Sabtu, 22 Oktober 2016

Meninggalnya Khadijah RA

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode tahun kesedihan. Beberapa saat setelah paman Nabi SAW, Abu Thalib meninggal, di tahun yang sama istri Nabi SAW, (Siti) Khadijah Radhiya Allahu 'Anha (RA) juga meninggal dunia. Di dalam banyak buku siirah Nabi Muhammad SAW bahwa tahun dimana Abu Thalib meninggal dan istri Baginda Rasulullah SAW yang tercinta (Siti) Khadijah RA disebut sebagai tahun kesedihan. Tahun dimana Nabi Muhammad SAW sebagai seorang manusia kehilangan dua orang yang Beliau sangat sayangi dan cintai.

Sebagaimana kisah-kisah sebelumnya, tidak ada yang mencatat dengan pasti kapan meninggalnya Ummul Mukminin (Siti) Khadijah RA. Tapi, yang jelas bisa kita katakan bahwa Khadijah RA meninggal beberapa saat/waktu (hari atau minggu) setelah Abu Thalib meninggal dunia. Tetapi di dalam sebuah buku siirah Rasulullah SAW disebutkan bahwa Khadijah RA meninggal 40 hari yaitu setelah Abu Thalib meninggal dunia. Bahkan ada yang mencoba menghitung balik berdasarkan kalender Hijriyah bahwa Khadijah RA meninggal pada tanggal 10 Ramadhan pada tahun ke-sepuluh kenabian Muhammad SAW (619 M atau 3 tahun sebelum Hijrah).

Kalau dihitung balik maka Abu Thalib meninggal sekitar awal bulan Sya'ban pada tahun ke-sepuluh kenabian Rasulullah SAW. Sebagaimana kita ketahui bahwa jumlah hari pada bulan Sya'ban adalah 30 hari, dengan demikian Abu Thalib meninggal pada tanggal 1 Sya'ban tiga tahun sebelum Hijrah. Dengan meninggalnya Abu Thalib maka kekuasaan tertinggi Banu Hasyim dan Banu Abdul Muththalib menjadi kepunyaannya Abu Lahab, yaitu paman tertua Nabi SAW saat itu. Pada awalnya Abu Lahab meneruskan perlindungan yang diberikan Abu Thalib kepada Rasulullah SAW. Tetapi atas desakan atau hasutan kaum musyrikin Quraisy, Abu Lahab tidak memberikan atau mencabut perlindungan kepada Rasulullah SAW.

Pada saat seperti itu, 40 hari setelah kehilangan paman yang Beliau cintai, Rasulullah SAW juga kehilangan Khadijah RA. Ketika Khadijah meninggal, perintah shalat jenazah belum ada atau belum turun. Nabi SAW mengubur sendiri jenazah Khadijah RA. Beliau turun ke liang lahat dan menempatkan sendiri Khadijah RA di kuburnya. Kehilangan Khadijah RA bagi Rasulullah SAW merupakan kehilangan yang berbeda dibandingkan kehilangan Abu Thalib dan kehilangan perlindungan. Khadijah RA bagi Nabi SAW bukan saja sebagai istri tapi juga merupakan 'pelindung' Beliau seperti saat turunnya ayat Iqraa' yang diceritakan oleh Aisyah RA berikut.

Dalam hadits riwayat shahih Bukhari No. 4572, shahih Muslim No. 231 dan lain-lain diceritakan oleh Aisyah RA bahwa setelah kejadian wahyu pertama Beliau SAW pulang dalam keadaan ketakutan hingga menemui Khadijah RA, seraya Beliau SAW berkata, "Selimutilah aku! Selimutilah aku." Lalu Khadijah RA memberi Beliau SAW selimut hingga hilang rasa gementar dari diri Beliau SAW. Beliau SAW kemudian bersabda kepada Khadijah RA, "Wahai Khadijah! Apakah yang telah terjadi kepadaku?" Beliau SAW pun menceritakan seluruh peristiwa yang telah terjadi. Beliau SAW bersabda lagi, "Aku benar-benar khawatir pada diriku." Khadijah RA terus menghibur Beliau SAW dengan berkata, "Janganlah begitu, bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu, selama-lamanya. Demi Allah! Sesungguhnya, kamu telah menyambung tali persaudaraan, berbicara jujur, memikul beban orang lain, suka mengusahakan sesuatu yang tidak ada, menjamu tamu dan sentiasa membela yang benar (haq)."

Khadijah RA menjadi sandaran bagi Nabi SAW. Khadijah RA telah mencurahkan segala rasa cinta dan kesetiaannya, dengan perasaan yang lemah-lembut, dengan hati yang bersih, dengan kekuatan iman yang ada padanya kepada Rasulullah SAW. Khadijah RA dulu menghibur Beliau bila mendapat kesedihan, mendapat tekanan dan yang menghilangkan rasa takut dalam hati Beliau. Khadijah RA adalah bidadari yang penuh kasih sayang. Pada kedua mata dan wajahnya, Nabi SAW melihat kepercayaan yang kuat kepada Beliau sehingga membuat Beliau tambah percaya diri.

Kehilanan Khadijah RA merupakan kehilangan yang mendalam bagi Rasulullah SAW. Para Sahabat RA mengatakan bahwa setelah Khadijah RA meninggal, kami tidak melihat Nabi SAW tersenyum selama berbulan-bulan. Baik Abu Thalib maupun Khaidajah RA, keduanya memang merupakan orang-orang yang sangat penting bagi Nabi SAW. Abu Thalib melindungi Beliau SAW dari gangguan ekternal (kaum musyrikin Quraish); sementara Khadijah RA memberinya dukungan dan 'melindungi' Beliau SAW di dalam rumah tangga Beliau. Kehilangan yang sangat besar terhadap kedua orang yang sangat dekat dengan Beliau pada atau dalam tahun yang sama, para Ulamanya menyebutnya sebagai tahun kesedihan.

