Sabtu, 26 November 2016

Perjalanan Nabi SAW dari Thaif ke Makkah



Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al’aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni’mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi’in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua senantiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Insyaa Allah pada hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode tahun kesedihan. Dimana pada tahun itu, disamping paman Nabi SAW, Abu Thalib dan istri Nabi SAW, (Siti) Khadijah Radhiya Allahu ‘Anha (RA) meninggal dunia, Nabi SAW juga mengalami kesedihan karena dakwah Nabi SAW kepada banu Tsaqif agar beriman kepada Allah SWT ditolak. Nabi SAW tidak saja mengalami kesedihan hati tetapi juga mengalami luka-luka karena dilempar batu oleh orang-orang suruhan bani Tsaqif. Meskipun Nabi SAW bisa saja mendapatkan bantuan Allah Azza wa Jalla untuk membalas penolakan banu Tsaqif, tetapi Nabi SAW mendo’akan anak keturunan banu Tsaqif menyembah Allah satu-satunya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.

Sebelumnya sudah kita sebutkan bahwa Nabi SAW minta para pemuka banu Tsaqif untuk tidak mengabarkan kunjungan Nabi SAW kepada mereka. Namun demikian, kepergian Nabi SAW ke Thaif tanpa sepengetahuan para pemuka Quraisy di Makkah yang bertujuan untuk mendapat pertolongan dari pembesar-pembesar Thaif, akhirnya terdengar oleh para pemuka kaum musyrikin Quraisy. Oleh sebab itu, para pemuka kaum musyrikin Quraisy telah memutuskan dengan suara bulat dalam musyawarah mereka bahwa Nabi SAW tidak diperkenankan pulang dan berdiam di Makkah, terutama bertetangga dengan kaum Quraisy.

Menurut hukum dan kebiasaan atau tradisi waktu itu Nabi SAW membutuhkan perlindungan seseorang atau sponshorship untuk masuk kembali ke Makkah. Nabi mengirim pesan atau utusan kepada Akhnas bin Syariq dari suku Zuharah dan Suhail bin Amru dari suku Amir agar mereka mau menjadi sponshor Nabi SAW untuk masuk kembali ke Makkah. Namun, kedua kepala suku tersebut menolak dengan alasan yang yang dibuat-buat.

Kemudian Nabi SAW mengirim pesan atau utusan kepada Muth'im bin Adi, kepala suku Naufal agar mau memberikan sponshor untuk Nabi SAW kembali masuk ke Makkah dengan aman. Alhmadulillah, Muth’im bin Adi menyaanggupi permintaan Nabi SAW. Muth’im bin Adi juga menginstruksikan ke-empat anaknya untuk mempersenjatai diri dan bersama anak-anaknya mengawal Nabi SAW kembali ke Haram (Makkah).

Setelah Nabi SAW memasuki masjid Haram, Muth'im mempersilahkan Nabi SAW untuk melakukan tawaf. Tawaf adalah ajaran Nabi Ibrahim AS, dan kaum musyrikin Makkah juga mengetahui bahwa Nabi SAW juga melakukan tawaf mengelilingi Kaabah. Setelah Nabi SAW melakukan tawaf, Muth’im bin Adi memberikan pengumuman di depan masjid Haram, "Saya memberikan perlindungan kepada Muhammad (SAW)." Abu Sufyan bertanya, "Apakah Anda memberinya perlindungan setelah menerima agamanya?" Muth'im bin Adi menjawab, "Tidak, saya hanya memberinya perlindungan." Abu Sufyan menyatakan, "Kalau begitu kami bisa merima Muhammad (SAW) kembali kepada kami." Dengan cara ini, Nabi SAW menjadi penduduk Makkah lagi. Dengan mendapatkan perlindungan dari Muth’im bin Adi, maka kaum musyrikin Quraisy tidak leluasa mengganggu Nabi SAW.

Sebelumnya juga sudah kita sebutkan bahwa Muht’im bin Adi juga berinisiatif untuk meprakarsai pembatalan boikot pada episode pemboikotan kaum Musyrikin Quraisy kepada Banu Hasyim dan Ummat Islam. Dengan demikian Nabi SAW telah menerima dua kali kebaikan atau pertolongan dari Muth’im bin Adi, seorang musyrik Quraisy karena sampai ajalnya Muth’im bin Adi tidak memeluk agama Islam yang dibawa Nabi SAW. Pada kedua kasus, dengan bantuan atau jasa Muth’im bin Adi baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Nabi SAW sehingga Nabi SAW bisa kembali ke Makkah.

