Sabtu, 27 Agustus 2016

Teror Fisik kepada Rasulullah SAW

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode dakwah Rasulullah SAW tentang kekerasan atau teror fisik yang dilakukan kaum musyrikin Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW. Pada episode sebelumnya sudah kita bahas mengenai puncak perlawanan musyrikin Quraisy secara system (tradisi) bangsa Arab, yaitu melobi, meminta, mendesak bahkan memboikot Abu Thalib dan kaumnya untuk menghentikan dakwah Rasulullah SAW dan menyerahkan Nabi Muhammad SAW kepada kaum musyrikin Quraisy. Perlawanan kaum musyrikin Quraisy secara system (tradisi) telah gagal untuk menghentikan dakwah Rasulullah SAW untuk menyampaikan ajaran Islam kepada ummat Manusia.

Disamping perlawanan secara system (tradisi), kaum musyrikin Quraisy juga melakukan tindakan kekerasan secara fisik seperti intimidasi, pemukulan, penganiayaan bahkan pembunuhan terhadap ummat Islam di Makkah pada saat itu. Kekerasan atau teror fisik ini tidak saja dialami oleh para Sahabat Radhiya Allahu 'Anhum (RA) tetapi juga kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW tidak luput dari kekerasan fisik yang dilakukan oleh musyrikin Quraisy karena ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

Sebagaimana kita ketahui bahwa setelah memasuki fase dakwah terbuka yang dilakukan Rasulullah SAW dan para Sahabat RA, kaum musyrikin Quraisy sangat terusik terutama para pembesar musyrikin Quraisy. Apalagi ketika mereka melihat para pengikut Nabi SAW kian hari kian bertambah. Berbagai upaya, baik dengan cara yang halus, lembut, rayuan ataupun tawaran hadiah telah mereka lakukan untuk menghentikan laju dakwah ajaran Islam, namun semuanya tidak membuahkan hasil. Hingga kemudian para pembesar Quraisy memutuskan untuk melakukan tekanan-tekanan lebih keras. Yaitu dengan menggunakan cara-cara kekerasan atau teror fisik.

Salah seorang pembesar kaum musyrikin Quraisy yang juga merupakan paman Nabi SAW, yaitu Abu Lahab sering melakukan intimidasi dan penghinaan kepada Rasulullah SAW sejak awal dakwah terbuka Nabi SAW. Bahkan penghinaan yang ditunjukkan oleh Abu Lahab beserta istrinya, diabadikan dalam Al-Qur`an surat Al-Lahab atau Al-Masad. Allah SWT berfirman, "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut." (QS 111:1-5)

Abu Jahal, salah seorang pembesar kaum musyrikin Quraisy, juga tak henti-hentinya melakukan kekerasan fisik kepada Nabi Muhammad SAW. Diriwayatkan di dalam hadits shahih Muslim No. 5005 dan musnad Ahmad No. 8475. Abu Hurairah RA berkata: Abu Jahal bertanya, "Apakah Muhammad (SAW) menundukkan wajahnya (di tanah) di tengah-tengah kalian?" Ada yang menjawab, "Ya." Ia berkata (na'udzubillah), " Demi Lata dan Uzzah, bila aku melihatnya melakukan seperti itu, aku akan menginjak lehernya atau aku akan benamkan wajahnya di tanah."

Abu Hurairah RA berkata, "Ia kemudian mendatangi Rasulullah SAW saat Beliau tengah shalat, ia hendak menginjak leher Beliau. Tidak ada yang mengejutkan mereka selain ia (Abu Jahal) mundur dan melindungi diri dengan tangan. Ada yang bertanya padanya: Kamu kenapa? Ia menjawab: Antara aku dan dia (SAW) ada parit dari api, huru hara dan banyak sayap." Rasulullah SAW bersabda, "Andai ia mendekatiku, malaikat akan menyambar anggota badannya satu per satu."

Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur`an surat Al-Alaq. Allah SWT berfirman, "Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Rabbmulah kembali(mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika mengerjakan shalat. Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling? yaitu Abu Jahal Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak kami akan memanggil malaikat Zabaniyah. Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya." (QS 96:6-19)

Dalam peristiwa ini, Allah Azza wa-Jalla melindungi Nabi SAW dengan mengirim Malaikat untuk mendorong Abu Jahal sehingga rencana Abu Jahal untuk menginjak (na'udzubillah) leher Rasulullah SAW gagal. Tetapi, seperti juga penderitaan para Sahabat RA terhadap kekerasan atau teror fisik kaum musyrikin Quraisy ini, Nabi Muhammad SAW tidak luput dari penderitaan fisik. Salah satunya adalah kekerasan fisik yang dilakukan oleh tokoh lain yang juga sangat keras menentang dakwah Rasulullah SAW, yaitu 'Uqbah bin Mu'aith.

Kisah berikut dapat dilihat dalam hadits shahih Bukhari No. 4441 dan musnad Ahmad No. 6614. Urwah bin Zubair RA berkata kepada Abdullah bin Amru bin Al Ash RA, "Kabarkanlah kepadaku perbuatan paling kejam yang dilakukan kaum musyrikin terhadap Rasulullah SAW." Dia berkata, "Ketika Rasulullah sedang shalat di halaman Ka'bah tiba-tiba `Uqbah bin Abi Mu'aith menghampiri Beliau dan menarik bahunya (SAW) serta melilitkan bajunya ke leher Beliau dan mencekiknya kuat-kuat. Kemudian Abu Bakar RA mendekatinya, lalu dia menarik bahunya dan mendorongnya dari Rasulullah SAW seraya berkata: Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: Rabbku adalah Allah, padahal telah datang kepadamu keterangan-keterangan dari Rabbmu."

Teror fisik kaum musyrikin Quraisy berikut dapat dilihat dalam hadits shahih Bukhari No. 233, shahih Muslim No. 3349 dan lain-lain. Ketika Rasulullah SAW shalat di dekat Ka'bah, Abu Jahal dan beberapa musyrikin Quraisy sedang duduk-duduk di majelis mereka dekat Beliau shalat. Ketika itu seorang dari mereka yang berkata, "Siapa yang dapat mendatangkan isi perut (jeroan) unta yang baru disembelih milik fulan, lalu dia kumpulkan kotorannya, darah dan plasenta (ari-ari), kemudian letakan di punggung Muhammad (SAW) saat dia (SAW) sujud?"