Begitu banyak riwayat yang menunjukkan betapa besar Nabi SAW mencintai Khadijah RA. Khadijah RA adalah istri Nabi SAW yang paling dicintai. Selama menikah dengan Khadijah RA, Nabi SAW tidak pernah menikah lagi (berpoligami) seperti kebiasaan bangsa Arab pada saat itu. Khadijah RA cepat tanggap dan mempunyai pandangan atau karakter positif sehingga Nabi Muhammad SAW dapat bergantung pada dirinya secara emosional, mengandalkan saran dan dukungannya. Seorang istri yang dicari suami dikala susah dan senang, dimana suami merasakan kenyaman didekatnya.

Setelah Khadijah RA meninggal, Nabi SAW merasakan kekosongan dan tidak ada wanita yang pernah mampu mengisi tempat Khadijah RA di hati Nabi SAW. Bahkan setelah Nabi SAW mempunyai berberapa orang istri dikemudian hari, Nabi SAW masih saja memuji-muji Khadijah RA sehingga membuat cemburu istri-istri Beliau SAW. Pernah suatu ketika adik Khadijah RA, yaitu sahabiyah Hala RA mengunjungi Nabi SAW dan Aiysah RA di Madinah. Begitu medengar langkah kaki Hala, Nabi SAW teringat kembali akan Khadijah RA sehingga membuat cemburu Aisyah RA.

Dalam sebuah hadits riwayat Musnad Ahmad No. 23719 bahwa Aisyah RA mengatakan bahwa apabila Nabi SAW mengingat Khadijah RA, Beliau SAW selalu memujinya dengan pujian yang bagus. Maka pada suatu hari saya merasa cemburu hingga saya berkata kepada Beliau SAW, "Alangkah sering Baginda mengingat wanita yang ujung bibirnya telah memerah (maksudnya tua), padahal Allah telah menggantikan untuk Baginda yang lebih baik darinya." Serta merta Rasulullah SAW berkata, "Allah Azza wa-Jalla tidak pernah mengganti untukku yang lebih baik darinya, dia adalah wanita yang beriman kepadaku di saat manusia kafir kepadaku, dan ia membenarkanku di saat manusia mendustakan diriku, dan ia juga menopangku dengan hartanya di saat manusia menutup diri mereka dariku, dan Allah Azza wa-Jalla telah mengaruniakan anak kepadaku dengannya ketika Allah tidak mengaruniakan anak kepadaku dengan istri-istri yang lain."

Sesudah kehilangan dua orang yang selalu membela Beliau SAW dan kehilangan perlindungan dari Banu Hasyim dan Banu Abdul Muththalib, kaum musyrikin Quraisy semakin leluasa mengganggu Nabi Muhammad SAW. Yang paling ringan diantaranya adalah ketika seorang pandir Quraisy mencegat Beliau di tengah jalan lalu menyiramkan tanah ke atas kepala Beliau. Nabi SAW tidak melakukan apapun terhadap gangguan si pandir dari kaum musyrikin Quraisy ini. Beliau SAW pulang ke rumah dengan sisa tanah yang masih berada diatas kepala Beliau. Fatimah RA putri beliau lalu datang membersikan tanah di kepala Beliau sambil menangis.

Pada keadaan seperti itu, dapat kita bayangkan bahwa tak ada yang lebih pilu rasanya dalam hati seorang ayah dari pada mendengar tangisan anaknya, lebih-lebih anak perempuan. Setitik air mata kesedihan yang mengalir dari kelopak mata seorang puteri adalah sepercik api yang membakar jantung, membuatnya kelu karena pilu, dan karena pilunya akan membuatnya menangis kesakitan. Juga secercah duka yang menyelinap kedalam hati adalah rintihan jiwa yang menyakitkan, terasa mencekik leher dan hampir pula air mata menggenangi pelupuk mata.

Nabi Muhammad SAW adalah seorang ayah yang sungguh bijaksana dan penuh kasih kepada puteri-puteri Beliau. Mendengar dan melihat tangisan Faitimah RA yang baru saja kehilangan ibundanya Khadijah RA, membuat pilu Nabi SAW. Fatimah RA menagisi ayahandanya Rasulullah SAW hanya karena gangguan kaum musyrikin Quraisy. Namun Nabi SAW tidak dapat berbuat banyak untuk Fatimah RA kecuali Beliau SAW hanya menghadapkan hatinya kepada Allah dengan penuh iman akan segala pertolonganNya. Beliau SAW mengatakan kepada Fatimah RA agar jangan menangis karena Allah akan melindungi ayahmu.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode lain dari siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.

Wassalam

Sabtu, 15 Oktober 2016

Meninggalnya Abu Thalib

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode meninggalnya paman Nabi SAW yaitu Abu Thalib. Di dalam banyak buku siirah Nabi Muhammad SAW bahwa tahun dimana Abu Thalib meninggal dan istri Baginda Rasulullah SAW yang tercinta (Siti) Khadijah RA disebut sebagai tahun kesedihan. Tahun dimana Nabi Muhammad SAW sebagai seorang manusia kehilangan dua orang yang Beliau sangat sayangi dan cintai.

Sebagai mana kisah-kisah sebelumnya, tidak ada yang mencatat dengan pasti kapan meninggalnya Abu Thalib. Tapi, yang jelas bisa kita katakan bahwa Abu Thalib meninggal tidak lama setelah pemboikotan kaum musyrikin Quraisy kepada Ummat Islam, dimana semua Bani Hasyim dan Bani Abdul Muththalib; kecuali Abu Lahab, ikut bersama mengungsi keluar dari Makkah. Nabi Muhammad SAW dan beserta ummat Islam ikut tinggal bersama dengan Banu Hasyim dan Banu Muthalib disebuah lembah yang oleh Abu Thalib disebut sebagai Shi'ib Abi Thalib (Pengikut Abi Thalib).