Jasa-jasa Muth’im bin Adi ini selalu diingat oleh Rasulullah SAW. Sehingga setelah mengalahkan kaum musyrikin Quraisy dalam Perang Badr. Beliau SAW bersabda perihal para tawanan perang Badr, “Seandainya Muth’im bin Adi masih hidup lalu dia berbicara kepadaku untuk pembebasan orang-orang kafir (yang busuk baunya) ini, maka tentu aku serahkan mereka kepadanya tanpa tebusan” (HR Shahih Bukhari No. 2906, Sunan Abu Daud No. 2314 dan lain-lain)

Catatan pinggir bahwa pada perang Badr, kaum Muslim yang dipimpin oleh Nabi Muhammad SAW telah menawan sekitar tujuh puluhan orang kaum musyrikin Quraisy. Dari sekian puluh tawanan, hanya dua orang yang dihukum mati karena ulah mereka sendiri dalam perjalanan dari Badr ke Madinah. Selebihnya, para tawanan Badr ini dilepaskan semuanya. Ada yang dilepaskan dengan membayar uang jaminan, ada yang dilepaskan dengan cara barter baik dengan ilmu (baca tulis) atau dengan saudara/keluarga kaum Muslim di Makkah, dan ada juga yang dilepaskan tanpa jaminan sama sekali karena miskin setelah berjanji tidak ikut memusuhi Nabi SAW dan Ummat Islam.

Sebelum kita tutup, para ulama mencoba mengambil pelajaran dari kisah perjalanan atau dalam beberapa buku siirah ada yang menyebutkan sebagai hijrah, ada pula yang menyebutkan sebagai kisah sedih atau tragedi dan ada juga yang menyebutkan sebagai dakwah ke Tha’if. Berikut beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah perjalanan atau kunjungan Nabi Muhammad SAW ke Tha’if.

1.    Prioritas dakwah Rasulullah SAW terhadap tokoh kabilah Tsaqif di Thaif kala itu merupakan bukti pentingnya menyampaikan dakwah kepada para tokoh panutan manusia atau para pemimpin.
2.    Rasulullah SAW bersikap sabar dalam menghadapi perlakuan buruk para penentangnya. Meskipun mendapatkan perlakuan buruk, Nabi SAW tidak mendoakan kepada Allah agar menurunkan siksa kepada mereka. Namun sebaliknya, Beliau SAW mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah, dan Allah Azza wa Jalla memperkenankan doa Nabi Muhammad SAW tersebut.
3.    Perjumpaan jin dengan Rasulullah SAW di lembah Nakhlah merupakan bukti, bahwa jin itu ada dan mereka itu juga mukallaf, yaitu mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Jadi diantara jin juga ada yang beriman dan ada juga yang kafir kepada Allah SWT.
4.    Berimannya bangsa jin dan seorang budak menunjukkan kepada kita bahwa Allah memberikan hidayah kepada siapa saja yang dikehendaki Allah sedangkan manusia wajib berusaha. Mungkin dalam pandangan manusia hasilnya tidak sesuai dengan target dakwah yang ditugaskan kepada Nabi SAW, tapi itulah yang terbaik menurut Allah Azza wa-Jalla.
5.    Dalam kisah rihlah (perjalanan) Rasulullah SAW ke Thaif dan penderitaan yang Beliau SAW alami terdapat pelajaran bagi para da’i. Jika Rasulullah SAW saja menanggung derita, maka begitu juga dengan para da’i. Oleh karena itu, para da’i wajib mempersiapkan diri, karena dakwah merupakan jalan para Nabi dan orang-orang shalih. Juga dikarenakan tuntutan hikmah Allah Azza wa-Jalla bahwa din ini tidak akan dimenangkan kecuali dengan amalan dan usaha keras manusia.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode lain dari siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.

Wassalam

Sabtu, 19 November 2016

Kunjungan Nabi SAW ke Tha'if

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua senantiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah pada hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode tahun kesedihan. Dimana pada tahun itu, paman Nabi SAW, Abu Thalib dan istri Nabi SAW, (Siti) Khadijah Radhiya Allahu 'Anha (RA) meninggal dunia. Masih di tahun yang sama Nabi SAW mencoba mencari sponsorship atau khafalah dari Bani Tsaqif atau Ats-Tsaqafi di Thaif karena Abu Lahab sebagai kepada suku Bani Hasyim menolak memberi proteksi sebagaimana Abu Thalib membela Nabi SAW dari kekejaman kaum musyrikin Quraisy.