Maka berangkatlah orang yang paling celaka diantara mereka, kemudian dia kembali dengan membawa kotoran unta. Dia menunggu Nabi SAW sujud untuk meletakkan kotoran tersebut. Maka ketika Rasulullah SAW sujud, orang itu meletakkan kotoran-kotoran unta itu di antara dua bahu Beliau. Nabi SAW tetap dalam keadaan sujud, sementara mereka tertawa terpingkal-pingkal sambil saling mendorong sesama mereka. Lalu ada seseorang menemui Fatimah RA, maka Fatimah RA bergegas mendatangi Nabi SAW yang saat itu masih dalam keadaan sujud (tidak bisa mengangkat kepala Beliau). Setelah Fatimah RA membersihkan kotoran-kotoran unta tersebut dari Beliau, Fatimah RA mencela kaum musyrikin Quraisy tersebut.

Setelah Rasulullah SAW menyelesaikan shalat, Beliau SAW berdo'a, "Ya Allah kuserahkan (urusan) Quraisy kepada-Mu, Ya Allah kuserahkan Quraisy kepada-Mu, Ya Allah kuserahkan Quraisy kepada-Mu." Kemudian Nabi SAW menyebut satu persatu nama-nama mereka, "Ya Allah kuserahkan (urusan) 'Amru bin Hisyam (Abu Jahal) kepada-Mu, 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Al Walid bin 'Utbah, Umayyah bin Khalaf, 'Uqbah bin Abu Mu'aith dan 'Umarah bin Al Walid." Kaum musyrikin Quraisy berhenti tertawa dan khawatir atau takut dengan do'a Beliau SAW karena mereka juga meyakini bahwa Ka'bah adalah tempat berdo'a yang mustajab.

Di kemudian hari setelah Ummat Islam mengalahkan kaum musyrikin Quraisy pada perang Badar. 'Abdullah bin Mas'ud RA berkata, "Demi Allah, aku melihat orang-orang yang disebut Nabi SAW tersebut (dalam do'a Beliau pada peristiwa di atas) semuanya terbunuh pada perang Badar. Kemudian mereka dibuang ke lembah/sumur Badar, kecuali Umayyah karena dia adalah seorang yang berbadan besar dan ketika para Sahabat RA hendak menyeretnya, anggota badanya terputus-putus sebelum dilempar kedalam sumur/lembah."

Catatan pinggir bahwa do'a yang Rasulullah SAW ucapkan bukan karena siksaan yang mereka lakukan terhadap Rasulullah SAW. Akan tetapi disebabkan oleh orang-orang musyrik Quraisy itu mendustakan dan tidak mau beriman kepada Rasulullah SAW. Inilah kemulian akhlak Rasulullah SAW, meskipun sejak awal dakwah selalu mendapat gangguan dan teror, namun Beliau SAW tidak pernah mendoakan keburukan, tetapi justru menyerahkan kepada kehendak Allah. Dalam peristiwa lain Rasulullah SAW mendoakan kaum yang menentang dakwah Beliau, agar mereka (atau keturunan mereka) memperoleh hidayah dari Allah Azza wa Jalla. Perilaku luhur ini sangatlah pantas dijadikan sebagai panutan dalam kesabaran dan berdakwah.

Kisah kekerasan musyrikin Quraisy banyak banyak dijumpai dalam riwayat-riwayat yang shahih. Padahal Rasulullah SAW merupakan orang terpandang dan masih ada paman Beliau, yaitu Abu Thalib yang memberikan perlindungan (secara tradisi Arab) kepada Beliau. Meski demikian, musyrikin Quraisy tetap melakukan teror kepada Rasulullah SAW. Puncak dari kekerasan atau teror fisik ini adalah usaha membunuh Rasulullah SAW pada akhir fase dakwah secara terbuka. Sebelum rencana tersebut terlaksan, Allah Azza wa Jalla memerintahkan Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.

Catatan pinggir bahwa seperti kisah-kisah lainnya, tidak ada kepastian tanggal kapan terjadinya. Para Sahabat RA yang mengalami kekerasan fisik dari kaum musyrikin Quraisy pada saat itu lebih memikirkan bagaimana mempertahankan keimanan kepada Allah Azza wa Jalla dan kepada Rasulullah SAW. Lagi pula tradisi Arab pada saat itu tidak atau belum mengenal penanggalan. Kita ummat Islam yang belakangan tidak mengetahui dengan persis peristiwa mana yang terjadi lebih dahulu dan mana yang terjadi belakangan. Para ulama mencoba menyusun kepingan-kepingan khisah ini berdasarkan sumber yang ada yaitu Al-Qur'an, Hadits dan ijtihad para ulama salaf (terdahulu).

Begitulah teror atau kekerasan fisik yang dilancarkan kaum musyrikin Quraisy kepada Rasulullah SAW. Dari kisah-kisah ini dapat kita tarik pelajaran bahwa selamanya orang-orang kafir tidak suka (sangat membenci) kepada agama Islam dan Ummat Islam. Bagaimanapun usaha orang-orang kafir tersebut, mereka tidak akan bisa melenyapkan din (agama) Allah ini. Allah SWT berfirman dalam surat Ash-Shaf ayat 8, "Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya". (QS 61:8)

Demikian kita cukupkan sampaikan disini dulu. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut dengan episode lain dari Siirah Nabi Muhammad SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.

