Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ
Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.
Insyaa Allah hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode tahun kesedihan. Beberapa saat setelah paman Nabi SAW, Abu Thalib meninggal, di tahun yang sama istri Nabi SAW, (Siti) Khadijah Radhiya Allahu 'Anha (RA) juga meninggal dunia. Di dalam banyak buku siirah Nabi Muhammad SAW bahwa tahun dimana Abu Thalib meninggal dan istri Baginda Rasulullah SAW yang tercinta (Siti) Khadijah RA disebut sebagai tahun kesedihan. Tahun dimana Nabi Muhammad SAW sebagai seorang manusia kehilangan dua orang yang Beliau sangat sayangi dan cintai.
Sebagaimana kisah-kisah sebelumnya, tidak ada yang mencatat dengan pasti kapan meninggalnya Ummul Mukminin (Siti) Khadijah RA. Tapi, yang jelas bisa kita katakan bahwa Khadijah RA meninggal beberapa saat/waktu (hari atau minggu) setelah Abu Thalib meninggal dunia. Tetapi di dalam sebuah buku siirah Rasulullah SAW disebutkan bahwa Khadijah RA meninggal 40 hari yaitu setelah Abu Thalib meninggal dunia. Bahkan ada yang mencoba menghitung balik berdasarkan kalender Hijriyah bahwa Khadijah RA meninggal pada tanggal 10 Ramadhan pada tahun ke-sepuluh kenabian Muhammad SAW (619 M atau 3 tahun sebelum Hijrah).
Kalau dihitung balik maka Abu Thalib meninggal sekitar awal bulan Sya'ban pada tahun ke-sepuluh kenabian Rasulullah SAW. Sebagaimana kita ketahui bahwa jumlah hari pada bulan Sya'ban adalah 30 hari, dengan demikian Abu Thalib meninggal pada tanggal 1 Sya'ban tiga tahun sebelum Hijrah. Dengan meninggalnya Abu Thalib maka kekuasaan tertinggi Banu Hasyim dan Banu Abdul Muththalib menjadi kepunyaannya Abu Lahab, yaitu paman tertua Nabi SAW saat itu. Pada awalnya Abu Lahab meneruskan perlindungan yang diberikan Abu Thalib kepada Rasulullah SAW. Tetapi atas desakan atau hasutan kaum musyrikin Quraisy, Abu Lahab tidak memberikan atau mencabut perlindungan kepada Rasulullah SAW.
Pada saat seperti itu, 40 hari setelah kehilangan paman yang Beliau cintai, Rasulullah SAW juga kehilangan Khadijah RA. Ketika Khadijah meninggal, perintah shalat jenazah belum ada atau belum turun. Nabi SAW mengubur sendiri jenazah Khadijah RA. Beliau turun ke liang lahat dan menempatkan sendiri Khadijah RA di kuburnya. Kehilangan Khadijah RA bagi Rasulullah SAW merupakan kehilangan yang berbeda dibandingkan kehilangan Abu Thalib dan kehilangan perlindungan. Khadijah RA bagi Nabi SAW bukan saja sebagai istri tapi juga merupakan 'pelindung' Beliau seperti saat turunnya ayat Iqraa' yang diceritakan oleh Aisyah RA berikut.
Dalam hadits riwayat shahih Bukhari No. 4572, shahih Muslim No. 231 dan lain-lain diceritakan oleh Aisyah RA bahwa setelah kejadian wahyu pertama Beliau SAW pulang dalam keadaan ketakutan hingga menemui Khadijah RA, seraya Beliau SAW berkata, "Selimutilah aku! Selimutilah aku." Lalu Khadijah RA memberi Beliau SAW selimut hingga hilang rasa gementar dari diri Beliau SAW. Beliau SAW kemudian bersabda kepada Khadijah RA, "Wahai Khadijah! Apakah yang telah terjadi kepadaku?" Beliau SAW pun menceritakan seluruh peristiwa yang telah terjadi. Beliau SAW bersabda lagi, "Aku benar-benar khawatir pada diriku." Khadijah RA terus menghibur Beliau SAW dengan berkata, "Janganlah begitu, bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu, selama-lamanya. Demi Allah! Sesungguhnya, kamu telah menyambung tali persaudaraan, berbicara jujur, memikul beban orang lain, suka mengusahakan sesuatu yang tidak ada, menjamu tamu dan sentiasa membela yang benar (haq)."
Khadijah RA menjadi sandaran bagi Nabi SAW. Khadijah RA telah mencurahkan segala rasa cinta dan kesetiaannya, dengan perasaan yang lemah-lembut, dengan hati yang bersih, dengan kekuatan iman yang ada padanya kepada Rasulullah SAW. Khadijah RA dulu menghibur Beliau bila mendapat kesedihan, mendapat tekanan dan yang menghilangkan rasa takut dalam hati Beliau. Khadijah RA adalah bidadari yang penuh kasih sayang. Pada kedua mata dan wajahnya, Nabi SAW melihat kepercayaan yang kuat kepada Beliau sehingga membuat Beliau tambah percaya diri.