Thaif terletak di sebelah Tenggara dari dan berjarak sekitar 80 kilometer dari Tanah Suci Makkah. Di Thaif Nabi SAW masih mempunyai kerabat dari keturunan Mudhar bin Nizaar bin Ma'ad bin Adnan yaitu bani Tsaqif. Disamping itu bani Tsaqif juga mempunyai aliansi atau perserikatan dengan suku Quraisy, bahkan salah seorang dari tetua bani Tsaqif menikah dengan seorang perempuan dari keturunan suku Quraisy. Sebagaimana kita ketahui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah dari suku Quraisy keturunan generasi ke-21 dari Adnan memalui Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan.

Catatan pinggir bahwa setelah Abu Thalib dan Khadijah RA wafat kemudian Abu Lahab menggantikan Abu Thalib sebagai pemimpin bani Hasyim. Abu Lahab juga mencabut proteksi yang selama ini diberikan oleh Abu Thalib. Proteksi ini sebenarnya adalah tradisi bangsa Arab yang diberikan kepada setiap orang Quraisy. Dengan dicabutnya proteksi tersebut, maka tidak ada lagi kaum Quraisy yang membela Nabi SAW. Kalau dianalogikan ke zaman sekarang, ketika proteksi atau sponshorship atau khafalah dicabut maka Rasulullah SAW menjadi visitor – tidak mempunyai hak seperti warga negara lagi.

Dalam keadaan seperti itu, tidak ada lagi proteksi dari pemimpin suku Quraisy maka gangguan kaum musyrikin Quraisy kepada Nabi SAW semakin menjadi-jadi dibandingkan dengan sebelum Abu Thalib meniggal. Kaum musyrikin Quraisy sama sekali tidak peduli dengan kesedihan Rasulullah SAW karena Abu Thalib dan Khadijah RA meninggal. Hingga Rasulullah SAW pergi ke Thaif dengan harapan penduduk Thaif mau menerima Beliau. Rasulullah SAW menemui para pemimpin bani Tsaqif yaitu Kinanah atau Abdu Jaffi, Mas'ud atau Abdu Kulal, dan Habib.

Rasulullah SAW menyampaikan kepada mereka maksud kedatangan Beliau agar beriman kepada Allah SWT dan meminta mereka agar mau membantu Islam bersama-sama dengan kaum Muslim menghadapi orang-orang yang menentang Islam. Seorang dari mereka berkata jika Allah telah memilih kamu maka saya harus merobek kain penutup Ka'bah (kiswah). Maksudnya sangat tidak mungkin seseorang menyobek kain kiswah - sama dengan tidak mungkin seseorang seperti Nabi SAW dipilih sebagai Rasul. Orang kedua berkata (na'udzubillah) apakah Allah tidak bisa menemukan orang lebih baik dari Nabi Muhammad SAW? Sedangkan yang ketiga mengatakan dia tidak ingin ngomong jika Nabi SAW betul-betul seorang Rasul Allah, karena dia takut menolak seorang Nabi. Maksudnya, seorang pemimpin seperti dia tidak pantas ngomong kepada seorang (na'udzubillah) pembohong.  

Jadi permintaan Rasulullah SAW mereka tolak dengan kata-kata yang menyakitkan. Sebelum Rasulullah SAW meninggalkan mereka, Beliau berkata kepada mereka agar kedatangan Beliau ini jangan sampai di dengar kaum  musyrikin Quraisy. Menurut Ibnu Ishaq, Nabi SAW masih berada di kota Tha'if untuk beberapa hari untuk berdakwah kepada penduduk Tha'if. Melihat antusias penduduk Tha'if, maka pemimpin bani Tsaqif menyuruh orang-orang mereka mengusir dan melempar Nabi SAW dengan batu. Zaid bin Haritsah RA berusaha sekuat tenaga untuk melindungi Nabi SAW. Namun Nabi terluka parah dan darah mengucur dari luka-luka Beliau begitu juga dengan dengan Zaid RA.