Wassalam

Sabtu, 20 Agustus 2016

Pemboikotan oleh Musyrikin Quraisy

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode dakwah Rasulullah SAW tentang boycott atau pengucilan yang dilakukan kaum musyrikin Qyraisy kepada suku Nabi Muhammad SAW yaitu Bani Muthalib dan Bani Hasyim. Pada kesempatan sebelumnya sudah kita kisahkan bagaimana pembelaan Abu Thalib kepada Nabi Muhammad SAW dari setiap desakan atau manuver politik kaum musyrikin Quraisy yang bertubi-tubi. Melihat bagaimana gigihnya dan kuatnya tekad Rasulullah SAW mempertahankan atau menyampaikan dakwa Islam kepada manusia, Abu Thalib memberikan proteksi penuh kepada Nabi Muhammad SAW. Abu Thalib mengatakan kepada Nabi SAW untuk tetap melakukan dan melanjutkan dakwah Beliau.

Abu Thalib meminta kepada kaumnya yaitu Bani Muthalib dan Bani Hasyim agar mereka melindungi Nabi Muhammad SAW dari setiap tindakan musyrikin Quraisy. Mereka semua menerima permintaan Abu Thalib ini, kecuali Abu Lahab yang juga merupakan paman Nabi Muhammad SAW. Terang-terangan Abu Lahab menyatakan permusuhannya. Abu Lahab menggabungkan diri dengan kaum musyrikin Quraisy yang menentang dakwah Rasulullah SAW. Faktor utama kesediaan Banu Muthalib dan Banu Hasyim bersedia melindungi Rasulullah SAW sudah tentu karena fanatisme suku atau kabilah, apalagi antara Banu Hasyim dan Banu Umayyah telah sering terjadi perselisihan semenjak jaman jahiliyah. Tetapi bukan fanatisme itu saja yang mendorong musyrikin Quraisy bersikap bermusuhan dengan Banu Hasyim dan Banu Muthalib. Faktor ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sungguh telah memisahkan atau menampakkan perbedaan antara yang kepercayaan jahiliyah yang sesat dengan agama Islam yang benar,

Pihak musyrikin Quraisy melihat ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW merupakan bahaya bagi kelangsungan kepercayaan jahiliyah yang biasa dilakukan oleh leluhur kaum musyrikin Quraisy. Sementara bagi Banu Muthalib, Banu Hasyim dan ummat Islam melihat dengan mata kepada mereka sendiri bagaimana akhlak Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah kehidupan mereka. Pendirian Nabi Muhammad SAW yang teguh serta ajaran agama Islam yang membawa kepada kebaikan dan sangat masuk akal. Meskipun sebagian dari Banu Muthalib dan Banu Hasyim bahkan paman Beliau SAW Abu Thalib belum masuk Islam, tetapi mereka melihat kebenaran supaya orang hanya menyembah Allah Yang Maha Esa. Hal ini dapat membuat Banu Hasyim dan Banu Muthalib membela dan membenarkan sikap Nabi Muhammad SAW.

Kaum musyrikin Quraisy ketika melihat keberpihakan Banu Hasyim dan Banu Muthalib kepada Nabi Muhammad SAW yang tidak dapat ditawar lagi, mereka melakukan boikot, pengucilan kepada Banu Hasyim dan Bunu Muthalib pada tahun ke 7 Nubuwah. Ada tiga point utama boikot kaum musyrikin Quraisy kepada Banu Muthalib dan Banu Hasyim:
1.    Tidak ada transaksi ekonomi sama sekali antara musyrikin Quraisy dengan Banu Hasyim dan Banu Muthalib.
2.    Tidak ada pernikahan sama sekali antara musyrikin Quraisy dengan Banu Hasyim dan Banu Muthalib.
3.    Tidak boleh ada sama sekali pengiriman bantuan makanan kepada Banu Hasyim dan Banu Muthalib.

Sekitar 40 (empat puluh) pemimpin kaum musyrikin Quraisy sepakat dan menanda tanganin pakta boikot terhadap Banu Hasyim dan Banu Muthalib ini sampai Nabi Muhammad SAW diserahkan kepada mereka (musyrikin Quraisy). Dokumen pakta boikot ini disimpan atau digantung di dalam Kaabah. Semenjak dokumen pakta boikot ini ditanda tangani, kecuali Abu Lahab maka semua pengikut Banu Hasyim, Banu Muthalib dan Ummat Islam keluar dari Makkah. Nabi Muhammad SAW dan beserta ummat Islam ikut tinggal bersama dengan Banu Hasyim dan Banu Muthalib disebuah lembah yang oleh Abu Thalib disebut sebagai Shi'ib Abi Thalib (Pengikut Abi Thalib).

Meskipun dalam masa pengucilan, karena tidak termasuk point yang diboikot, maka Rasulullah SAW bersama para sahabat mendatangi Makkah setiap musim Haji untuk berdakwah kepada para jama'ah Haji. Hal ini memungkinkan dilakukan karena kaum musyrikin Quraisy masih mempercayai kesucian bulan-bulan suci. Dimana pada bulan-bulan suci orang-orang Arab berdatangan ke Makkah menunaikan pangilan Nabi Ibrahim AS untuk berhaji, segala permusuhan dihentikan - tidak ada pembunuhan, tidak ada penganiayaan, tidak ada permusuhan, tidak ada balas dendam.

Pada bulan-bulan suci ini Nabi Muhammad SAW dan para sahabat RA berdakwah, mengajak orang-orang Arab jama'ah Haji kepada agama Allah yang benar. Segala penderitaan yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat RA demi dakwah ini justru telah menjadi penolong dari kalangan orang banyak. Mereka yang telah mendengar tentang dakwah Nabi SAW lebih bersimpati kepadanya, lebih suka mereka menerima ajakannya. Boikot yang dilakukan kaum musyrikin Quraisy kepada Banu Hasyim, Banu Muthalib dan Ummat Islam, telah mendapat simpati hati orang banyak, baik dari kalangan jama'ah Haji maupun kaum musyrikin Quraisy yang sekedar ikut-ikutan karena fanastisme kesukuan jahiliyah.