Kehilanan Khadijah RA merupakan kehilangan yang mendalam bagi Rasulullah SAW. Para Sahabat RA mengatakan bahwa setelah Khadijah RA meninggal, kami tidak melihat Nabi SAW tersenyum selama berbulan-bulan. Baik Abu Thalib maupun Khaidajah RA, keduanya memang merupakan orang-orang yang sangat penting bagi Nabi SAW. Abu Thalib melindungi Beliau SAW dari gangguan ekternal (kaum musyrikin Quraish); sementara Khadijah RA memberinya dukungan dan 'melindungi' Beliau SAW di dalam rumah tangga Beliau. Kehilangan yang sangat besar terhadap kedua orang yang sangat dekat dengan Beliau pada atau dalam tahun yang sama, para Ulamanya menyebutnya sebagai tahun kesedihan.
Begitu banyak riwayat yang menunjukkan betapa besar Nabi SAW mencintai Khadijah RA. Khadijah RA adalah istri Nabi SAW yang paling dicintai. Selama menikah dengan Khadijah RA, Nabi SAW tidak pernah menikah lagi (berpoligami) seperti kebiasaan bangsa Arab pada saat itu. Khadijah RA cepat tanggap dan mempunyai pandangan atau karakter positif sehingga Nabi Muhammad SAW dapat bergantung pada dirinya secara emosional, mengandalkan saran dan dukungannya. Seorang istri yang dicari suami dikala susah dan senang, dimana suami merasakan kenyaman didekatnya.
Setelah Khadijah RA meninggal, Nabi SAW merasakan kekosongan dan tidak ada wanita yang pernah mampu mengisi tempat Khadijah RA di hati Nabi SAW. Bahkan setelah Nabi SAW mempunyai berberapa orang istri dikemudian hari, Nabi SAW masih saja memuji-muji Khadijah RA sehingga membuat cemburu istri-istri Beliau SAW. Pernah suatu ketika adik Khadijah RA, yaitu sahabiyah Hala RA mengunjungi Nabi SAW dan Aiysah RA di Madinah. Begitu medengar langkah kaki Hala, Nabi SAW teringat kembali akan Khadijah RA sehingga membuat cemburu Aisyah RA.
Dalam sebuah hadits riwayat Musnad Ahmad No. 23719 bahwa Aisyah RA mengatakan bahwa apabila Nabi SAW mengingat Khadijah RA, Beliau SAW selalu memujinya dengan pujian yang bagus. Maka pada suatu hari saya merasa cemburu hingga saya berkata kepada Beliau SAW, "Alangkah sering Baginda mengingat wanita yang ujung bibirnya telah memerah (maksudnya tua), padahal Allah telah menggantikan untuk Baginda yang lebih baik darinya." Serta merta Rasulullah SAW berkata, "Allah Azza wa-Jalla tidak pernah mengganti untukku yang lebih baik darinya, dia adalah wanita yang beriman kepadaku di saat manusia kafir kepadaku, dan ia membenarkanku di saat manusia mendustakan diriku, dan ia juga menopangku dengan hartanya di saat manusia menutup diri mereka dariku, dan Allah Azza wa-Jalla telah mengaruniakan anak kepadaku dengannya ketika Allah tidak mengaruniakan anak kepadaku dengan istri-istri yang lain."
Sesudah kehilangan dua orang yang selalu membela Beliau SAW dan kehilangan perlindungan dari Banu Hasyim dan Banu Abdul Muththalib, kaum musyrikin Quraisy semakin leluasa mengganggu Nabi Muhammad SAW. Yang paling ringan diantaranya adalah ketika seorang pandir Quraisy mencegat Beliau di tengah jalan lalu menyiramkan tanah ke atas kepala Beliau. Nabi SAW tidak melakukan apapun terhadap gangguan si pandir dari kaum musyrikin Quraisy ini. Beliau SAW pulang ke rumah dengan sisa tanah yang masih berada diatas kepala Beliau. Fatimah RA putri beliau lalu datang membersikan tanah di kepala Beliau sambil menangis.
Pada keadaan seperti itu, dapat kita bayangkan bahwa tak ada yang lebih pilu rasanya dalam hati seorang ayah dari pada mendengar tangisan anaknya, lebih-lebih anak perempuan. Setitik air mata kesedihan yang mengalir dari kelopak mata seorang puteri adalah sepercik api yang membakar jantung, membuatnya kelu karena pilu, dan karena pilunya akan membuatnya menangis kesakitan. Juga secercah duka yang menyelinap kedalam hati adalah rintihan jiwa yang menyakitkan, terasa mencekik leher dan hampir pula air mata menggenangi pelupuk mata.
Nabi Muhammad SAW adalah seorang ayah yang sungguh bijaksana dan penuh kasih kepada puteri-puteri Beliau. Mendengar dan melihat tangisan Faitimah RA yang baru saja kehilangan ibundanya Khadijah RA, membuat pilu Nabi SAW. Fatimah RA menagisi ayahandanya Rasulullah SAW hanya karena gangguan kaum musyrikin Quraisy. Namun Nabi SAW tidak dapat berbuat banyak untuk Fatimah RA kecuali Beliau SAW hanya menghadapkan hatinya kepada Allah dengan penuh iman akan segala pertolonganNya. Beliau SAW mengatakan kepada Fatimah RA agar jangan menangis karena Allah akan melindungi ayahmu.
Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode lain dari siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.
Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.
Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.
Wassalam