Tragedi atau kisah sedih di Thaif ini dikemudian hari diceritakan oleh Nabi SAW seperti terdapat di dalam hadits shahih Bukhari No. 2992 dan shahih Muslim No. 3352. Aisyah RA bertanya kepada Rasulullah SAW, "Apakah baginda pernah mengalami peristiwa yang lebih berat dari kejadian perang Uhud?" Beliau SAW menjawab, "Sungguh aku sering mengalami peristiwa dari kaummu. Dan peristiwa yang paling berat yang pernah aku alami dalam menghadapi mereka adalah ketika peristiwa Al-'Aqabah, saat aku menawarkan diriku kepada Ibnu 'Abdi Yalil bin 'Abdu Kulal agar membantuku namun dia tidak mau memenuhi keinginanku hingga akhirnya aku pergi dengan wajah gelisah dan aku tidak menjadi tenang kecuali ketika berada di Qarnu ats-Tsa'aalib (Qarnu al-Manazil)".

Aku mendongakkan kepalaku ternyata aku berada di bawah awan yang memayungiku lalu aku melihat ke arah sana dan ternyata ada malaikat Jibril yang kemudian memanggilku seraya berkata, "Sesungguhnya Allah mendengar ucapan kaummu kepadamu dan apa yang mereka timpakan kepadamu. Dan Allah telah mengirim kepadamu malaikat gunung yang siap diperintah apa saja sesuai kehendakmu". Maka malaikat gunung berseru dan memberi salam kepadaku kemudian berkata, "Wahai Muhammad SAW". Maka dia berkata, "Apa yang kamu inginkan katakanlah. Jika kamu kehendaki, aku timpakan kepada mereka dua gunung ini". Maka Nabi SAW bersabda, "Tidak. Bahkan aku berharap Allah akan memunculkan dari anak keturunan mereka orang yang menyembah Allah satu-satunya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun".

Nabi SAW dalam keadaan terluka kemudian menyelamatkan diri dari kejaran bani Tsaqif dengan masuk ke kebun milik 'Utbah bin Rabi'ah dan Syaibah bin Rabi'ah. Setelah mengetahui bahwa bani Tsaqif sudah tidak mengejar lagi, Beliau SAW berteduh dan beristirahat di bawah naungan kebun anggur. Setelah duduk beberapa saat dan merasa tenang, Nabi SAW memanjatkan doa yang sangat menyentuh, yang menggambarkan perasaan atau duka lara hati Nabi SAW, karena kerasnya siksaan yang Beliau terima, juga didorong oleh rasa kegagalan dalam berdakwah mengajak penduduk Thaif beriman kepada Allah.

"Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan ketidakberdayaan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat yang Maha Pengasih dan Mahapenyayang, Engkaulah pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah Pelindungku. Kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan? Apakah kepada orang yang jauh di sana yang akan menjumpaiku dengan wajah geram penuh kebencian atau kepada musuh, Engkau menyerahkan urusanku? Jika Engkau tidak murka kepadaku, semua itu tidak kuhiraukan karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akhirat, dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan kepadaku. Hanya Engkaulah yang berhak menegur dan mempersalahkan diriku hingga Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu."

Sementara itu, pemilik kebun datang dan mereka merasa kasihan kepada Nabi SAW. Mereka menyuruh pembantu mereka Addas, yaitu seorang budak beragama Kristen untuk menyuguhi Nabi SAW beberapa buah anggur. Ketika Nabi SAW membaca "Bismi Allahi Ar-Rahmaani Ar-Rahiim (بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ), dengan nama Allah, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Addas berkata kepada Nabi SAW, "Penduduk negeri ini tidak membaca do'a ini." Nabi SAW bertanya, "Dari mana Anda berasal dan apa agamamu?" Addas berkata, "Saya seorang Kristen dan saya datang dari kota yang disebut Nainwa (sebuah negeri di Iraq tempat Nabi Yunus AS berasal)."

Nabi SAW berkata, "Kamu berasal dari kota Yunus bin Mata (yaitu nama Nabi Yunus AS)." Addas berkata, "Bagaimana Anda tahu Yunus bin Mata?" Nabi SAW berkata, "Dia adalah saudara saya. Saya seorang Nabi dan Yunus juga seorang Nabi." Mendengar ini, Addas lansung mencium tangan Nabi SAW dan masuk Islam. Ketika Addas kembali kepada tuannya mereka bertanya, "Apa yang terjadi denganmu?" Addas berkata, "Dia mengatakan kepada saya sesuatu yang hanya seorang Nabi yang mengetahui."