Catatan pinggir bahwa dalam pandangan tradisi Arab mereka melihat sesuatu berdasarkan kesukuan atau kabilah. Bagi para pengunjung Makkah baik sedang melakukan Hajji maupun sekedar berdagang, perlakukan kaum musyrikin Quraisy terhadap Banu Hasyim dan Banu Muthalib yang juga merupakan suku Quraisy, sungguh membuat mereka berfikir. Ada apa gerangan dengan dengan ajaran leluhur jahiliyah mereka? Bagaimana mungkin kaum musyrikin Quraisy karena alasan ajaran agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW membuat mereka berbuat keterlaluan – memboikot saudara Quraisy mereka dari Banu Hasyim dan Banu Muthalib?

Aksi boikot atau pengucilan oleh musyrikin Quraisy ini berjalan selama tiga (3) tahun. Selama masa boikot, Ummat Islam, Banu Hasyim dan Banu Muthalib terbiasa memakan dedaunan dan kulit binatang (sebangsa kerupuk kulit, rambak atau krecek) karena susahnya bahan makanan. Tangisan bayi dan anak-anak karena kelaparan bisa di dengar dari luar lembah Shi'ib Abi Thalib. Kadang-kadang, Muth'im bin Adi dan Hakim bin Hazam dari kaum musyrikin Quraisy yang merasa kasihan mendengar tangisan anak-anak, mereka secara sembunyi-sembunyi mengirimkan bahan makanan ke lembah Shi'ib Abi Thalib.

Dikemudian hari pada saat perang Badar selesai, demi mengenang kebaikan Muth'im bin Adi selama masa boikot ini, Nabi Muhammad SAW berkata dihadapan para tawanan perang Badar, "Seandainya Muth'im bin Adi masih hidup dan berbicara kepadaku mengenai pembebasan tawanan ini, sungguh aku akan membebaskan mereka untuknya tanpa tebusan." Hadits ini diriwayatakan oleh shahih Bukhari No. 2906, sunan Abu Daud No. 2314 dan lain-lain.

Setelah tiga tahun, pemboikotan atau pengucilan ini terhenti karena 3 (tiga) alasan berikut:
1.            Do'a Nabi Muhammad SAW, "Yaa Allah, turunkanlah kelaparan kepada mereka sebagaimana kelaparan ummat Nabi Yusuf AS." Sebagai hasil dari do'a Nabi SAW ini, mereka kaum musyrikin Quraisy tertimpa musibah kelaparan yang menimpa segala sesuatunya (semua bahan makanan tidak bisa dimakan) sehingga mereka memakan kulit dan bangkai binatang karena kelaparan. Do'a Nabi Muhammad SAW ini bisa ditemukan di berbagai hadits seperti shahih Bukhari No. 4325, shahih Muslim 5006 dan lain-lain.
2.            Diantara kaum musyrikin Quraisy tidak dipungkiri terdapat juga orang-orang yang berhati lembut. Diantara mereka adalah Hisyam bin Amru, Zuhair bin Abi Umayyah, Zam'ah bin Aswad dan Muth'im bin Adi. Mereka dapat melihat dan ikut merasakan penderitaan yang begitu lama dan begitu banyak yang dialami oleh Banu Hasyim dan Banu Muthalib karena pemboikotan yang dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy. Mereka sepakat untuk membatalkan dokumen pakta pemboikotan terhadap Banu Hasyim dan Banu Muthalib. Meskipun Abu Jahal berkeras tetap melakukan boikot, tapi melihat orang-orang mulai berpihak kepada Muth'im bin Adi dan kawan-kawan maka dia tidak dapat berbuat apapun.
3.            Nabi SAW menceritakan kepada Abu Thalib bahwa Allah telah memberitahukan Beliau SAW perihal dokumen pakta boikot sudah dimakan rayap kecuali kata "Dengan NamaMu Yaa Allah." Setelah mendapat konfirmasi ulang dari Nabi SAW, Abu Thalib bergegas ke Makkah untuk menggunakan informasi ini untuk mengakhiri boikot. Abu Thalib berkata kepada kaum musyrikin Quraisy, "Jika informasi dari Nabi SAW ini tidak benar – bahwa dokumen pakta boikot dimakan rayap kecuali kata 'Dengan NamaMu yaa Allah' – maka saya akan berhenti membantu dan melindungi Nabi Muhammad SAW". Kaum musyrikin Quraisy sepakat dengan kondisi yang diajukan oleh Abu Thalib. Sementara itu Muth'im bin Adi telah mengambil dokumen pakta boikot dan betul sudah dimakan rayap kecuali kata "Dengan NamaMu yaa Allah."

Setelah itu dokumen pakta boikot disobek atau dibatalkan. Dengan demikian berakhir sudah pemboikotan oleh kaum musrikin Quraisy kepada Banu Hasyim, Banu Muthalib dan Ummat Isllam di Makkah saat itu. Semua orang meninggalkan lembah Shi'ib Abi Thalib dan kembali ke Makkah. Kesempatan berjual-beli dan hubungan kekeluargaan dengan Quraisy kembali terbuka atau normal. Meskipun hubungan antara keduanya seperti sediakala, namun semua orang, baik kaum musyrikin Quraisy dan Ummat Islam di Makkah saat itu, masing-masing siap-siaga bila permusuhan itu kelak sewaktu-waktu memuncak kembali.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini dulu. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut dengan episode kekeran atau teror fisik yang dilakukan kaum musyrikin Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.

Sabtu, 13 Agustus 2016

Musyrikin Quraisy Menentang Dakwah Rasulullah SAW

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode dakwah Rasulullah SAW. Pada series sebelumnya sudah kisahkan phase dakwah secara private atau pribadi selama 3 tahun pertama nubuwah (kenabian Muhammad SAW). Pada phase dakwah pribadi ini Nabi SAW hanya berdakwah kepada keluarga dan kerabat dekat saja, tidak berdakwah kepada yang lain. Namun demikian berita mulai menyebar. Penduduk Makkah banyak bicara tentang Nabi Muhammad SAW dan tentang ajaran-ajaran Beliau sehingga pengunjung Makkah juga mendengarnya, bahkan berita tentang Nabi Muhammad SAW sampai ke Yaman. Sehingga ketika seorang Sahabat Yamani datang kepada Rasulullah SAW, Beliau meminta Sahabat tersebut untuk datang lagi kemudian ketika sudah mendengar Islam sudah berjaya (mengalahkan kaum musryikun Quraisy).