Pemboikotan ini terjadi selama kurang lebih tiga tahun. Selama tiga tahun Ummat Islam, Banu Hasyim dan Banu Abdul Muththalib, terutama anak-anak dan orang tua mengalami gangguan kesehatan karena susahnya bahan makanan. Para pengungsi bahkan terbiasa memakan dedaunan dan kulit binatang (sebangsa kerupuk kulit, rambak atau krecek) karena ketidak tersedianya bahan makanan dan tidak ada pilihan lain. Setelah tiga tahun mengalami kekurangan makanan, minuman, obat-obatan dan setelah pemboikotan dicabut, kaum Muslim, Banu Hasyim dan Banu Abdul Muththalib kembali ke Makkah.

Abu Thalib yang saat itu sudah berumur lanjut, mulai menurun kesehatannya. Abu Thalib mulai sakit-sakitan. Nabi SAW sangat mencintai Abu Thalib, tidak ada siapa pun yang lebih mencintai Abu Thalib melebihi Nabi SAW. Nabi SAW sangat menyayangi Abu Thalib, namum Abu Thalib tidak masuk Islam. Ketika Abu Thalib sudah tidak bisa turun dari tempat tidur lagi, Nabi SAW memohon dan memohon dengan sangat kepada Abu Thalib agar masuk Islam. Bahkan saat Abu Thalib mulai sekarat, Nabi SAW memohon dan mengatakan agar Abu Thalib mengucapkan kalimat syahadat sehingga selamat di akhirat nanti.

Abu Thalib sudah hendak mengucapkan syahadat karena mengetahui apa yang diajarkan Nabi SAW adalah benar. Abu Thalib telah melihat terlalu banyak tanda-tanda dan mukjizat Nabi SAW dengan mata kepalanya sendiri. Abu Thalib mengetahui bahwa Nabi SAW seorang yang selalu berkata benar dan tidak bisa berkata bohong. Tapi ada satu hal yang lebih berharga dari keponakannya, yaitu ayahnya; Abdul Muththalib. Abu Thalib masih berat melepas kebanggaan dengan silsilah dan kemashuran Abdul Muththalib, Abu Thalib adalah putra Abdul Muththalib. Ketika Abu Thalib akan mengabulkan permintaan Nabi SAW untuk bersyahadat, Abu Jahal mencegahnya dengan mengingatkan Abu Thalib, "Apakah kamu akan meninggalkan agama ayahmu Abdul Muththalib?"

Disebutkan dalam hadits riwayat shahih Bukhari No. 1272, shahih Muslim No. 35, dan lain lain bahwa ketika menjelang wafatnya Abu Thalib, Rasulullah SAW mendatanginya dan ternyata sudah ada Abu Jahal bin Hisyam dan 'Abdullah bin Abu Umayyah bin Al Mughirah. Maka Rasulullah SAW berkata kepada Abu Thalib, "Wahai pamanku katakanlah laa ilaaha illallah, suatu kalimat yang dengannya aku akan menjadi saksi atasmu di sisi Allah." Maka berkata, Abu Jahal dan 'Abdullah bin Abu Umayyah, "Wahai Abu Thalib, apakah kamu akan meninggalkan agama 'Abdul Muththalib?" Rasulullah SAW terus menawarkan kalimat syahadat kepada Abu Thalib dan bersamaan itu pula kedua orang itu mengulang pertanyaannya yang berujung Abu Thalib pada akhir ucapannya tetap mengikuti agama 'Abdul Muththalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah.

Detik itulah, malaikat maut datang dan mengambil jiwa Abu Thalib pergi dari jasadnya. Nabi SAW begitu sedih atas kepergiaan Abu Thalib. Di dalam hadits yang sama Nabi SAW berkata, "Adapun aku akan tetap memintakan ampun buatmu selama aku tidak dilarang." Seperti kita ketahui bahwa Nabi SAW tidak dapat melakukan apa-apa (segala sesuatu) tanpa izin dari Allah Azza wa Jalla. Tapi lantaran kesedihan yang mendalam atas meninggalnya Abu Thalib, Nabi SAW terus meminta pengampunan untuk paman Beliau SAW sampai Allah menurunkan beberapa ayat.

Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 113, "iadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam." (QS 9:113). Di dalam surat Al-Qasas ayat 56, Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk." (QS 28:56)

Inilah fenomena Abu Thalib. Nabi SAW sangat mencintai Abu Thalib, mencintainya lebih dari orang lain. Abu Thalib bagi Nabi SAW sudah merupakan figure (pengganti) Ayah karena Nabi SAW dibesarkan di rumah Abu Thalib sejak meninggalkan kakek Beliau Abdul Muthathalib. Para sahabat memaklumi kesedihan Beliau SAW. Para sahabat mengetahui bagaimana dekatnya hubungan Nabi SAW dengan Abu Thalib bin Abdul Muththalib.

Di kemudian hari ketika kaum Muslim telah menaklukkan Makkah, Abu Bakr RA datang kepada Rasulullah SAW sambil membawa ayahnya, Abu Qahafa. Ayah Abu Bakr RA, Abu Qahafa pada saat itu adalah salah seorang sesepuh kaum musyrikin Quraisy yang masih hidup dan masih merupakan seorang musyrik. Abu Qahafa, di umur yang telah lanjut sekitar 80 tahun akhirnya menerima Islam. Abu Qahafa bersyahadat ditangan atau dihadapan Rasulullah SAW dan Nabi SAW sendiri yang menuntun Abu Qahafa membacakan kalimat syahadatain.

Abu Bakr RA menangis melihat ini dan berkata kepada Nabi SAW, "Demi Allah, saya akan memberikan tangan ayah saya jika bisa melihat tangan Abu Thalib (menggantikan tangan Abu Qahafa) ditanganmu yaa Rasulullah SAW untuk bersyahadat." Abu Bakr RA mengetahui betapa sayangnya Rasulullah SAW kepada Abu Thalib. Abu Bakr RA bahkan rela mengorbankan tangan ayahnya sendiri bersyahadat ditangan Nabi SAW. Para sahabat mencintai Nabi SAW melebih cinta kepada keluarga mereka sendiri. Para sahabat bahkan mencintai apa yang dicintai Nabi SAW.