Begitulah sambutan penduduk Thaif. Penolakan mereka saat itu sangat mempengaruhi jiwa Nabi Muhammad SAW, sehingga Beliau bersedih. Namun kesedihan ini tidak berlangsung lama. Karena sebelum Beliau SAW kembali ke Makkah, saat melakukan perjalanan pulang dari Thaif, Rasulullah SAW mendapatkan pertolongan Allah Azza wa Jalla. Pertolongan ini sangat berpengaruh positif pada jiwa Beliau SAW, mengurangi kekecewaan karena penolakan penduduk Thaif, sehingga semakin menguatkan tekad dan semangat Beliau SAW dalam mendakwahkan agama Allah.

Pertolongan pertama datang saat Nabi SAW berada di Qarnuts-Tsa'âlib atau Qarnul-Manazil. Allah Azza wa Jalla mengutus Malaikat Jibril AS bersama malaikat penjaga gunung yang siap melaksanakan perintah Rasulullah SAW atas perlakuan buruk penduduk Thaif. Namun tawaran ini tidak digunakan Rasulullah SAW, Beliau SAW tidak berkeinginan melampiaskan kekecewaaan atas penolakan penduduk Thaif. Justru sebaliknya, Nabi SAW mengharapkan agar dari penduduk Thaif ini terlahir generasi bertauhid yang akan menyebarkan Islam. Seperti HR Bukhari No. 2992 dan Muslim No. 3352 yang sudah disebutkan di atas.

Kemudian pertolongan dan dukungan yang kedua, yaitu saat Nabi SAW berada di lembah Nakhlah, dekat Makkah. Nabi SAW tinggal disana selama beberapa hari. Pada saat itulah Allah Azza wa Jalla mengutus sekelompok jin kepada Nabi SAW. Mereka mendengarkan al-Qur'an dan kemudian mengimaninya. Peristiwa itu disebutkan Allah Azza wa Jalla dalam dua surat, yaitu Al-Ahqaf dan Al-Jin.

Allah berfirman dalam surat Al-Ahqaf ayat 29-31. Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al Quran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)". Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Quran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. (QS 46:29-31)


Kedua peristiwa di atas meningkatkan optimisme Nabi SAW SAW, sehingga bangkit berdakwah dengan penuh semangat tanpa peduli dengan berbagai penentangan yang akan dihadapinya. Meskipun bani Tsaqif yang dekat menolak ajakan Nabi SAW untuk beriman kepada Allah, namum seseorang yang berasal dari Nainwa yang jauh di Utara Iraq mengimani Nabi SAW. Meskipun bangsa manusia dari bani Tsaqif menolak Nabi SAW, Allah Azza wa-Jalla mengirim bangsa jin untuk beriman kepada Nabi SAW.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode lain dari siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.

Wassalam

Sabtu, 12 November 2016

Kewajiban Membela Agama Allah

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita bahas topik lain dan kita tinggalkan dulu sebentar kisah siirah Rasulullah SAW. Kali ini kita akan coba sharing topik yang lagi hangat di tanah air yaitu tentang kewajiban membela agama Allah, yaitu membela agama Islam. Kewajiban ini bukan saja kepada Ummat Islam tetapi juga pernah diwajibkan kepada ummat-ummat para Nabi sebelumnya, seperti kepada Ummat Nabi Isa AS yaitu kaum Nashara sebagaimana terdapat dalam Firman Allah Azza wa-Jalla berikut.

Firman Allah Subhanahu wa-Ta'ala dalam surat Ali Imran ayat 52. Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri." (QS 3:52)

Juga dalam surat As-Saff ayat 14, Allah memajibkan kepada Ummat Nabi Muhammad SAW  sebagaimana Allah telah mewajibkan kepada Ummat Nabi Isa AS membela agama Allah. "Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (QS 61:14)"

Jadi kita sebagai Ummat Muslim lebih berkewajiban membela agama Allah dibandingkan Ummat para Nabi sebelumnya karena Nabi Muhammad SAW adalah Nabi terakhir (khataman nabiyin) yang diutus Allah Azza wa-Jalla kepada seluruh Ummat Manusia. Sementara Nabi Isa AS hanya diutus kepada kaumnya saja dan sudah diwajibkan membela agama Allah. Apalagi kita sebagai Ummat Nabi Muhmmad yang merupakan rahmatan lil'aalamiin, kewajiban membela agama Allah ini bukan karena fatwa ulama tetapi perintah Allah SWT.