Dari sini dapat kita manarik pelajaran bahwa setiap orang harus bertanggung jawab terahadap keluarganya, kemudian baru kepada lingkungan, kerabat dekat dan umat manusia pada umumnya. Disamping itu kita juga dapat mengambil pelajaran bahwa kita harus fokus terhadap tugas yang diberikan kepada kita, sebagaimana Nabi SAW fokus berdakwah kepada keluarga, kerabat dekat dan para Sahabat Makkah saja selama 3 (tiga) tahun masa dakwah pribadi atau private ini. Beliau SAW tidak terpengaruh kepada kesempatan untuk berdakwah kepada pengunjung Makkah pada saat itu.

Pada phase berikutnya, ketika Nabi SAW mulai melakukan dakwah terbuka kepada seluruh penduduk Makkah, maka mulailah terjadi perlawanan dari kaum musyrikin Quraisy. Hal pertama yang mereka lakukan adalah mereka mencoba untuk menarik otoritas tertinggi atau kepala suku bani Hashim yaitu Abu Thalib. Seperti kita ketahui bahwa suku Nabi Muhammad SAW adalah bani Hashim. Jadi kaum musyrikin Quraisy mencoba merangkul atau menarik simpati Abu Thalib agar berpihak kepada agama nenek moyang mereka.

Perlu diketahui bahwa dalam budaya atau tradisi Arab, tidak ada satu penguasapun yang berdaulat. Begitu juga di Makkah, tidak ada satu penguasapun yang menguasai seluruh kaum atau suku-suku Quraisy. Mereka terlalu arogan untuk menunjuk satu penguasa. Apa yang mereka lakukan adalah memilih wakil-wakil untuk duduk di Darun Najwa. Darun Najwa adalah sekelompok orang yang lebih senior yang bertanggung jawab tetapi mereka tidak memiliki kendali secara utuh kepada semua masyarakat Makkah. Siapa orang-orang ini? Mereka adalah perwakilan dari masing-masing suku-suku Quraisy di Makkah. Bani Hasyim memiliki seorang kepada suku, Bani Makhzum memiliki kepala suku, Bani Abd Manaf memiliki kepala suku dll. Urusan satu suku hanya berdasarkan atau sesuai dengan apa yang dikatakan oleh setiap kepala suku dan tidak berlaku kepada suku lain.

Jadi, ketika Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah secara terbuka mereka pergi menemui Abu Thalib. Mereka berkata kepada Abu Thalib, "O Abu Thalib ini keponakan anda mengutuk berhala kita, membawa agama baru, tentunya Anda tidak bisa membiarkan ini terjadi?" Abu Thalib tidak ingin terjadi konfrontasi, ia menasehati mereka dengan beberapa patah kata secara sopan dan lembut. Abu Thalib meminta mereka bubar dan mempersilahan mereka pergi. Abu Thalib berharap masalah ini akan selesai dan dilupakan dengan berlalunya waktu.

Tetapi tidak seperti yang diharapkan Abu Thalib. Makin lama semakin banyak orang masuk Islam, semakin banyak pengunjung Makkah mengetahui tentang Nabi Muhammad SAW dan ajaran agama Islam yang Beliau bawa. Mereka kaum musyrikin Quraisy meningkatkan tekanan pada Abu Thalib. Mereka mencoba untuk menekan dan mendesaknya, "Kami tidak bisa lagi menerima ini, keponakan anda telah menghina agama nenek moyang kita. Kami tidak tahan lagi, anda menghentikan dia dari berdakwah atau anda menyerahkannya kepada kami".

Ini konyol, Nabi SAW tidak pernah mengutuk agama nenek moyang mereka. Nabi SAW hanya berdakwah tentang tauhid, tetapi mereka kaum musyrikin Quraisy memutar balikan fakta dengan mengatakan Nabi SAW telah menghina berhala dan agama nenek moyang mereka. Nabi SAW tidak pernah mengutuk berhala-berhala mereka, Allah berfirman, "Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan (QS 6:108)." Tapi mereka kaum musyrikin Quraisy menuduhnya (Nabi SAW) melakukan hal ini (menghina berhala-hala mereka).

Catatan pinggir bahwa kekonyolan (logika konyol) seperti ini dari zaman dahulu sampai sekarang masih dipakai oleh kaum musyrikin atau orang kafir atau non-Muslim. Mereka menentang diberlakukan ajaran Islam atau melarang ummat Islam menjalankan ajaran Islam. Mereka katakan ajaran Islam menghina agama mereka, ajaran Islam tidak menghargai agama mereka, hanya karena ummat Islam menjalankan ajaran Tauhid. Mereka tidak senang ummat Islam mengatakan, "Ttidak ada tuhan selain Allah atau Allah Maha Esa," karena dengan demikian - menurut logika konyol mereka - telah menghina tuhan mereka yang banyak, tidak menghargai agama mereka. Pedoman kita ummat Islam jelas bahwa, "Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku". (QS 109:6)

Jadi Abu Thalib ditekan dan didesak oleh kaum musyrikin Quraisy menghentikan dakwah atau menyerahkan Nabi Muhammad SAW. Abu Thalib adalah seorang kepala suku besar yang paling berkuasa di Makkah, dia tidak pernah bisa diancam dan didesak oleh kaumnya dengan cara seperti ini. Seorang pemimpin tidak saja kuat secara lahiriah, dia juga harus kuat secara mental tetapi harus lemah lembut kepada masyarakatnya. Karena setiap pemimpin harus menenangkan dan melindungi rakyatnya baik ancaman dari luar maupun dari dalam. Bahkan jika anda seorang tiranipun, anda harus memiliki kelompok inti dari orang yang anda percayai dan lindungi. Setiap pemimpin tergantung kepada rakyat atau kelompok kecil yang anda pimpin agar kekuasaan anda langgeng. Hanya Allah yang benar-benar Raja, yang tidak tergantung kepada yang lainnya.