Para ulama mencoba mencari hikmah dibalik semua ini. Mengapa Abu Thalib sampai akhir hayatnya tidak menerima Islam? Para Ulama menyebutkan bahwa dengan status kemusyrikan Abu Thalib, dia masih dihormati oleh kaum musyrikin Quraisy sehingga bisa memberikan perlindungan kepada Nabi SAW sesuai dengan tradisi Arab Jahiliyah. Kalau Abu Thalib menerima Islam lebih awal tentu dia kehilangan kedudukannya dimata kaum musyrikin Quraisy sehingga tidak bisa memberikan perlindungan ala atau sesuai tradisi Arab Jahiliyah. Sebagaimana Hamzah RA kehilangan kedudukannya dimata kaum musyrikin Quraisy begitu juga Umar RA sehingga mereka juga ikut mengungsi keluar Makkah saat pemboikotan terjadi. Allah Maha Mengetahui apa-apa yang terbaik buat hambaNYa.

Sebelum kita akhiri, berikut summary empat orang paman Nabi SAW yang mana ke-empat anak Abdul Muththalib ini hidup saat Islam datang. Ke-empat anak-anak Abdul Muttalib ini, masing-masing menempati tingkat atau posisi yang berbeda.
1.    Hamzah RA menempati tempat yang tertinggi dari sudut pandang Islam. Nabi SAW menyembut Hamzah RA sebagai Sayidus Syuhada (Pemimpin Para Syuhada).
2.    Abbas RA menempati posisi biasa-biasa saja dibandingkan dengan Hamzah RA. Generasi berikutnya yaitu Abdullah bin Abbas adalah seorang Ulama besar yang diakui sampai sekarang.
3.    Abu Thalib menempati posisi tertinggi dari sudut pandang kaum musyrikin Quraisy - non Muslim. Tidak ada non Muslim menempati peringkat yang lebih tinggi daripada dia di zaman itu. Abbas RA meminta Nabi SAW, "Yaa Rasulullah SAW, apakah anda dapat memberikan mamfa'at kepada Abu Thalib?" Nabi SAW berkata, "Ya, Abu Thalib berada pada neraka yang paling atas. Seandainya bukan karena aku, dia tentu sudah berada di dasar neraka."
4.    Abu Lahab menempati posisi yang paling rendah diantara ke-empat paman Nabi SAW. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Masad ayat 1-5, "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut." (QS 111:1-5).

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode lain dari siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.

Wassalam

Sabtu, 08 Oktober 2016

Umar RA Bersyahadat

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ
Alhamdulillahi Rabbi al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita akan meneruskan siirah Rasulullah dengan episode bersyahadatnya Umar RA. Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail dan julukannya adalah Al-Faruq. Sedangkan ibunya adalah Hantamah binti Hisyam bin Mughirah, kakak dari Abu Jahal bin Hisyam. Menurut para ahli sejarah bahwa Umar RA masuk Islam ketika berumur 27 tahun dan bersyahadatnya Umar RA merupakan peristiwa yang menarik. Bahkan diantara Sahabat RA ada yang berkata bahwa setelah Umar RA bersyahadat, ummat Islam selalu merasa optimis dalam setiap pertempuran atau merasa percaya diri.

Kisah Islamnya Umar RA merupakan kombinasi dari banyak cerita yang menarik, diantaranta adalah sebagai berikut:
Seorang Muslimah atau sahabiyah, Laila RA, sedang mempersiapkan barang-barang di rumahnya untuk hijrah ke Habshah atau Ethiopia sekarang. Umar melewati rumahnya dan bertanya "untuk apa semua ini atau mau kemana kamu?, kurang lebih seperti itu. Laila RA menjawab bahwa kami mau pergi karena kamu (kaum musyrikin Quraisy) telah menyiksa kami. Kalian telah membuat hidup kami menjadi sengsara. Mendengar curhat seperti ini, Umar merasa kasihan dan berkata, "Apakah seburuk itu (akibat perlakukan kami kaum musyrikin Quraisy)? Saya berdoa agar Allah memberkati Anda ke manapun Anda pergi." Kemudian Laila RA menjelaskan hal ini kepada suaminya dan berkata, "Saya melihat rasa simpati terpancar dari mata Umar, mudah-mudahan dia dapat Hidayah." Suaminya berkata, "Umar tidak bakal memeluk Islam sebelum keledai kepunyaan ayahnya masuk Islam." Dengan kata lain, tidak mungkin bahwa Umar akan memeluk Islam.

Kisah berikut terjadi di masjid Haram atau Ka'bah atau Baitullah, dimana Umar keluar rumah untuk mencari teman tetapi dia tidak menemui siapapun malam itu sehingga sampai ke Ka'bah. Pada malam itu sesampainya di Haram (Ka'bah), Umar mendengar atau mendapati Nabi SAW sedang membaca Surah Al-Haqqah (69). Umar bersembunyi di balik sudut Ka'bah dan secara bertahap pindah sehingga berada bersebrangan  dengan Nabi SAW. Umar sangat terkesan dengan bacaan Al-Qur'an yang dibaca Nabi SAW. Umar berkata berkata pada dirinya sendiri, "ini memang kata-kata penyair." Nabi SAW membacakan Al-Haqqah 69:41 yang artinya "dan Al Quran itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya."
Kemudian Umar berkata kepada dirinya sendiri, "kalau begitu ini adalah kata dari dukun (atau tukang tenung)."
Nabi SAW membacakan Al-Haqqah 69:42 yang artinya "Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran daripadanya."
Lantas Umar berkata kepada dirinya sendiri, "Lalu perkataan siapa ini?"
Nabi SAW membacakan Al-Haqqah 69:43 yang artinya "Ia (Al-Qur'an) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam."
Kemudian Umar berkata kepada dirinya sendiri, "Dia (Muhamad SAW) mungkin telah menciptakan atau membuatnya."
Nabi SAW membaca surat Al-Haqqah 69:44-46 yang artinya "Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya."