Catatan pinggir bahwa ada sebagian orang yang berpendapat bahwa Allah dan  Agama Allah atau Kalamullah tidak perlu dibela karena Allah Maha Sempurna atas segalanya,  tentu tidak memerlukan bantuan hambaNya atau makhlukNya atau ciptaaNya. Mereka mengatakan Allah tidak butuh pembelaan manusia baik untuk membela Allah maupun membela Kalamullah atau Agama Allah atau Al-Qur'an. Apapun yang diperbuat orang atas Allah tidak akan mempengaruhi kemaha-anNya. Begitu juga dengan Al-Qur'an, sejak dulu Al-Qur'an tetap suci dan terjaga. Demikian juga dengan agama Islam, tidak perlu di bela, tapi cuma perlu diamalkan dan disampaikan hakikatnya.

Para ulama menyebutkan bahwa pembelaan kepada Agama Allah adalah bagian dari ibadah atau syariah Islam sedangkan kepercayaan kepada kemaha Sempurnaan Allah adalah bagian dari aqidah. Aqidah adalah merupakan keimanan seorang hamba yang menganut agama Islam, seperti beriman kepada Allah, kepada Rasululullah, kepada Al-Qur'an dan lain-lainnya. Sedangkan membela Allah, agama Allah, Kalamullah dan perintah Allah lainnya merupakan amal ibadah yang harus dilakukan seorang hamba yang menganut agama Islam. Jadi dua-duanya harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku beragama Islam.

Para ulama menyebutkan bahwa ketika kita ummat Islam membela Allah, membela kalam Allah (Al-Qur'an), membela agama Allah, memperjuangkan syariat agama Islam, serta membantu para pejuang yang memperjuangkan agama Islam, maka Allah akan menolong kita ummat Islam sebagaimana Firman Allah dalam surat Muhammad ayat ke-7. "Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS 47:7) Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan tentang ayat ini dengan ungkapan, "al-Jaza' jinsu al-'amal" yang terjemahannya adalah balasan itu sesuai dengan jenis amal yang diberikan. Artinya, ketika kita menolong Allah, Allah pasti akan menolong kita.

Selanjutnya para ulama menyebutkan bahwa sebagai konsekuensi orang-orang beriman (ummat Islam) menolong Allah (Agama Allah) pasti Allah menolong ummat Islam. Di dalam Al-Qur'an Allah menyebut orang-orang berimana sebagai Auliya Allah (penolong atau wali-wali Allah) seperti Firman Allah dalam surat Yunus ayat 62-63. "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa." (QS 10:62-63)

Firman Allah di dalam surat Al-Baqarah ayat 275, Allah menjadi wali (pelindung atau penolong) dari orang-orang beriman. "Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS 2:257)

Allah Azza wa-Jalla menegaskan pertolongan Allah kepada orang-orang beriman dalam surat An-Nisa ayat 45 akhir, orang beriman atau Auliya Allah (para wali Allah) tidak memerlukan pertolongan dan perlindungan lain selain dari Allah. "Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung (bagimu). Dan cukuplah Allah menjadi Penolong (bagimu)." (QS 4:45)

Para ulama menyebutkan bahwa Auliya Allah atau para wali Allah ini adalah Rasulullah SAW, para sahabat (Muhajirin maupun Anshar) RA, para tabiin, tabiut tabiahum, dan ummat Islam setelah mereka yang berjuang membela agama Allah. Allah menjanjikan kemenangan yang besar kepada ummat Islam yang membela agama Allah yaitu para wali Allah (Auliya Allah) sebagaimana yang disebutkan dalam Firman Allah dalam surat At-Taubah ayat ke-100. "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar." (QS 9:100)

Sebelum kita tutup, Allah menyebut setan sebagai wali orang-orang kafir seperti Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat ke-257 di atas. Dengan demikian orang-orang kafir disebut juga sebagai auliya setan. Firman Allah dalam surat Al-A'raf ayat 27 akhir, "Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman." (QS 7:27)

Jadi sudah jelas bahwa Allah, kalam Allah dan agama Allah harus dibela, dijaga dan dilindungi. Karena ini merupakan kewajiban kita sebagai ummat Islam atau Auliya Allah. Sebaliknya, siapapun yang membiarkan agama ini dinista, bahkan membela penistanya, maka mau atau tidak, sesungguhnya dia telah menjadi auliya setan. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat ke-47, "Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut (setan), sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah." (QS 4:76)

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode lain dari siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.