Dalam budaya atau tradisi Arab, seseorang tidak dapat mengganggu seseorang dari suku Arab kecuali terjadi perperangan atau kepala suku mereka memberikan izin untuk melakukannya. Jika mereka tidak mematuhi apa yang telah diputuskan oleh kepala suku atau Darun Najwa maka mereka akan menghadapi hukuman sosial, merasa malu sendiri karena dikucilkan atau cemoohan. Jadi, ketika kaum Quraisy sendiri menentang dan mendesak Abu Thalib dengan permintaan mereka menyerahkan Nabi SAW atau menyurug Nabi SAW berhenti berdakwah. Abu Thalib tidak bergeming dengan pendiriannya dan tidak menerima tuntutan mereka sehingga mereka bubar dan pergi. Jadi selama Abu Thalib tidak menyerahkan Nabi SAW kepada mereka dan Nabi SAW masih anggota bani Hasyim, mereka tidak bisa melakukan apa-apa.

Di dalam buku siirah Rasulullah SAW karangan ibnu Ishaq disebutkan bahkan kaum musyrikin Quraisy menawarkan kepada Abu Thalib untuk menyerahkan Nabi Muhammad SAW kepada mereka. Sebagai gantinya mereka menyerahkan Umara bin Al-Walid bin Al-Mughira, seorang pemuda yang perkasa dan rupawan, yang merupakan pemuda pilihan sebagai calon pemimpin masa depan kaum Quraisy. Mereka menawarkan Umara sebagai anak angkat Abu Thalib dan Abu Thalib menyerahkan Nabi Muhammad SAW. Abu Thalib menolak menyerahkan Nabi Muhammad SAW kepada kaum musyrikin Quraisy.

Catatan pinggir bahwa tentu saja logika konyol seperti ini ditolak oleh Abu Thalib. Kaum musyrikin Quraisy menyerahkan Umara bin Al-Walid sebagai anak angkat untuk dipelihara oleh Abu Thalib. Sementara Abu Thalib harus menyerahkan Nabi Muhammad SAW untuk mereka bunuh. Pemimpin mana yang bisa menerima tawaran konyol seperti ini, kecuali seorang diktator atau tiran yang gila kekuasaan.

Sementara itu Nabi Muhammad SAW terus juga berdakwah, dan semakin banyak penduduk Makkah masuk Islam dan para pendatang kota Makkah banyak yang tertarik dengan ajaran Nabi Muhammad SAW. Hal ini membuat kaum musyrikin Quraisy semakin panas dan kehilangan akal sehat. Untuk ketiga kalinya mereka mendatangi lagi Abu Thalib. Mereka mengatakan, "Abu Thalib, anda sebagai orang yang terhormat, terpandang di kalangan kami. Kami telah minta supaya menghentikan kemenakanmu itu, tapi tidak juga kaulakukan. Kami tidak akan tinggal diam terhadap orang yang memaki nenek-moyang kita, tidak menghargai agama nenek moyan kita dan mencela berhala-berhala kita - sebelum kausuruh dia diam atau sama-sama kita lawan dia, kami tidak berhenti hingga salah satu pihak nanti binasa."

Berat sekali bagi Abu Thalib akan berpisah atau bermusuhan dengan masyarakatnya. Juga tak sampai hati ia menyerahkan atau membuat kemenakannya itu kecewa. Gerangan apa yang harus dilakukannya? Dimintanya Nabi Muhammad SAW datang dan diceritakannya maksud permintaan kaum musyrikin Quraisy. Lalu katanya: "Jagalah aku, begitu juga dirimu. Jangan aku dibebani hal-hal yang tak dapat kupikul."

Nabi Muhammad SAW menekur sejenak, sedih sekali hatinya melihat paman Beliau ditekan dan didesak oleh masyarakatnya karena dakwah yang Beliau SAW lakukan. Pamannya ini, Abu Thalib sudah merupakan figur atau pengganti orang tua bagi Nabi Muhammad SAW. Tapi Abu Thalib seolah sudah tak berdaya lagi membela dan memeliharanya. Abu Thalib sudah mau meninggalkan dan melepaskannya. Sedang kaum Muslimin masih lemah, mereka tak berdaya akan berperang, tidak dapat mereka melawan Quraisy yang punya kekuasaan, punya harta, punya persiapan dan jumlah rmanusia. Sebaliknya Nabi Muhammad SAW tidak punya apa-apa selain kebenaran yang diperintahkan Allah kepadanya untuk disampaikan.

Nabi Muhammad SAW, dengan jiwa yang penuh kekuatan dan kemauan, di dalam buku Ibnu Ishaq berkata kepada Abu Thalib, "Paman, demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan meletakkan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah yang akan membuktikan kemenangan itu ditanganku, atau aku binasa karenanya." Seketika lamanya Abu Talib masih dalam keadaan terpesona menyaksikan keagungan dan keteguhan Nabi Muhammad SAW. Ia masih dalam kebingungan antara tekanan masyarakatnya dengan kesungguh-sungguhan sikap kemenakannya itu. Tetapi kemudian dia berkata, "Anakku, katakanlah dan lakukanlah sekehendakmu. Aku tidak akan menyerahkan engkau bagaimanapun juga!"

Demikian kita cukupkan sampaikan disini dulu. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut dengan episode boycott kaum musyrik Quraisy kepada Bani Hasyim karena keberpihakan Abu Thalib kepada dakwah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.



Sabtu, 06 Agustus 2016

Ummi Aiman (Barakah) RA

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Alhamdulillahi Rabbi al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita akan meneruskan siirah Rasulullah SAW dengan episode Ummi Aiman Radhiya Allahu 'Anhu (RA). Ummi Aiman adalah salah seorang dari "keluarga" Nabi Muhammad SAW. Pada beberapa episode sebelumnya kita telah bahas bahwa Ummi Aiman RA adalah pembantu orang tua Nabi SAW sejak Nabi Muhammad SAW masih kecil. Juga Ummi Aiman yang menemani Nabi Muhammad SAW bersama ibunda Beliau Siti Aminah berkunjung ke Yatrib atau Madinah Al-Munawwarah. Pada episode tentang Zaid bin Haritsah kita juga singgung bahwa Ummi Aiman dinikahkan oleh Nabi SAW dengan Zaid bin Haritsah yaitu anak angkat Beliau SAW. Jadi ummi Aiman RA adalah sosok yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW.

Nama asli Ummi Aiman RA adalah Barakah (بَرَكَة), putri dari Tha'alaba bin Amr. Ummi Aiman (أمّ أيمن) aslinya dari Abissina atau Ethioipia sekarang. Ummi Aiman adalah budak perempuan dari Abdullah bin Abdul Muththalib, jadi Ummi Aiman adalah budak dari Ayahanda Nabi Muhammad SAW. Ummi Aiman tetap melayani keluarga Nabi SAW sepanjang hidupnya meskipun sudah merdeka – bukan budak lagi. Di dalam buku siirah Rasulullah SAW karangan Ibnu Ishaq disebutkan bahwa suatu hari Nabi Muhammad SAW memperkenalkan Ummi Aiman kepada Siti Khadijah RA dengan nama aslinya sebagai Barakah dan mengatakan bahwa Barakah yang mengasuh Nabi SAW setelah ibunda Nabi SAW meninggal.

Ummi Aiman atau Barakah RA sebelumnya pernah menikah dengan Ubaid ibn Zaid Dari pernikahan Ummi Aiman dengan Ubaid ibn Zaid ini mereka dikaruniai seorang anak laki-laki, yaitu Aiman. Dalam tradisi atau budaya Arab yang kemudian dipakai sampai sekarang bahwa orang tua dinisbahkan kepada nama anak pertama mereka, terutama kepada nama anak laki-laki. Jadi Barakah dipanggil sebagai Ummi Aiman (ibu dari Aiman RA) sedangkan Ubaid ibn Zaid dipanggil sebagai Abu Aiman (bapak dari Aiman). Setelah Abu Aiman atau Ubaid ibn Zaid meninggal, Ummi Aiman pindah ke rumah Siti Khadijah RA untuk membantu keluarga Nabi SAW.

Ketika wahyu pertama turun, Ummi Aiman RA adalah salah seorang para sahabat yang pertama-tama menerima Islam. Ummi Aiman RA merupakan salah seorang dari As-Saabiquuna Al-Awwaluuna dan termasuk wanita pertama yang menerima Islam disamping keluarga Nabi Muhammad SAW. Sebelumnya sudah kita bahas bahwa As-Saabiquuna Al-Awwaluuna adalah para sahabat yang terdahulu dan yang pertama pertama-tama memeluk Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sejak hari pertama surat Al-Muddatsir ayat 1 – 7 turun. Jadi Ummi Aiman RA menerima Islam pada waktu atau kurun waktu yang bersamaan dengan para sahabat seperti Abu Bakr RA, Abdurrahman bin Auf RA, Sa'ad bin Abi Waqas RA, Ustman bin Affan RA, Zubair bin Awwam RA, Talhal bin Ubaidillah RA, Zaid bin Haritsah dan lain-lain.

Pada periode dakwah secara pribadi (3 tahun pertama dakwah Islam) di Makkah, para sahabat Radhiya Allahu 'Anhum (RA) berkumpul bersama Nabi Muhammad SAW di rumah Beliau. Ummi Aiman RA datang menyampaikan pesan penting dari Siti Khadijah RA kepada Rasulullah SAW. Ketika Ummi Aiman datang dan telah menyampaikan, Rasulullah SAW tersenyum kepada Ummi Aiman dan mengatakan kepada Ummi Aiman bahwa dia sungguh mulia dan tempatnya di surga kelak. Ketika Ummi Aiman telah pergi, Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat siapa yang ingin menikah dengan perempuan ahlul surga maka dia harus menikah dengan Ummi Aiman RA. Semua sahabat terdiam karena Ummi sudah berumur dan juga tidak begitu cantik. Kecuali sahabat Zaid RA, dia minta agar Rasulullah SAW menikahkannya dengan Ummi Aiman RA dan menyebutkan Ummi Aiman lebih baik dari pada wanita cantik manapun.

Zaid RA sangat dicintai oleh Nabi SAW. Nabi SAW menikahkan Zaid dengan Ummi Aiman yaitu seorang perempuan ahlul surga. Dari pernikahan Zaid dengan Ummi Aiman, mereka berdua memiliki seorang anak yang lahir secara harfiah di dalam rumah Nabi SAW, yaitu Usamah bin Zaid. Usamah bin Zaid merupakan cucu angkat Nabi SAW yang sangat dicintai. Nabi SAW suka bermain dengan Usamah RA bahkan Nabi SAW menyuapi Usamah kecil dengan tangan Beliau sendiri. Jika para sahabat RA menginginkan sesuatu dari Rasulullah SAW, mereka pergi ke Usamah dan mengatakan "mengapa kamu tidak pergi menghadap Nabi SAW dan minta kepada Beliau SAW karena Nabi SAW sangat mencintai kamu dan  tidak akan pernah mengatakan tidak kepada setiap apa yang kamu inginkan".

Catatan pinggir bahwa ada beberapa versi mengenai pernikahan Ummi Aiman RA dengan Zaid bin Haritsah RA. Versi pertama menyebutkan Ummi Aiman menikah dengan Zaid pada periode dakwah Islam di Makkah sedangkan versi lain menyebutkan setelah mereka Hijrah ke Madinah. Kalau dihitung berdasarkan umur Usamah RA ditunjuk oleh Nabi SAW mengantikan almarhum ayahnya Zaid RA menjadi komandan perang sebelum wafatnya Nabi SAW maka sangat masuk akal kalau pernikahan Ummi Aiman dengan Zaid RA menurut versi pertama. Karena kalau Ummi Aiman menikah setelah Hijrah maka kemungkinan umur Usamah belum lagi dewasa, mungkin masih sekitar sepuluh tahun pada saat ditunjuk Nabi SAW menjadi pemimpin perang.