Para ulama mengatakan bahwa kisah diatas seolah-olah Allah berbicara dengan Umar secara tidak langsung melalui Nabi Muhammad SAW. Sementara Nabi SAW tidak menyadari bahwa sedang terjadi dialog ghaib antara Allah Azza wa Jalla dengan Umar. Dikemudian hari ketika ada orang yang bertanya kepadanya, Umar mengatakan, "Setelah mendengarkan pembacaan Al-Qur'an saat itu (surat Al-Haqqah), untuk pertama kalinya Islam mulai masuk kedalam hati sanubari saya. Namun karena pengaruh penolakan kaum musyirikin Quraisy terhadap Islam, membuat pikiran saya untuk menentang Islam bahkan menjadi lebih kuat lagi.

Meskipun kedua kisah tersebut di atas, menunjukan sisi baik atau positif dari Umar bin Khattab, tapi belum membuat Umar tergugah untuk bersyahadat. Secara logika, kedua kisah tersebut di atas tentu terjadi sebelum Umar bin Khattab bersyahadat. Seperti biasa dan seperti kejadian-kejadian penting lainnya, tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan kisah berikut atau bersyahadatnya Umar bin Khattab RA terjadi. Yang jelas kisah bersyahadatnya Umar berikut terjadi setelah Hamzah RA bersyahadat. Kisah yang membawa Umar RA bersyahadat dihadapan Nabi SAW.

Suatu hari Umar bin Khattab keluar dari rumahnya dengan pedang telanjang di tangannya untuk – na'udzuu billahi (نعزو بالله) - membunuh Nabi SAW. Di tengah jalan Umar berpapasan dengan seorang sahabat, yaitu Na'im bin Abdullah RA yang menyembunyikan ke-Islam-annya. Na'im RA bertanya, "Hendak menuju kemana kamu, wahai Umar?" Umar bin Khattab berkata, "Hendak – na'udzubillah (نعزو بالله) membunuh Nabi SAW." Na'im RA kaget dan kwatir, dia berusaha mengalihkan perhatian Umar dengan mengatakan, "Wahai Umar, kau urus dulu keluarga sendiri, adik dan kakak iparmu telah memeluk Islam." Mendengar hal ini, Umar sangat marah dan lansung bergegas pergi ke rumah adiknya Fatimah binti Khattab RA.

Begitu sampai di depan rumah Fatimah binti Khattab RA, Umar sayup-sayup mendengar suara orang sedang membaca Al-Qur'an. Umar mengetuk pintu dan kemudian bergegas masuk. Umar bertanya kepada adiknya dan iparnya, "Apa yang sedang kalian baca?" Mereka mencoba mengelak dan mengabaikan pertanyaan Umar. Umar mendesak dan berkata, "Saya diberitahu bahwa kalian berdua telah menerima Islam." Setelah mengatakan ini Umar hendak mencoba memukul adik iparnya, yaitu Sa'id bin Zaid RA. Adiknya – Fatimah binti Khattab RA buru-buru menghalangi Umar  dan berdiri di antara kedua laki-laki tersebut, sehingga pukulan Umar melukai adiknya dan berdarah.

Fatimah binti Khattab RA menjadi emosi dan malah menantang kakaknya, "Lakukanlah sesuka hatimu, kami tidak akan pernah meninggalkan agama ini." Umar begitu melihat adiknya berdarah dan melihat kesungguhan hati mereka, timbul rasa penyesalan dan kasihan kepada adiknya. Umar berkata dengan lembut kepada adiknya, "Tunjukkan apa yang telah kalian baca." Fatimah binti Khattab RA menjawab, "Kamu tidak diizinkan untuk menyentuhnya kecuali sudah mandi (atau berwudhu')." Kemudian Umar bin Khattab pergi mandi (atau berwudhu') dan cepat kembali untuk membaca tulisan Al-Qur'an:
بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ (Bismi Allahi Ar-Rahmaani Ar-Rahiim)
Umar bin Khattab mengatakan, "Ini adalah nama yang sangat sakral." Dia kemudian membacakan empat belas ayat pertama dari Surah Ta-Ha (QS 20:1-14). Umar bin Khattab sangat terpesona dan mengatakan, "Sungguh mulia dan luhur ucapan atau perkataan ini."

Catatan pinggir bahwa meskipun sebagian besar atau rata-rata masyarakat Arab terutama kaum Quraisy tidak bisa baca tulis, namun ada beberapa orang yang bisa membaca. Para ulama menyebutkan bahwa Umar bin Khattab adalah salah seorang yang bisa baca tulis dari kalangan kaum Quraisy. Jadi Umar bin Khattab sangat terpesona membaca empat ayat pertama surat Ta-Ha (QS 20) berikut:
1. Thaahaa.
2. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
3. tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),
4. yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.
5. (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas 'Arsy.
6. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.
7. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.
8. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik),
9. Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa?
10. Ketika ia melihat api, lalu berkatalah ia kepada keluarganya: "Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu".
11. Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa.
12. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada dilembah yang suci, Thuwa.
13. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).
14. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.

Mendengar ucapan ketakjuban Umar bin Khattab, guru Fatimah binti Khattab yaitu Khabbab RA dan suami Fatimah bin Khattab RA yaitu Sa'id RA keluar dari persembunyian mereka. Kabbab RA berkata pada Umar, "Wahai Umar, demi Tuhan, semalam saya mendengar Nabi SAW berdo'a memohon dengan sungguh-sungguh untuk Anda." Do'a Nabi SAW, "Yaa Allah, perkuatlah Islam dengan Abul Hakam (Abu Jahal) atau Umar bin Khattab." Lantas Khabbab RA mengatakan, "Saya berharap bahwa Allah akan memberkati Anda dengan do'a Nabi-Nya."

Umar bin Khattab meminta Khabbab RA untuk mengajaknya menemui Nabi SAW sehingga memungkinkannya bersyahadat dihadapan Nabi SAW. Ketika para sahabat melihat Umar bin Khattab mendatangi rumah tempat Nabi SAW berada dengan pedang terhunus di tangannya. Hamzah RA berkata, "Biarkan dia datang. Jika dia datang dengan niat damai, itu adalah baik buatnya, tetapi jika tidak, kita akan membunuhnya dengan pedangnya sendiri."

