beliau menangis sebelumnya. Menurut beberapa riwayat bahwa Beliau hanya menangis di depan umum beberapa kali saja. Melihat Nabi SAW menangis para Sahabat tidak mengajukan satu pertanyaanpun, tetapi ketika mereka melihat Nabi SAW menangis malah seluruh rombongan sahabat ikut menangis bersama Beliau. Inilah salsh satu bentuk cinta para Sahabat kepada Rasulullah SAW.

Kemudian Nabi SAW berkata "saya dulu telah melarang kalian untuk mengunjungi kuburan". Pada awal-awal syariah bahwa ziarah kubur dilarang, ummat Islam hanya boleh memasuki area kuburan dengan membawa mayat. Tetapi kemudian Nabi SAW mendapat izin mengunjungi kuburan ibunda Beliau. Nabi SAW tidak mengambil satu langkah/tindakan apapun tanpa izin Allah - bahkan untuk mengunjungi kiburan ibu Beliau. Inilah sebabnya mengapa Rasulullah SAW merupakan panutan karena setiap tindak, langkah, ucapan atau/dan perbuatan Beliau atas izin Allah SWT. Jadi Nabi SAW mengatakan kepada para Sahabat "Saya dulu melarang kalian untuk melakukan ziarah kubur, saya meminta izin dan Allah mengizinkan saya jadi saya sekarang mengizinkan kalian". Jadi dari sini jelas buat kita bahwa izin untuk mengunjungi atau ziarah kuburan diberikan kepada ummat Islam setelah Nabi SAW mendapat izin untuk berziarah kepada kuburan Siti Aminah. Beliau mengatakan kepafa para Sahabat  bahwa ziarah kubur dapat melunakkan hati dan meneteskan air mata serta mengingatkan akhirat maka sekarang berziarah kalian, dan janganlah kalian berkata keji atau kotor.

Jadi ayah Nabi SAW meninggal ketika Beliau belum lahir, dan ketika Beliau berusia 6 tahun kehilangan ibunya, sehingga Beliau yatim piatu. Kemudian Nabi SAW diasuh oleh kakek Beliau, Abdul Muttalib yaitu kepala suku kaum Quraisy. Selama dengan Abdul Muthalib, kita hanya punya sedikit cerita dari Ibnu Ishaq. Suatu ketika hanya Nabi SAW cucu kesayangan Abdul Muthalib yang diperbolehkan duduk di panggung atau tempat duduk kebesaran Abdul Muthalib sebagai kepala suku kaum Quraisy. Panggung ini kalau sekarang sama dengan tahta Raja sehingga tidak ada yang boleh duduk di atasnya, bahkan anak-anaknya atau cucu-cucu lainnya, kecuali Abdul Muthalib dan Nabi SAW. 

Kemudian ada peristiwa kecil lainnya, yaitu bahwa pada saat itu Nabi SAW berumur 7-8 tahun diutus untuk menemukan beberapa unta yang hilang oleh paman-pamannya. Dalam sebuah siirah katangan Ibnu Da'ad disebutkan alasan mengapa pamannya mengirim Nabi SAW, umur 7 atau 8 tahun, karena Beliau tidak pernah melakukan apapun kecuali berhasil dengan gemilang - sukses besar. Jadi karena paman-paman Beliau putus asa, tidak dapat menemukan unta yang hilang, mereka memutuskan untuk mengirim mengutus Nabi SAW keluar sendirian di padang gurun untuk menemukan unta hilang tersebut. Ketika Abdul Muthalib mengetahui ini karena Nabi SAW pulang telat, Abdul Muthalib sangat marah pada paman-pamanya. Abdul Muthalib mengatakan  bahwa mulai saat itu Nabi SAW tidak boleh lepas dari pandangan atau pemantauan Abdul Muthalib. Hal ini menunjukkan betapa besarnya perhatian, kepedulian dan cinta Abdul Muthalib kepada Nabi Muhammad SAW.

Pada usia 8 tahun, untuk ketiga kalinya Nabi SAW menjadi yatim piatu kembali karena kakek Beliau Abdul Muthalib meninggal. Ibnu Sa'ad menyebutkan dalam bukunya bahwa para Sahabat bertanya kepafa Nabi SAW "Yaa Rasulullah SAW, apakah baginda ingat Abdul Muthalib?". Beliau SAW menjawab "Ya, saya ingat dia dan saya berusia 8 tahun ketika ia meninggal". Salah satu hal atau wasiat Abdul Muthalib lakukan sebelum meninggal adalah untuk mempercayakan Nabi SAW kepada anaknya Abu Thalib. Abdul Muthalib memiliki 5 istri, dengan salah satu dari mereka ia memiliki beberapa anak perempuan dan dua anak laki-laki yaitu Abdullah dan Abu Thalib. Jadi Abu Thalib dan Abdullah adalah saudara penuh, sehingga Abu Thalib adalah paman langsung dari Nabi SAW. Abu Thalib berumur panjang dan is meninggal ketika Nabi SAW berusia lebih dari 50 tahun.

Demikian, semoga bermamfa'at. Kalau ada yang salah itu semua berasal dari kesalahan saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah. Untuk itu saya mohon koreksinya dan saya mohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas segala kesalahan dan kekhilafan.

Wallahu a'lamu bishshawab.


--

Wassalam,

Aba Abdirrahim