Ummi Aiman tidak saja membantu Nabi SAW di rumah Siti Khadijah RA. Setelah Hijrah ke Madinah, Ummi Aiman sebagaimana para sahabat yang lain juga mengikuti setiap perintah Rasulullah SAW. Meskipun telah berumur, Ummi Aiman tidak kalah dengan sahabat muda lainnya dalam meraih atau mencari pahala dari Allah SWT. Ummi Aiman menjadi sukarelawati dalam berbagai pertempuran yang dipimpin Nabi SAW. Seperti pada perang Uhud, Ummi Aiman ikut mendisribusikan air minum kepada para sahabat yang kehausan dan ikut merawat para sahabat yang terluka.

Ummi Aiman RA juga mengikuti Nabi SAW dalam perang Khaibar yaitu sekitar 150 km diatas atau Utara kota Madinah. Khaibar adalah perkampungan Yahudi banu Nadir, Lokasinya sangat strategis dikelilingi oleh pegunungan seperti juga Madinah. Pertempuran ini disebabkan oleh Yahudi telah bersengkongkol dengan kaum musyrikin Makkah memusuhi ummat Islam. Pada perang Khaibar ini, kaum Yahudi tidak mampu keluar dari kepungan Ummat Islam meskipun mereka mempunyai persediaan makanan yang cukup. Setelah sebulan terkepung, mereka akhirnya menyerah kepada Nabi SAW. Sehingga ummat Islam memperoleh kemenangan yang sangat gemilang dan kaum Yuhudi diwajibkan membayar pajak dari setiap hasil pertanian dari Khaybar.

Aiman RA Ibnu Ummi Aiman RA, yaitu anak pertama Ummi Aiman menjadi syuhada pada perang Hunain ditahun berikutnya setelah perang Khaibar. Sementara suami kedua Umm Aiman RA, yaitu Zaid bin Haritsah RA menjadi syuhada pada ekpedisi pertempuran paling sengit di perang Mu'tah melawan pasukan Romawi. Ekpedisi Mu'tah ini juga disebut sebagai ekpedisi tiga jendral karena Nabi SAW mengirim tiga jendral sekaligus dalam satu ekpedisi yang sama. Nabi SAW mengatakan "Jika Zaid bin Haritsah gugur, maka Ja'far yang menggantikan, jika Ja'far gugur, maka Abdullah bin Rawahah sebagai penggantinya" (HR Syahih Bukhari No. 3928). 

Catatan pinggir bahwa dalam siirah Rasulullah SAW kalau disebutkan ekpedisi berarti Nabi Muhammad SAW tidak ikut dalam rombongan. Tetapi kalau Nabi SAW ikut maka disebut sebagai perang atau ghazawat. Dalam banyak ekpedisi, Nabi SAW selalu mengirim Zaid RA sebagai komandan ekspedisi. Tetapi dalam ekpedisi Mu'tah ini, karena pertempuran yang bakal terjadi sangat sengit maka Nabi SAW mengirim tiga orang jendral sekaligus. Namun ketiga orang sahabat RA itu syuhada di Mu'tah dan kemudian Khaild Ibn Waleed RA secara aklamasi dipilih oleh para sahabat RA untuk mengambil alih komando. Syuhadanya ketiga orang sahabat RA ini sangat membuat Nabi SAW sedih.

Putra kedua Ummi Aiman RA dengan Zaid RA yaitu Usamah bin Zaid RA, adalah seorang jendral termuda yang pernah diutus Nabi SAW sebelum Rasulullah SAW wafat. Penunjukkan Usamah RA sebagai komandan termuda ini menunjukan kepada kita betapa Rasulullah SAW sangat mencintai keluarga Ummi Aiman RA dan Zaid RA. Para sahabat tidak saja mengetahui tapi mengakui kecintaan yang mendalam dari Nabi SAW kepada keluarga Ummi Aiman RA dan Zaid RA ini. Pada saat pengiriman Usamah RA ke medan perang, Abu Bakr RA mengatakan kepada Umar RA bagaimana mungkin dia (Abu Bakr) berani membatalkan keputusan atau perintah Nabi SAW?. Abdullah bin Umar RA bahkah pernah mengeluh kepada bapaknya Umar RA yang menjadi kalifah saat itu bahwa kenapa Umar RA memberi gaji Usamah bin Zaid RA lebih besar dari gajinya?. Umar RA mengatakan "karena Usamah RA lebih dicintai oleh Nabi SAW daripada kamu, dan karena bapaknya lebih dicintai Rasulullah SAW daripada bapakmu ini".

Dalam hadits shahih Muslim No. 4492, Sunan Ibnu Majah No. 1625, dan lain lain bahwa Anas RA berkata; Tidak lama setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat, Abu Bakr RA berkata kepada Umar RA; 'Ikutlah dengan kami menuju ke rumah Ummu Aiman RA untuk mengunjunginya sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selalu mengunjunginya. Dan ketika kami telah sampai di tempatnya, Ummu Aiman RA pun menangis. Lalu mereka berdua berkata kepadanya; Kenapa kamu menangisi Beliau SAW, bukankah apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik bagi RasulNya shallallahu 'alaihi wasallam? Ia menjawab: Bukanlah aku menangis karena aku tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik bagi RasulNya, akan tetapi aku menangis karena dengan wafatnya beliau berarti wahyu dari langit telah terputus. Ummu Aiman pun membuat mereka berdua bersedih dan akhirnya mereka berduapun menangis bersamanya.

Ummi Aiman berumur panjang, beliau menjadi muslimah dan bahkan masih hidup setelah wafatnya Nabi SAW. Jika seandainya ada seseorang yang rajin bertanya kepada Ummi  Aiman tentang masa kecil Nabi SAW, tentu hari ini kita akan memiliki lebih banyak cerita tentang masa kecil Beliau, tetapi Allah SWT maha tahu dan mempunyai rencana lain. Jadi Ummi Aiman atau Barakah RA adalah satu-satunya yang begitu dekat dengan Nabi SAW sepanjang hidupnya, dari lahir sampai Beliau SAW wafat. Ummi Aiman RA meninggal lima tahun setelah Nabi SAW wafat (HR Shahih Muslim No. 3318 akhir).

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode lain. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.