Ketika Umar bin Khattab berada di hadapan Nabi SAW, Beliau SAW memegang dan menarik jubah Umar bin Khattab serta menanyakan apa yang telah membuat atau untuk apa Umar datang kesini? Umar bin Khattab berkata, "Aku datang untuk membuktikan keiman saya kepada Allah dan menyatakan bahwa Muhammad SAW adalah Rasulullah dan apa yang telah dibawanya (Nabi SAW) adalah dari atau wahyu Allah. "Allahu Akbar!", Nabi SAW bertakbir begitu keras sehingga para sahabat hadir di rumah tersebut mengetahui bahwa Umar bin Khattab RA baru saja bersyahadat, menerima Islam.

Umar RA adalah orang yang sangat berani. Setelah memeluk Islam, Umar RA pergi ke rumah Abu Jahal dan mengetuk pintunya. Abu Jahal menyambut keponakannya tersebut. Tetapi kemudian Umar RA berkata kepadanya, "Saya sekarang seorang Muslim." Mendengar itu Abu Jahal langsung marah dan membanting pintu di hadapan Umar RA.. Abu Jahal berkata kepada Umar RA (na'udzubillah), "Terkutuklah kamu dan terkutuklah apa yang telah kamu  percayai."

Kemudian Umar RA pergi mencari Jamil bin Muammar (جميل بن معمر), yang dikenal sebagai tukang dan/atau sumber gosip di masyarakat. Umar RA berkata kepadanya, "Tahu nggak kamu bahwa saya sekarang sudah menjadi seorang Muslim." Mendengar berita besar dan hangat ini Jamil lansung berteriak di jalan-jalan, "Umar telah meninggalkan agama leluhurnya." Dengan demikian seluruh penduduk kota Makkah saat itu mengetahui bahwa Umar RA telah bersyahadat dan merupakan seorang Muslim, musuh kaum musyrikin Quraisy.

Seperti kita ketahui bahwa pada fase kedua yaitu dakwah terbuka Rasulullah SAW, kaum musyrikin Quraisy melakukan penindasan dan teror fisik kepada ummat Muslim. Teror fisik ini tidak saja kepada sahabat RA yang lemah, yaitu maulana atau bekas budak atau pelayan yang sudah dimerdekakan oleh Abu Bakr RA maupun kepada sahabat RA yang telah kehilangan perlindungan dari sukunya. Umar bin Khattab dari suku yang sama dengan Abu Jahal. Jadi Umar RA juga mendapatkan ancaman atau teror fisik, tapi tidak ada yang berani secara terang-terangan atau berhadapan. Kaum musyrikin Quraisy berencana menyerang rumah Umar RA untuk membunuhnya tetapi kemudian Aas bin Wa'il (عاص بن وائل) memberinya perlindungan kepada Umar RA.

Menghadapi situasi seperti ini, Umar bin Khattab RA berkata kepada Nabi SAW, "Apakah kita tidak pada jalan yang benar meskipun jika kita mati atau hidup?" Nabi SAW mebenarkan pernyataan Umar RA tersebut. Kemudian Umar RA berkata, "Lantas mengapa kita bersembunyi dari mereka? Aku bersumpah demi Allah yang telah mengirimkan dengan kebenaran, kita harus pergi keluar dari sini (Darul Arqam)." Kemudian Umar RA mengatakan, "Kami keluar dengan Nabi SAW dalam dua baris, Hamzah RA menjadi pemimpin baris yang satu dan saya yang lain. Kami semua empat puluh orang. Kaum musyrikin Quraisy merasa gentar melihat unjuk kekuatan kaum Muslim ini. Dari sinilah Nabi SAW memberikan gelar kepada saya dengan nama Al-Faruq, yaitu orang yang memisahkan antara yang haq (benar) dengan yang bathil (salah)."

Sebelum kita tutup, berikut beberapa pelajaran dari kisah bersyahadatnya Umar RA yang dituliskan oleh para ulama:
1. Ibnu Mas'ud RA mengatakan, "Kami mendapatkan kekuasaan, kehormatan dan martabat sejak dari hari Umar RA memeluk Islam."
2. Setiap kali seseorang memeluk Islam, kita harus memberikan bimbingan ajaran Islam kepada mu'alaf. Meskipun dalam keadaan penindasan fisik dari kaum musyrikin Quraisy, Nabi SAW tetap mengirimkan Khabbab RA kepada pasangan suami istri Fatimah binti Khattab RA dan Sa'id RA.
3. Dari ketiga kisah di atas menunjukkan bahwa siapa saja yang memiliki beberapa unsur kebaikan sejati di hatinya dan ingin mencari kebenaran, Allah pasti menuntun orang tersebut menuju jalan kebenaran. Hal ini juga terlihat dari para sahabat lain seperti Logika ini juga berlaku untuk Khalid bin Waleed RA, Abu Sufyan RA, Umer bin Al-Aas RA dan Ikrimah bin Abu Jahal RA. Oleh karena itu, memiliki benih kebaikan di dalam hati adalah nikmat yang besar dan berkah dari Allah SWT.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini dulu. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut dengan episode lain dari siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah Rasulullah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam

Sabtu, 01 Oktober 2016

Hamzah RA Bersyahadat

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabbi al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita akan meneruskan siirah Rasulullah dengan episode bersyahadatnya salah seorang paman Nabi SAW yaitu Hamzah RA. ٍSebagaimana telah sering kita sebutkan bahwa salah satu kendala dalam mekonstruksi siirah Nabi Muhammad SAW adalah kronologis setiap peristiwa yang terjadi tidak dapat dipastikan dengan akurat atau detail. Tetapi secara garis besar bisa dipisahkan atau dikelompokan berdasarkan kejadian atau peristiwa-peristiwa besar lainnya. Seperti bersyahadatnya Hamzah RA terjadi sebelum Umar bin Khattab bersyahadat, dan Umar RA bersyahadat setelah para sahabat banyak yang hijrah ke Habasyah. Dengan demikian Hamzah RA memeluk Islam saat dimana kaum musyrikin Quraisy melakukan teror fisik kepada ummat Islam di fase ke-2 dakwah Rasulullah SAW.