Wassalam

Sabtu, 05 November 2016

Mukjizat Bulan Terbelah

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode mu'jizat terbelahnya bulan. Sebagaimana dengan kejadian atau kisah-kisah lainnya bahwa tidak ada catatan kapan pastinya tanggal kejadian terbelahnya bulan tersebut. Para ulama siirah Rasulullah SAW menempatkan kisah Mu'jizat terbelahnya bulan ini terjadi sebelum meninggalnya Abu Thalib dan (Siti) Khadijah RA tetapi setelah pemboikotan yang dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy kepada Banu Hasyim, Banu Muththalib dan Ummat Islam.

Sebelumnya marilah kita lihat dulu asal kata dari mukjizat. Mukjizat adalah alih bahasa dari kata atau bahasa Arab mu'jizat (مُعْجِزَة). Secara etimologi (bahasa) mukjizat diartikan sebagai suatu peristiwa yang terjadi di luar kebiasaan yang digunakan untuk mendukung kebenaran kenabian seorang Nabi dan/atau kerasulan seorang Rasul, sekaligus melemahkan lawan-lawan/musuh-musuh yang meragukan kebenarannya. Kata mu'jizat (مُعْجِزَة) berasal dari akar kata atau kata kerja 'ajaza (عَجَزَ) yang berarti dia (laki2 tunggal telah) melumpuhkan, melemahkan atau membuat tidak berdaya secara serius (dengan akibat yang maksimum).

Menurut aqidah Islam pengertian mukjizat adalah sesuatu yang luar biasa yang terjadi dalam diri Nabi atau Rasul Allah Subhanahu wa-Ta'ala (SWT). Mukjizat bertujuan untuk membuktikan kenabian atau kerasulan seorang Nabi atau Rasul Allah SWT yang tidak dapat ditiru oleh siapapun, untuk melemahkan segala macam usaha dan alasan orang kafir dalam menentang Islam, dan untuk menyeru kepada umat manusia agar percaya kpeada ketauhidan atau keesaan Allah. Setiap Nabi dan/atau Rasul mempunyai mukjizat masing-masing yang sesuai zaman dan kondisi ummat manusia pada saat itu.

Jadi secara bebas mukjizat bisa diartikan sebagai sesuatu yang terjadi pada seorang Nabi dan/atau Rasul atau yang dilakukan oleh seorang Nabi dan/atau Rasul atas izin Allah SWT. Hakikat mukjizat membuat akal manusia lemah (tidak berdaya), diluar nalar atau akal fikiran dan tidak dapat diulang atau diduplikasi oleh orang lain. Tujuan dari mukjizat adalah untuk menunjukkan atau membuktikan kepada ummat manusia bahwa seorang Nabi dan/atau Rasul tersebut betul-betul utusan Allah Azza wa Jalla. Jika itu terjadi pada atau diperlihatkan oleh selain Nabi dan/atau Rasul, tidak disebut sebagai mukjizat tetapi disebut  sebagai karamah atau supra natural atau miracle.

Para ulama menyebutkan bahwa banyak sekali mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Mukjizat Nabi Muhammad SAW yang paling utama adalah Al-Qur'an. Al-Qur'an merupakan mukjizat Nabi SAW yang bisa disaksikan atau dipersaksikan oleh bukan saja Ummat Islam tapi semua ummat manusia sampai akhir zaman nanti. Turunnya Al-Qur'an merupakan mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW, karena tidak ada satupun manusia yang bisa membuat satu ayat saja yang serupa dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Makanya di dalam Al-Qur'an, kata mukjizat biasanya disebutkan dengan kata-kata ayat atau burhan (bukan 'ajaza), yang berarti bukti atau keterangan yang jelas.

Allah Subhanahu wa-Ta'ala berfirman dalam surat Ash-Shu'ara ayat ke-4, "Jika kami kehendaki niscaya Kami menurunkan kepada mereka mukjizat (aayatan - ءَايَةً) dari langit, maka senantiasa kuduk-kuduk mereka tunduk kepadanya. (QS 26:4)" Begitu juga dengan Firman Allah SWT dalam surat Al-An'am ayat 109 beriut, "Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mukjizat (aayatun - ءَايَةٌ), pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat-mukjizat (al-ayaat - الأَيَاةُ) itu hanya berada di sisi Allah". Dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman. (QS 6:109)"

Kaum musyrikin Quraisy mengetahui dari orang-orang Yahudi dan/atau Nashrani di Madinah bahwa salah satu ciri Nabi dan/atau Rasul Allah SWT adalah mempunyai mukjizat. Makanya, setelah pemboiktan kepada Banu Hasyim, Banu Muththalib dan Ummat Islam berakhir, kaum musyrikin Quraisy mencari jalan lain untuk menolak atau mengingkari ajaran Nabi Muhammad SAW. Dalam anggapan mereka bahwa Nabi SAW sama seperti mereka yaitu bangsa Arab dan bukan merupakan pemeluk agama Yahudi atau Nashrani, mana mungkin memiliki mukjizat seperti Nabi dan/atau Rasul agama orang-orang Yahudi atau Nashrani.

Orang-orang musyrikin Quraisy mencoba meminta kepada Rasulullah SAW untuk mendatangkan mukjijzat kalau memang Nabi Muhammad SAW adalah betul seorang Nabi dan/atau Rasul Allah SWT. Hal ini terjadi sekitar tahun 10 atau 11 dari kenabian Rasulullah SAW. Orang-orang musyrikin Quraisy mengatakan, "Jika kami melihat mukjizat, kami akan memeluk Islam." Abdullah bin Mas'ud RA meriwayatkan bahwa atas permintaan dari orang-orang musyrikin Quraisy untuk sebuah mukjizat, Nabi SAW menunjukkan kepada mereka mukjizat bulan terbelah.

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh shahih Bukhari No. 3579, shahih Muslim No. 5010 dan lain-lain; Anas bin Malik radliallahu 'anhu, bahwa penduduk Makkah meminta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam agar Beliau menunjukkan tanda-tanda (mukjizat). Maka Beliau SAW memperlihatkan kepada mereka dimana bulan terbelah menjadi dua bagian hingga dapat terlihat gua Hira dari celah diantaranya. Hadits tentang mukjizat bulan terbelah ini termasuk kelompok hadits mutawatir yaitu hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang.

Tetapi setelah melihat mukjizat bulan terbelah, kaum musyrikin Quraisy tetap tidak mengimani Rasulullah SAW bahkan mereka menolak Nabi SAW dan menuduh Nabi SAW sebagai tukang sihir. Allah menyebutkan tentang mukjizat bulan terbelah dan penolakan kaum musyrikin Quraisy ini di dalam surat Al-Qamar ayat ke-1 dan 2 berikut. Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus menerus". (QS 54:1-2)

Kaum musyrikin Quraisy tidak mampu menerima mukjizat ini, mereka berkata, "Nabi Muhammad SAW telah menyihir kita." Kemudian sebagian mereka berkata, "Pun seandainya ia menyihir kita namun ia tidak mampu menyihir seluruh manusia. Kita harus menunggu dan melihat apa berita yang dibawa oleh orang dari luar Makkah." Meskipun mereka melihat (mengetahui) bahwa semua orang dari luar Makkah bersaksi bahwa bulan telah terbelah, namun mereka tetap tidak percaya kepada Nabi SAW.

Untuk itu Allah SWT menghibur Nabi SAW dengan turunnya surat An-An'am ayat ke-111 berikut. "Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS 6:111)"

Setelah dengan meminta mukjizat yang dalam anggapan mereka mustahil bisa dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, kaum musyrikin Quraisy tetap tidak bisa 'mengalahkan' Nabi Muhammad SAW. Akhirnya kaum musyrikin Quraisy kembali kepada cara-cara lama yaitu menggunakan tradisi Arab jahiliyah. Setiap orang mempunyai suku atau kabilah dan setiap suku atau kabilah akan memprotek atau melindungi anggotanya. Karena ummat Islam sudah tidak menjadi anggota suku atau kabilah manapun lagi dan tidak ada suku atau kabilah yang melindungi ummat Islam, maka kaum musyrikin Quraisy kembali meneror ummat Islam baik secara fisik maupun mental.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode lain dari siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.

Wassalam