Peristiwa Hamzah RA memeluk Islam ini terjadi dengan tidak sengaja atau kebetulan karena pengaruh tradisi jahiliyah kaum Quraisy. Tentu saja dalam pandangan agama Islam tidak ada yang tidak sengaja atau kebetulan, semua dalam ketentuan Allah Azza wa Jalla. Setiap sesuatu terjadi atas sepengetahuan dan izin Allah SWT, bahkan "tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Allah mengetahuinya" (QS 6:59). Cerita Hamzah RA memeluk Islam ini sangat unik dan dapat memberikan gambaran kepada kita untuk memahami bagaimana kekerabatan dalam tradisi bangsa Arab sangat berpengaruh besar dalam kehidupan kaum Quraisy pada saat itu.

Mungkin banyak dari kita tidak bisa (dapat) mengerti bagaimana seorang Abu Thalib (paman Nabi SAW) yang sampai akhir hayatnya tidak bersyahadat sangat gigih membela Nabi Muhammad SAW dari ganguan kaum musyrikin Quraisy. Abu Thalib tidak hanya sekali membela Nabi Muhammad SAW bahkan seluruh kaum Banu Hasyim (kecuali Abu Lahab) rela hidup diembargo oleh kaum musyrikin Quraisy. Begitu juga dengan bersyahadatnya Hamzah RA yaitu karena membela Nabi Muhammad SAW.

Sebelumnya mari kita lihat sepintas bagaimana hubungan Nabi Muhammad SAW dengan Hamzah bin Abdul Muththalib. Hamzah adalah paman yang hampir seumuran dengan Nabi Muhammad SAW. Hamzah adalah putra Abdul Muththalib yang lahir tidak berapa lama sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana kebiasaan atau tradisi bangsa Arab bahwa seorang bayi mempunyai ibu sepersusuan selain ibu kandung. Begitu juga dengan Hamzah, mempunyai ibu sepersusuan yang sama dengan Nabi Muhammad SAW yaitu Tsuwaibah yaitu pembantu dari Abu Lahab (paman Nabi SAW).

Di dalam beberapa hadits disebutkan sesudah Khadijah RA meninggal dan Nabi SAW  masih menduda, beberapa sahabat menawarkan Beliau SAW untuk menikah kembali. Tetapi dari versi lain disebutkan bahwa Ali RA yang menyarankan kepada Nabi SAW setelah meguasai kota Makkah kembali. Jadi beberapa orang sahabat RA menyarankan Nabi SAW menikah dengan putri Hamzah. Nabi SAW berkata, "Sesungguhnya dia (putri Hamzah RA) tidak halal untukku, karena dia adalah putri saudara sesusuanku, dan menjadi mahram (saudara) dari sesusuan sebagaimana mahram (saudara) dari keturunan" (HR syahih Bukhari No. 4710, syahih Muslim No. 2623 dan lain-lain).

Baik, mari kita kembali kepada fase ke-2 dakwah Nabi SAW. Telah disebutkan bahwa perintah dakwah tahap kedua ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Asy-Syu'araa (surat ke-26) ayat 214-216: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan". Para mufashir (ulama tafsir) menyebutkan Nabi SAW dan para sahabat tidak/belum diizinkan melakukan perlawan fisik. Sehingga Nabi SAW dan para sahabat RA berusaha menghindari kontra (perlawananan) fisik kepada kaum musyrikin Quraisy.

Pada suatu hari Abu Jahal bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di dekat bukit Safa. Abu Jahal dengan bahasa yang sangat ofensif dan paling vulgar menegur Nabi SAW. Dengan sepuas hatinya, Abu Jahal mengganggu, memaki-maki dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas yang dialamatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Tetapi Nabi Muhammad SAW tidak melayaninya. Nabi SAW tidak mengatakan sepatah kata pun dan diam-diam pulang ke rumah Beliau SAW. Nabi SAW menerima penghinaan Abu Jahal begitu saja tanpa membalas sepatah katapun.

Karena peristiwa ini terjadi di tengah khalayak ramai (bukit Safa) maka tentu banyak yang melihat dan mendengar. Sudah menjadi kebiasaan bahwa penonton lebih panas hatinya mendengar caci maki Abu Lahab. Seorang gadis, budak dari Abdullah bin Jidaan melihat bagaimana perlakukan tidak senonoh Abu Jahal dari atap rumahnya. Berita mengenai perlakukaan Abu Jahal dari banu Makhzum terhadap Nabi Muhammad SAW dari banu Hasyim telah menyebar luas sehingga membuat banu Hasyim - terutama kaum wanita -  tidak dapat menerimanya begitu saja.

Hamzah, paman dan sekaligus saudara sesusuan Nabi SAW, pada saat itu masih berpegang pada kepercayaan jahiliyah Quraisy, adalah seorang laki-laki yang kuat dan ditakuti. Dia mempunyai kegemaran berburu. Sudah merupakan kembiasan bila dia kembali dari berburu, terlebih dulu mengelilingi Ka'bah (melakukan tawaf) sebelum langsung pulang ke rumahnya. Hari itulah, ketika para wanita bani Hasyim melihat Hamzah pulang dari berburu, mereka mencelanya karena membiarkan begitu saja bani Makhzum mencaci maki keponakannya (yaitu Nabi Muhammad SAW). Apalagi ditambah dengan 'bumbu-bumbu' sehingga cerita bagaimana Abu Jahal mencela Nabi Muhammad SAW semakin membuat Hamzah sangat murka.

Mengetahui bahwa kemenakannya (Nabi Muhammad SAW) telah mendapat gangguan yang membuat harga diri Hamzah sebagai banu Hasyim juga ikut terhina. Hamzah sangat marah sekali dan langsung mencari Abu Jahal tanpa melakukan tawaf seperti biasanya. Hamzah pergi ke Ka'bah, tanpa memberi salam kepada yang hadir di tempat itu seperti biasanya, dia terus masuk kedalam kawasan masjid menemui Abu Jahal. Setelah dijumpainya, diangkatnya busurnya lalu dipukulkannya keras-keras ke kepala Abu Jahal. Dalam keadaan marah Hamzah menantang Abu Jahal dan mengatakan, "Kenapa kau menghina keponakan saya. Saya juga sudah menjadi pengikutnya (Nabi Muhammad SAW)."

Beberapa orang dari banu Makhzum mencoba mau membela Abu Jahal. Tapi tidak jadi karena mereka kawatir akan timbul bencana besar kalau terjadi perang saudara antara banu Makhzum dan banu Hasyim. Abu Jahal menghentikan mereka dan berkata, "Tinggalkan Abu Umara (Hamzah), demi Allah, saya telah menghina keponakannya dengan sangat keterlaluan." Sementara Hamzah kembali kerumahnya dengan perasaan berkecamuk karena apa yang telah diucapkannya dihadapan orang banyak bahwa dia sudah menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.

Hamzah telah menyatakan penerimaannya terhadap Islam di depan umum ketika dia dalam keadaan sangat marah kepada Abu Jahal karena telah menghina Nabi Muhammad SAW. Ketika dia sudah sampai di rumah, dia mulai berpikir tentang hal itu, dia mencoba mencari jalan keluar apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Sebagai seorang Quraisy, tidak mungkin baginya untuk membatalkan apa yang telah dia ucapkan di depan orang banyak, tapi dia juga tidak benar-benar bermaksud menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Akhirnya dia membuat permohonan kepada Allah, "Ya Allah! Jika Islam itu baik bagi saya mudahkan atau tunjukkanlah jalan bagi saya untuk mengikutinya dengan tulus atau cabutlah nyawa saya sekarang juga."

Pagi hari berikutnya Hamzah pergi menemui Nabi Muhammad SAW dan menjelaskan apa yang telah terjadi antara dia dengan Abu Jahal. Nabi SAW mendengarkan penjelasan Hamzah yang tidak bermaksud menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW dan juga tentang doa'nya. Setelah Hamzah selesai bercerita, Nabi SAW menjelaskan kepadanya tentang apa itu agama atau ajaran Islam. Setelah mendengar dakwah Nabi SAW tentang Islam, Allah membuka hati Hamzah kepada Islam sehingga Hamzah RA memeluk Islam dengan tulus.

Bersyahadatnya Hamzah RA membuat kaum musyrikin Quraisy semakin kawatir karena kaum Muslim menjadi lebih kuat. Dengan adanya Hamzah RA dipihak Nabi Muhammad SAW, ummat Islam telah mendapatkan tambahan pelindung disamping Abu Thalib. Oleh karena itu kaum musyrikin Quraisy tidak berani lagi dan meninggalkan beberapa cara mereka melecehkan Nabi SAW. Kaum musyrikin Quraisy semakin frustasi ketika mengetahui bahwa Hamzah RA juga tidak mau menerima tawaran mereka untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad SAW.

Sejak memeluk Islam, Hamzah RA telah membaktikan segala keperwiraan, keperkasaan, dan juga jiwa raganya untuk kepentingan dakwah islam. Karena itu tidaklah mengherankan jika Rasulullah SAW menjulukinya dengan sebutan "Asadullah" yang berarti singa Allah. Dikemudian hari, Hamzah RA ikut hijrah ke Madinah dan Nabi Muhammad SAW mempersaudarakan (dalam Islam) Hamzah RA dengan Zaid bin Haritsah RA. Di dalam perang Badr, Hamzah RA membunuh Utbah bin Rabiah dalam pertempuran tunggal dan kemudian membantu Ali RA untuk membunuh Syaiba saudaranya Utbah.

Dalam perang Uhud, Hamzah RA berhasil membunuh puluhan kaum musyrikin Quraisy, sampai pada suatu saat dia tergelincir sehingga terjatuh kebelakang dan baju besinya terlepas. Pada saat itulah, Washi (orang upahan Hindun) yang sudah membuntuti kemanapun Hamzah RA pergi, langsung menombak dan membunuh Hamzah RA. Hindun binti Utbah merobek perut Hamzah dan mengeluarkan hatinya.  Hindun sangat membenci Hamzah RA karena bapaknya (Utbah) mati dalam perang tanding dengan Hamzah RA di perang Uhud. Kemudian Hindun mengunyah hati Hamzah RA tetapi dia tidak bisa menelannya sehingga dimuntahkannya kembali.

Ketika Rasulullah SAW melihat keadaan tubuh pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib, Beliau sangat sedih dan marah. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahal ayat 126, "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar" (QS 16:126). Nabi SAW memelih bersabar dan Nabi SAW menyembut Hamzah RA sebagai Sayidus Syuhada (Pemimpin Para Syuhada).

Ketika Rasulullah SAW dan kaum muslimin mensalatkan jenazah Hamzah RA dan para syuhada lainnya satu persatu. Pertama jenazah Hamzah RA disalatkan lalu di bawa lagi jasad seorang syahid untuk dishalatkan, sementara jasad Hamzah RA tetap dibiarkannya disitu. Lalu jenazah itu di angkat, sedangkan jenazah Hamzah RA tetap di tempat. Kemudian di bawa jenazah yang ketiga dan dibaringkannya di samping jenazah Hamzah RA. Lalu Rasulullah SAW dan para sahabat lainnya mensalatkan mayat itu. Demikianlah Rasulullah SAW mensalatkan para syuhada Uhud satu persatu, hingga jika di hitung maka Rasulullah SAW dan para sahabat telah mensalatkan Hamzah RA (sayidus syuhada) sebanyak tujuh puluh kali.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini dulu. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut dengan episode bagaimana perjalanan hidup Umar RA memeluk Islam. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam