Jumat, 27 Mei 2016

Dakwah Muhammad SAW Secara Terbuka

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode dakwah Rasulullah SAW pada tahap kedua setelah 3 tahun melakukan dakwah secara pribadi. Sebelumnya Nabi SAW hanya melakukan dakwah dari orang ke orang secara pribadi. Pada dakwah tahap kedua ini, Nabi SAW melakukan dakwah secara terbuka (public - di depan keramaian) kepada kerabat dekat dan semua penduduk penduduk Makkah termasuk pengunjung atau jama'ah Haji secara terbuka.

Dakwah ini berlangsung selama 7 tahun sampai perintah hijrah ke Madinah. Nabi SAW hanya berdakwah kepada seluruh kaum kerabat Beliau SAW secara lisan dan tidak ada aksi militer atau fisik sama sekali. Bahkan jika mereka menyakiti Rasulullah dan ummat Islam pada saat itu, diperintahkan untuk tidak membalas. Bahkan pada tahap ke-2 ini ada beberapa sahabat baik anak-anak maupun dewasa, baik perempuan maupun laki-laki yang terbunuh, diperintahkan untuk tidak membalas atau melakukan Qishash sama sekali.

Seperti kita ketahui bahwa Nabi SAW tidak akan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan syari'ah Islam tanpa perintah atau izin dari Allah SWT. Begitu juga dengan dakwah tahap kedua ini, Nabi SAW melakukan dakwah terbuka karena Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW melakukannya. Para ulama menyebutkan bahwa perintah dakwah tahap kedua ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Asy-Syu'araa (surat ke-26) ayat 214-216: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan".

Para mufasir menyebutkan bahwa dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk berdakwah (memberi peringatan) kepada kaum kerabat Beliau SAW yang terdekat (Bani Mutalib, Bani Hasyim, Bani Quraisy dll). Nabi SAW diperintahkan bersikap lemah lembut (merendah) terhadap pengikutnya yaitu orang-orang beriman. Karena itulah yang lebih tepat buat Nabi SAW, lebih menarik hati orang-orang beriman, membuat kecintaan mereka pada Nabi SAW, serta lebih mendatangkan pertolongan dan keikhlasan mereka dalam berjuang bersama Nabi SAW. Sebaliknya jika mereka mendurhakai Nabi SAW yaitu kerabat-kerabat terdekat tersebut, maka Nabi SAW diperintahkan untuk mengatakan kepada mereka; "Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kalian kerjakan", yaitu tentang penyembahan kaum musyrik Makkah kepada selain Allah SWT.  

Begitu menerima perintah pada ayat 214-216 surat Asy-Syu'araa ini – waandzir (وَأَنْذِرْ) = dan peringatkanlah, adalah kata kerja perintah kepada Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan dakwah – maka hal pertama yang dilakukan Nabi SAW adalah berdakwah kepada kaum kerabat Beliau SAW ('asyiirataka). Nabi SAW menyuruh Ali RA untuk menyiapkan hidangan dan mengundang kerabat dekat untuk datang ke rumah Beliau SAW. Nabi SAW mengundang kerabat dekat Beliau dari Bani Hasyim, sekitar 40-45 orang dari kerabat Beliau dari bani Mutalib termasuk Abu Lahab juga datang memenuhi undangan Nabi SAW.

Disebutkan di dalam buku siirah bahwa ketika jamu'an makan selesai dan sebelum Nabi SAW berdakwah secara publik (terbuka), Abu Lahab mendahului Nabi SAW minta izin pulang karena ada keperluan karena dia merasa Nabi SAW akan berdakwah kepada mereka. Karena Abu Lahab adalah salah seorang paman Nabi SAW dan merupakan tetua, begitu Abu Lahab meninggalkan jamuan maka yang lain-lain juga ikut berpamitan sehingga dakwah terbuka belum terjadi.

Beberapa hari kemudian, Nabi SAW kembali menyuruh Ali RA untuk menyiapkan hidangan dan mengundang kerabat dekat Beliau kembali. Tapi kali ini sebelum jamu'an makan selesai Nabi SAW mengubah taktik sehingga akhirnya mendapat untuk menyampaikan pesan (dakwah) Beliau. Nabi SAW berdiri dan menyampaikan dakwah Beliau dan semua orang mendengarkannya untuk pertama kali dengan jelas syari'at Islam yang dibawa Nabi SAW. Selama tiga tahun sebelumnya mereka hanya mengetahui bahwa Nabi SAW berdakwah dari orang per orang, tetapi mereka tidak pernah tahu secara persis apa sebenarnya syari'at Islam yang dibawa Nabi SAW.

Semua kerabat Nabi SAW yang hadir mendengarkan apa yang disampaikan Nabi SAW tapi mereka masih melihat-melihat situasi – tidak menerima dan tidak juga menolak. Kecuali Abu Lahab, begitu Nabi SAW selesai dengan dakwah Beliau, dia (Abu Lahab) menjadi jenkel dan berkata kepada kepada orang-orang di sekitar Nabi SAW yang tidak menerima dan tidak menolak (bukan langsung kepada Rasulullah SAW) bahwa pesan (Nabi SAW) keliatan tidak ada gunanya, kita memiliki cara kita sendiri dari nenek moyang kita, dia (Nabi SAW) kira siapa dia berpikir untuk menentang cara nenek moyang kita. Cuman Abu Lahablah satu-satunya yang memberikan rekasi keras seperti itu. Ali RA berdiri dan berkata dengan suara keras "Saya akan membantu Anda (yaa Rasulullah SAW)". Sejak saat itu, berita menyebar ke seantero Makkah bahwa Nabi Muhammad SAW membawa syari'at Islam.

Beberapa hari atau minggu kemudian, segera setelah dakwah di rumah Nabi SAW yang dihadiri kerabat dekat Beliau SAW, Nabi Muhammad SAW pergi ke atas bukit shafa dan mulai berdakwah kepada seluruh penduduk dan pengunjung kota Makkah saat ini. Cerita ini sangat terkenal dan terdapat dalam hadits shahih Bukhari No. 4397, shahih Muslim No. 307 dan lain-lain disebutkan bahwa untuk menjalankan perintah Allah SWT dalam surat Asy-Syu'araa ayat 214-216 ini maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (SAW) keluar rumah dan menaiki bukit Shafa lalu berteriak seolah-olah memanggil: 'Wahai sekalian manusia. Sebagian penduduk Makkah bertanya-tanya siapakah yang berteriak. Sebagian dari mereka yang mengenal Nabi SAW menjawab, 'Muhammad'.

Maka mereka pun mulai berkumpul ke arah Beliau SAW. Lalu Beliau pun memanggil penduduk Makkah (orang Quraisy) berdasarkan suku-sukunya, seperti Bani Abdul Manaf, Bani Abdul Muththalib, Bani Fihir, Bani Lu'ai dan lain-lain. Maka mereka semua pun menghampiri Beliau. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian bersabda: Apakah pendapat kamu seandainya aku kabarkan kepada kamu bahwa satu pasukan tentera berkuda akan keluar melalui kaki bukit ini untuk menyerang kamu. Apakah kamu akan mempercayaiku? Mereka menjawab, 'Kami tidak pernah mendapati kamu berdusta'. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda lagi: 'Sesungguhnya aku membawa berita ancaman kepadamu tentang azab yang pedih'.

Di dalam hadits shahih Bukhari No. 2548, shahih Muslim No. 305 dan lain-lain,  Rasulullah SAW memulai dakwah dengan memberi pesan kepada suku terjauh kekerabatannya dengan Beliau sebelum sampai kepada kerabat terdekat Beliau SAW. Nabi berkata: "Wahai Kaum Quraisy, peliharalah diri kalian karena aku tidak dapat membela kalian sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Bani 'Abdi Manaf, aku tidak dapat membela kalian sedikitpun di hadapan Allah. Wahai 'Abbas bin 'Abdul Muthallib aku tidak dapat membela kamu sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Shafiyah (bibi Rasulullah), aku tidak dapat membela kamu sedikitpun di hadapan Allah. Wahai Fathimah (putri Muhammad SAW), mintalah kepadaku apa yang kamu mau dari hartaku, sungguh aku tidak dapat membela kamu sedikitpun di hadapan Allah".

Ketika Nabi SAW selesai memberikan pesan yang sangat emosional ini, paman Beliau SAW yang juga hadir disana yaitu Abu Lahab (nama aslinya Abdul Al-Uzza bin Abdul Muthalib) berdiri, mengambil segenggam pasir dan melemparkanya ke arah Nabi SAW. Ini merupakan tradisi Arab jahiliyah untuk menunjukkan pelecehan seperti mengatakan "apa ini, sedikitpun tidak berarti (seperti pasir yang dia lemparkan)". Ini menunjukkan tanda kesombongan yang sangat besar dan melecehkan pesan yang disampaikan Rasulullah SAW.  Abu Lahab kemudian mencela, 'Celaka kamu! Apakah kamu minta kami berkumpul hanya untuk mendengar perkara ini (yaitu memberitahu berita ancaman azab).' Lantas Abu Lahab berlalu pergi. Maka Allah Azza wa Jalla menurunkan surat Al-Masad atau Al-Lahab (surat ke-111): 'Binasalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya dia akan celaka (ayat ke-1 dan seterusnya).

Menurut para mufasir bahwa Abu Lahab adalah orang pertama yang secara publik menentang dan mengolok-olok dakwah (wahyu Allah). Ketika di rumah Nabi SAW, dia cuman mengomel saja dan tidak berlaku kasar. Tetapi sekarang ketika di depan umum, karena kesombongan dan kekasaran dia menentang dakwah Nabi SAW dengan vulgar di depan publik. Dengan demikian Allah SWT menurunkan surat Al-Masad atau surat Al-Lahab (surat ke-111) berikut. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.

Dakwah Beliau SAW di bukit Shafa ini terus bergema di atau ke seantero Makkah, hingga turun ayat 94 dalam surat Al-Hijr (surat ke-15). "Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik." Dan sejak itu, Rasulullah SAW langsung bangkit dan berdakwah secara terang-terangan di depan publik. Nabi SAW mulai berdakwah di mana-mana; baik di tempat-tempat umum maupun di depan Ka'bah. Ketika pengunjung datang ke Mekah - Nabi SAW akan menunggu mereka dan menyampaikan dakwah kepada mereka. Beliau SAW mengunjungi dan berdakwah kepada orang-orang yang datang ke pasar, dan lain-lain.

Selama kurang lebih 7 tahun dakwah secara terang-terangan ini, Rasulullah SAW dan ummat Islam mendapat atau menghadapi banyak rintangan atau perlawanan dari kaum musyrik Makkah, baik secara fisik maupun intimidasi secara verbal. Namun demikian jumlah sahabat bertambah dari tahun ke tahun, meskipun penentangan kaum musyrik Quraisy semakin brutal. Beberapa sahabat, terutama dari kalangan bawah banyak yang dianiaya, bahkan ada yang dianiaya dengan sadis sampai meninggal. Nabi SAW dan ummat Islam belum diperintahkan untuk berjihad atau melakukan pembalasan secara fisik terhadap kaum musyrik Makkah.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini dulu. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut dengan episode bagaimana penentangan kaum musyrik Quraisy terhadap dakwah Rasulullah SAW dan penganiayaan mereka terhadap para sahabat. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam

Jumat, 20 Mei 2016

As-saabiquuna al-awwaluuna

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode As-Saabiquun Al-Awwaluun yaitu para sahabat yang pertama kali memeluk Islam. Sebelumnya sudah kita bahas bahwa setelah turun wahyu kedua yaitu surat Al-Muddatsir ayat 1 – 7 maka Nabi SAW mulai menyampaikan dakwah kepada orang-orang per orang secara pribadi. Pada pembahasan sebelumnya sudah kita sebutkan bahwa ada lima tahapan dakwah Rasulullah, yang pertama adalah dakwah secara pribadi, tetapi ada juga yang menyebutnya dakwah secara rahasia atau sembunyi-sembunyi.

Kata As-Saabiquuna (السَّابَقٌوْنَ) adalah kata benda (isim) yang berasal dari kata sabaqa (سَبَقَ) yaitu kata kerja (fi'il) yang berarti mendahului atau melampaui. Jadi As-Sabiqun adalah orang-orang yang terdahulu. Sedangkan kata Al-Awwaluuna (الأَوَّلُوْنَ) adalah kata benda yang berasal dari kata awwal (أَوَّل) yang berarti pertamaatau awal. Jadi kata Al-Awwaluuna adalah orang-orang yang pertama-tama. Secara istilahm as-saabiqqun al-awwaluun adalah para sahabat yang terdahulu dan yang pertama pertama-tama memeluk Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sejak hari pertama surat Al-Muddatsir ayat 1 – 7 turun.

Sebutan As-Saabiquuna Al-Awwaluuna ini Allah SWT sendiri yang memberikannya, seperti Firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 100: Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. 

Jadi siapa saja yang disebut as-saabiquun al-awwaluun ini? Para ulama berbeda pendapat terhadap jumlahnya, ada yang menyebutkan cuman sepuluh atau belasan orang sahabat saja, puluhan orang, tapi ada juga yang menyebutkan sekitar 40 orang atau lebih. Sejak hari pertama surat Al-Muddatsir ayat 1 – 7 tersebut, Nabi SAW langsung berdakwah kepada anggota keluarga dan teman-teman Beliau SAW. Nabi SAW berdakwah secara pribadi kepada orang per orang – bukan secara terbuka dan bukan pula secara sembunyi-sembunyi, tetapi Beliau SAW memang memilih-milih orang-orang yang memperlihatakan tanda-tanda kebaikan atau menerima dakwah Beliau. Jadi meskipun Abu Lahab adalah paman Nabi SAWm tapi karena orangnya temperamental (pemarah) maka Nabi SAW tidak berdakwah kepada Abu Lahab. 

Jadi siapa saja mereka yang pertama-tama memeluk Islam di tahap pertama dakwah Islam, bahkan boleh dikatakan di hari-hari pertama dakwah Islam. Karena disebutkan dalam hadits shahih Bukhari No. 3, shahih Muslim No. 231 dan lain-lain, kebanyakan menganggap hanya Khadijah RA dari keluarga Nabi SAW sebagai as-saabiquuna al-awwaluuna. Padahal semua anak-anak Rasulullah SAW juga merupakan as-saabiquuna al-awwaluuna, yaitu Fatimah, Ruqayyah, Ummu Kulsum dan Zainab. Habis itu baru Ali RA dan Zaid bin Haritsah RA yang masih satu rumah sama Nabi SAW. Begitu juga dengan anak-anak Khadijah RA dari suami yang terdahulu seperti Hindun bin Abu Halah, Halah bin Abu Halah dan Hindun binti Atiq. Ketiga anak Khadijah RA dari dua orang suami terdahulu tinggal bersama Nabi SAW yang juga merupakan as-saabiquuna al-awwaluuna.

Karena serumah dan setiap hari mereka menyaksinya bagaimana akhlak Nabi SAW, maka mereka memeluk Islam pada hari pertama surat Al-Muddatsir ayat 1 – 7 ini turun. Mereka semua yang tinggal serumah dengan Nabi SAW ini menerima Islam, percaya kepada Nabi SAW tanpa mempertanyakan atau menerima dakwah Nabi SAW hanya dengan penjelasan pokok Islam saja. 

Setelah keluarga dan orang-orang yang tinggal di rumah Nabi SAW menerima Islam semua, barulah Nabi SAW berdakwah kepada teman-teman dekat Beliau SAW. Orang di luar rumah Nabi SAW yang juga merupakan teman Nabi SAW yang pertama menerima Islam adalah Abu Bakr Siddiq RA. Abu Bakr RA adalah teman Nabi SAW dari kecil. Jadi Abu Bakr mengenal Nabi SAW dengan baik dan percaya dengan wahyu yang didakwahkan Nabi SAW tanpa mendustakan atau menolaknya sedikitpun. 

Belasan tahun kemudian di Madinah ketika terjadi cekcok antara Umar RA dengan Abu Bakr RA, Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya Allah mengutus aku kepada kalian namun kalian mengatakan pendusta (kadzabta) sedangkan Abu Bakr berkata "Dia (Nabi SAW) orang yang jujur (shadaqta)", dan dia (Abu Bakr RA) orang yang jujur dan dia berjuang mengorbankan dirinya dan hartanya. Apakah kalian meninggalkan kepada sahabatku? Beliau (SAW) ulang dua kali, maka sejak saat itu Abu Bakr RA tidak disakiti lagi (HR Shahih Bukhari No. 3388).

Disamping Abu Bakar RA, orang diluar rumah Nabi SAW yang manerima dakwah Nabi SAW adalah Ummu Aiman yaitu pengasuh Nabi SAW waktu kecil (bukan Halimah Ibu Susu Nabi SAW). Tidak disebutkan apakah Ummu Aiman menerima Islam bersamaan di rumah Nabi SAW dengan suaminya Zaid bin Haritsah RA atau di rumah mereka sendiri? Yang jelas Ummu Aiman adalah termasuk wanita yang pertama-pertama menerima Islam atau as-saabiquun al-awwaluun selain keluarga Nabi SAW.
Ternyata masuk Islam-nya Abu Bakr RA paling banyak membawa mamfa'at terhadap Islam dan kaum Muslimin dibandingkan dengan keislaman selainnya, karena kedudukan Abu Bakr RA yang merupakan salah seorang elite (tokoh atau petinggi) dalam suku Quraisy, semangatnya dan kesunguh-sunguhannya dalam berdakwah (memeluk Islam). Dengan masuk Islam-nya Abu Bakr RA, maka tokoh-tokoh  besar yang masyhur lainnya seperti Abdurrahman bin Auf RA, Sa'ad bin Abi Waqas RA, Ustaman bin Affan RA, Zubair bin Awwam RA dan Talhal bin Ubaidillah RA, mengikuti Abu Bakr RA memeluk agama Islam. Mereka semua merupakan para sahabat utama Nabi SAW yang juga merupakan as-saabiquun al-awwaluun. 

Bisa kita lihat bahwa dakwah Nabi SAW pada tahap pertama ini bukan dakwah sembunyi-sembunyi, karena teman-teman dekat Abu Bakr dan tokoh-tokoh Quraisy mengetahui keislaman Abu Bakr RA dan mereka mengikutinya masuk Islam. Tetapi memang dakwah 3 tahun pertama ibu bukan dakwah terbuka, bukan dakwah dikeramaian. Jadi Nabi SAW tidak mengumpulkan orang-orang Makkah lantas menyampaikan dakwahnya di depan umum, tetapi Nabi SAW menghubungi orang per orang secara pribadi. 

Ada kisah yang sudah sering kita dengar yaitu tentang keislaman Sa'ad bin Abi Waqas RA yang merupakan salah seorang dari as-saabiquun al-awwaluun. Sa'ad memeluk Islam pada saat umurnya masih belasan tahun, yaitu sekitar 16-17 tahun. Ibu Sa'ad bin Abi Waqas RA mengancam mogok makan dan minum sampai mati ketika mengetahui anaknya masuk Islam dan tidak mau kembali kepada agama nenek moyang mereka  menyembah berhala. Tapi Sa'ad bin Abi Waqas teguh dalam keislamannya dan mengatakan agar ibunya jangan melakukan karena dia tidak akan meninggalkan Islam. Ternyata ibunya Sa'ad bukan cuman mengertak saja, dia tidak makan dan minum seharian sehingga kepayahan. Melihat itu, Sa'ad bin Abi Waqas RA mengatakan pada ibunya bahwa meskipun ibunya punya seribu nyawa dan nyawa tersebut keluar satu persatu, Sa'ad bin Abi Waqas RA tidak akan meninggalkan agama Islam yang baru saja dianutnya.

Melihat kesungguhan Sa'ad bin Abi Waqas RA dengan agama barunya (Islam), ibunya Sa'ad membatalkan mogok makan dan minumnya. Dari peristiwa ini Allah SWT berfirman dalam surat Al-Luqman ayat 15: Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Jadi Nabi SAW berdakwah secara pribadi dari orang ke orang selama tiga tahun. Berita menyebar bahwa Nabi SAW membawa agama Islam, tapi Nabi SAW tidak melakukan dakwah secara terbuka di depan publik. Nabi SAW juga tidak berdakwah kepada orang-orang Makkah yang kemungkinan menolak ajaran Islam. Jadi Abu Jahal, Abu Lahab, dan tokoh-tokoh musyrik Quraisy lainnya tidak pernah didatangi Nabi SAW selama dakwah secara pribadi ini. Nabi SAW juga tidak berdakwah kepada tamu atau jama'ah haji yang datang dari luar Makkah. Sehingga tidak ada alasan bagi orang musyrik Quraisy Makkah untuk memusuhi atau melarangnya. 

Dalam kurun waktu 3 tahun dakwah Nabi SAW puluhan orang sudah memeluk agama Islam, diantaranya Bilal bin Rabbah al-Habasyi, Abu 'Ubaidah, 'Amir bin al-Jarrah, Abu Salamah bin 'Abdul Asad, al-Arqam bin Abil Arqam, 'Utsman bin Mazh'un dan kedua saudaranya Qudamah dan 'Abdullah, 'Ubaidah bin al-Harits bin al-Muththalib bin 'Abdul Manaf, Sa'id bin Zaid al-'Adawy dan isterinya, Fathimah binti al-Khaththab al-'Adawiyyah – saudara perempuan dari 'Umar bin al-Khaththab, Khabbab bin al-Arts, 'Abdullah bin Mas'ud al-Hazal serta banyak lagi selain mereka. Mereka itulah yang dinamakan as-Saabiquun al-Awwaluun.

Dari dakwah pribadi Rasulullah SAW selama tiga tahun ini dapat kita ambil pelajaran bahwa dakwah secara pribadi dibolehkan terutama bagi ummat Islam yang hidup atau tinggal di negara-negara yang mayoritas penduduk tidak beragama Islam. Menyampaikan ajaran Islam dan kesempatan meningkatkan iman dan ketaqwaan ummat kepada Allah SWT lebih utama dan lebih penting bagi ummat Islam di negara-negara yang mayoritas penduduknya tidak beragama Islam tersebut. Jika sikap politik negara tersebut tidak membolehkan berdakwah didepan publik atau keselamatan ummat terancam seperti di China sekarang ini, maka dakwah secara pribadi lebih bermamfaat memperkokoh keimanan. 

Sangat menarik untuk dicermati bahwa as-saabiquun al-awwaluun ini merupakan perwakilan dari tiap golongan sosial dalam masyarakat Quraisy Makkah saat itu. Dari orang kaya hingga pembesar, dari budak hingga ibu rumah tangga. Tetapi kebanyakan adalah kelas bawah dan anak muda. Belasan tahun kemudian, dalam hadits shaih Bukhari No. 6, shahih Muslim No. 3322 dan lain-lain, diriwayatkan bahwa ketika Nabi SAW mengirim surat kepada Kaisar Heruclius untuk memeluk Islam, Kaisar bertanya kepada Abu Sufyan dan orang-orang kafir Quraisy yang saat itu sedang berada di Basra, Damaskus, Syam, untuk mencari infomarsi tentang Nabi Muhammad SAW dan agama Islam. Salah satu pertanyaan Heraclius adalah "Apakah yang mengikuti dia (Nabi SAW) orang-orang yang terpandang atau orang-orang yang rendah (kelas bawah)?" Abu Sufyan menjawab "Bahkan kebanyakan yang mengikutinya (Nabi SAW) orang-orang kelas rendah". Heraclius menjawab "Memang mereka itulah (kelas bawah) yang menjadi pengikut para Rasul (sebelumnya).
Jadi tahap awal dakwah tidak ada penganiayaan, itu adalah tahap untuk memungkinkan untuk membangun iman, memungkinkan persaudaraan bentuk dan dengan demikian tidak ada konflik. Juga, pada tahap ini shalat dan berdzikir sudah dilakukan meskipun belum diwajibkan, karena kewajiban shalat baru turun setelah Nabi SAW pulang dari Isra' wal mi'raj. Tetapi Jibril AS sudah mengajarkan kepada Nabi SAW bagaimana, berwudhu' dan bagaimana melakukan shalat. Shalat sebelum diwajibkan dilakukan pagi dan malam – bukan lima waktu setelah diwajibkan, dan itupun semua shalat dilakukan 2 (dua) raka'at. 

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan episode lain dari Siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam

Sabtu, 14 Mei 2016

Perpecahan Ummat - Bagian ke-2

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ


Alhamdulillahi wasyukurillahi 'alaa ni'matillahi. Segala puji dan syukur bagi Allah atas segala nikhmat, baik nikhmat iman, nikhmat Islam dan nikhmat kelezatan dunia yang Allah berikan pada kita. Salawat dan salam kita ucapkan kepada junjungan kita, Nabi dan Rasul yang mulia Muhammad SAW dan keluarga Beliau, kepada para Sahabat RA, para Tabi'in, Tabiut Tabiahum dan kepada semua ummat Islam dimanapun berada sepanjang zaman. Semoga kita semua dapat senatiasa istiqamah menegakkan ajaran Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini akan kita lanjutkan kembali bagian ke-2 dari pembahasan hari sebelumnya tentang iftiraq yaitu perpecahan atau memisahkan diri dari induk, keluar dari jalur utama atau keluar dari jama'ah (mayoritas) ummat dalam masalah ushuluddin atau berkaitan dengan maslahat umat atau berkaitan dengan keduanya yang sudah qath'i, baik secara total maupun parsial, baik dalam masalah i'tiqad ataupun masalah amaliyah.

Kemaren sudah kita bahas mengenai mulai kapan terjadinya perpecahan dalam tubuh ummat Islam dengan cara melihat beberapa kejadian atau peristiwa dalam siirah Rasulullah SAW sampai dengan wafatnya beliau. Kemudian kita juga melihat beberapa peristiwa-peristiwa besar (saja) yang terjadi di zaman para khulafa ar-rasyidin (kalifah yang lurus), mulai dari Khalifah Abu Bakr RA, Umar RA, Ustman RA dan Ali RA.

Juga sudah singgung sedikit bahwa pada tahun 37H, pusat kekhalifahan atau pusat pemerintahan Ali RA dipindahkan dari kota Madinah ke kota Kuffah di Irak untuk menghindari pertumpahan darah lebih banyak lagi sesama para sahabat - lembaran hitam sejarah ummat Islam. Peristiwa ini sangat kompleks sekali - tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata  dalam beberapa paragraf saja. Tetapi para ulama lebih banyak mengambil posisi mengubur lembaran hitam ini daripada membongkarnya kembali. Para ulama berpendapat semua sahabat ridha pada Allah dan Allah pun ridha pada para sahabat (radhiallahu anhum). Untuk keperluan pembahasan topik ini, kita hanya memfokuskan kepada peristiwa yang mendukung itu juga bukan secara detail.

Sudah kita sebutkan bahwa penggunaan kata syiah untuk pertama kali secara formal terjadi ketika Ali RA sudah di Kuffah (Irak). Syiah  dalam terminologi bahasa berarti pengikut. Jadi syiah Ali adalah para pengikut Ali RA, yaitu pengikut secara politik karena baik pengikut Ali RA maupun pengikut Muawiyyah RA di kota Basra (Damaskus) Syam (Syiria) tidak berpecah atau tidak ada perbedaan pemahaman agama yang sudah qat'i maupun ushuluddin yang lain. Tetapi disamping pengikut Ali RA dan pengikut Muawiyyah RA ada pihak ketiga yaitu Khawarij yang keluar dari Islam. Kelompok Khawarij inilah yang membunuh Ali RA ketika shalat subuh di masdjid Kuffah tahun 40H.

Sebenarnya khawarij merencanakan untuk membunuh 3 orang sekaligus di tempat yang berbeda, yaitu Ali RA, Muawiyyah RA, Amr bin As RA ketika mereka keluar untuk Shalat Subuh.
Tiga orang Khawariji menyerang target mereka masing-masing pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Muawiyyah RA mengalami luka-luka dan ia selamat. Amr bin As RA tidak datang untuk Shalat Subuh. Jadi Khawarij ini rajin ibadahnya, bahkan seperti yang dikatakan Nabi SAW pada hadits sebelumnya, ibadah kamu remeh (kecil) dibandingan ibadah mereka, tetapi mereka keluar dari Islam seperti anak panah. Maksudnya, mereka mengaku Islam dan beribadah secara Islam, tetapi pemahaman mereka yang salah, membuat mereka bertindak diluar ajaran Islam yang sudah Qath'i. Disinilah timbul perpecahan (iftiraq) yang oleh Nabi SAW disebut bukan ummatku dan Allah SWT melarang kita untuk berpecah (mengikuti jalan-jalan lain) dalam urusan agama ini.

Firman Allah SWT: dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa (QS 6:153).

Sebelum kita lanjut dengan zaman Hasan RA dan Husein RA, mari kita lihat kembali sedikit tentang ikhtilaf yaitu berbeda pandangan atau point of view atau pendapat dalam masalah-masalah furu' dan ijtihad, bukan masalah ushuluddin. Jadi ikhtilaf bersumber dari sebuah iijtihad yang disertai niat yang lurus. Dalam hal ini, mujtahid yang keliru mendapat satu pahala karena niatnya yang jujur mencari kebenaran. Sementara mujtahid yang benar mendapat pahala lebih banyak lagi. 

Sementara perpecahan tidak berpangkal dari ijtihad atau niat yang tulus. Pelakunya sama sekali tidak mendapat pahala bahkan mendapat cela dan dosa. Maka dapat kita katakan bahwa perpecahan itu berpangkal dari bid'ah, menuruti hawa nafsu, taqlid buta, kejahilan.

Perpecahan hanya terjadi pada permasalahan prinsipil, yaitu masalah ushuluddin yang tidak boleh diperselisihkan. Yakni masalah-masalah ushuluddin yang ditetapkan oleh nash yang qath'i, ijma atau sesuatu yang telah disepakati sebagai manhaj (pedoman operasional) Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Siapa saja yang menyelisihi masalah di atas, maka ia termasuk orang yang berpecah dari Al-Jama'ah. Adapun selain itu, masih tergolong perkara ikhtilaf.

Tugas kita (ummat Islam) adalah menjaga persatuan. Pengetahuan tentang ikhtilah dan iftiraq ini bukan justifikasi atau melegalkan kita berpecah atau untuk memecah ummat, tetapi adalah peringatan Allah SWT dan Rasulullah SAW agar senantiasa kita berada dalam jalan yang lurus, jalan utama, jama'ah (mayoritas) ummat Rasulullah SAW.

Baik mari kita lanjut dengan zaman Hasan RA. Pengikut Ali di Kuffah (pusat pemerintahan) memilih Hasan RA menggantikan Ali RA menjadi khalifah. Tetapi pengikut Muawiyyah di Basra (Damaskus) ingin Muawiyyah RA yang menggantikan Ali RA menjadi khalifah. Terjadi pergesekan antara pengikut  Hasan (tadinya syiah atau pengikut Ali sekarang menjadi syiah Hasan) dengan pengikut Muawiyyah. Selama 6 bulan pertama kekhalifahan Hasan RA suasana ummat sangat tidak kondusif terutama antara syiah Hasan dan syiah Muawiyyah. Untuk menghindari pertempuran antara ummat Islam dimana diantara mereka masih banyak yang merupakan sahabat yang Allah ridha pada mereka (RA), akhirnya Hasan RA menyerahkan kekhalifan kepada Muawiyyah RA.

Muawiyyah RA memerintah dari atau memindahkan pusat pemerintahan kekhalifahan dari Kuffah ke Damaskus (Syiria). Hasan RA memgundurkan diri dan pindah ke Madinah bersama Husein RA dan seluruh keluarga besar pada tahun itu juga (akhir tahun 40 Hijriah). Hasan RA dan Husein RA melanjutkan kehidupan sebagai rakyat biasa dibawah kekhalifahan Muawiyyah RA. Tahun 45-46 Hijriah, Hasan RA ikut berperang dibawah pimpinan Yazid bin Muawiyyah menaklukan Constantinople.

Hasan RA meninggal pada tahun 50 Hijriah di Madinah dan Muawiyyah RA meninggal tahun 60 Hijriah di Damaskus. Sebelum meninggal ia mencalonkan putranya Yazid sebagai Khalifah sebagai penggantinya. Banyak dari Sahabat yang ikut membai'atnya, tapi mereka meninggalkan atau tidak aktif lagi berpolitik setelah membai'at Yazid. Hussain RA dan Abdullah bin Zubair bahkan tidak ikut membai'at Yazid sebagai khalifah.

Kembali terjadi ketegangan politik. Gubernur Madinah membujuk Husein RA agar mau membai'at Yazid, tetapi Husein RA menolak dengan alasan ingin fokus beribadah dan pindah ke Makkah bersama keluarga besar. Penduduk Kuffah yaitu tadinya para pengikut atau syiah Ali kemudian menjadi syiah Hasan, ketika mendengar Husein RA menolak berbai'at kepada Yazid bin Muawiyyah, ramai-ramai mereka membuat surat petisi dan mengirimnya ke Makkah untuk mensupport Husein RA memimpin mereka melakukan revolusi terhadap kekhalifahan Yazid. Jadi sekarang penduduk Kuffah menjadi syiah (pengikut) Husein.

Husein RA pada awalnya menolak, tetapi saking banyaknya surat petisi yang memberikan dukungan, bahkan ada yang bilang setiap pemimpin suku penduduk kuffah telah mengirimkan petisinya dan hampir semua penduduk Kuffah sudah menjadi syiah Husein RA. Akhirnya Husein RA memutuskan untuk mengirim Muslim bin Aqil (Aqil RA adalah saudara Ali RA) dan beberapa orang untuk mempelajari dukungan penduduk Kuffah kepada Husein RA.

Rombongan Muslim bin Aqil diterima dengan antusias oleh prnduduk Kuffah - syiah Husein. Puluhan ribu orang atau ada yang bilang sekitar 40 ribu orang dari penduduk Kuffah memberikan dukungan dan para pemimpin suku berbai'at untuk Husein RA melalui Muslim bin Aqil, mendukung Husein RA memimpin mereka menentang Yazid. Melihat antusias dan dukungan penduduk Kuffah ini, Muslin bin Aqil mengirim utusan dengan kuda cepat (surat kilat) dan minta Husein RA untuk datang segera ke Kuffah menerima bai'at syiah Husein.


Dalam kondisi pemerintahan atau kekhalifahan seperti saat itu, dimana ada kelompok pendukung syiah Husein, pendukung Yazid dan kelompok Khawarij, berita mengenai pembai'atan Husein RA melalui Muslim sampai juga kepada Yazid di Damaskus bahkan lebih cepat daripada kepada Husein RA di Makkah karena faktor jarak. Yazid langsung mengirim Ubaidullah bin Ziyad yang masih muda (28 tahun) bersama 17 orang pengikut dan tidak ada satupun militer (bukan aksi militer) untuk mengambil alih kendali kekuasan gubernur di Kuffah. Ibnu Ziyad mengetahui segera bahwa memang ada rencana revolusi dari syiah Husein tapi belum mengetahui siapa penggeraknya. Ibnu Ziyad mengirim mata-mata kepada kepada penduduk Kuffah sebagai syiah Husein dengan pura-pura memberikan dana buat perjuangan syiah Husein. Muslim mendengar bahwa rencana mereka telah bocor dan siap-siap keluar dari Kuffah, tetapi Hani bin Urwah yang menampung dia selama ini telah ditangkap ibnu Ziyad. Muslim mengumpulkan ribuan orang untuk mendatangi kantor gubernur Kuffah tempat Hani ditahan oleh ibnu Ziyad agar Hani dibebaskan. 

Para mata-mata ibnu Ziyad bekerja dengan efektif, menyogok dan mengintimidasi baik secara lunak maupun kasar, secara langsung maupun tidak langsung agar para pendukung Husein tidak membantu Muslim, sehingga ribuan orang kembali dan tidak satupun yang tinggal. Muslim ditangkap dan mengirim peringatan melalui ibnu Asha'as kepada Husein RA agar jangan datang ke Kuffah. Muslim dieksekusi oleh ibnu Ziyad pada tanggal 9 Dzulhijjah 60H dan tidak satupun syiah Husein yang memberi perlawanan sama dengan peristiwa ketika syiah Ali juga tidak membantu Ali RA menumpas Khawarij dulu.

Para sahabat yang masih hidup di Madinah dan Madinah, ibnu Umar, ibnu Abbas, Abu Saeed al Khudrii, Jaabir ibn Ubaidillah RA bersama dengan saudara-saudara Husein RA dari istri Ali RA yang lain dan Muhammad ibn Hanafiyya mencegah Husein RA dan rombongan agar tidak pergi pergi ke Kuffah. Tetapi Husein RA bersama 70-80 orang rombongan keluarga besar tetap menuju Kuffa tanpa menghirauan peringatan para sahabat di Makkah dan Madinah, bahkan Husein RA belum tahu sama sekali bahwa revolusi telah gagal (mati suri) dan Muslim sudah dieksekusi.

Sementara itu secara kebetulan ada 4 ribu pasukan Yazid dalam perjalanan menuju Constantinople (Turki sekarang) yang dipimpin oleh Umar ibn Sa'ad bin Abi Waqqas melewati Kuffah dan ibnu Ziyad menahan mereka untuk sementara waktu dengan alasan dia telah mendapat izin untuk itu. 

Rombongan Husein RA sudah mendekati Kuffah, dia mengirim utusan untuk memberitahu kedatangan mereka. Tetapi utusan Husein juga dieksekusi oleh ibnu Ziyad. Husein RA sudah diluar kota Kuffah ketika pesan Muslim lewat ibnu Asha'as sampai padanya yang meminta Husein RA agar jangan ke Kuffah. Setelah berembuk dengan seluruh rombongan, mereka memutuskan untuk lanjut ke Kuffah untuk menuntut kematian Muslim dan serta berharap penduduk Kuffah membatu mereka. Husein RA masih berpikir bahwa dia bisa mendapatkan dukungan yang diperlukan dan menang di Kuffah. Husein RA pergi ke Kuffah sama sekali bukan untuk bunuh diri.

Rombongan Husein RA mencapai Karbala (4 - 6 km dari Kuffah). Umar bin Sa'ad  komandan 4 ribu militer yang dutahan ibnu Ziyad di Kuffah, diperintahkan oleh ibn Ziyad untuk bernegosiasi dengan Husein RA. Husein RA memberikan jawaban dengan tiga pilihan - kembali ke Mekkah, bertemu Yazid atau hidup di pengasingan. Tetapi ibnu Ziyad menolak dan meminta Husein RA datang kepadanya untuk berbai'at kepada Yazid atau menghadapi kematian.

Ibnu Ziyad mengganti Umar bin Sa'ad dengan Shimir sebagai komandan pasukan dan menyampaikan jawaban ibnu Ziyad. Shimir memberikan ultimatum kepada Husein RA agar menyerah dan datang kepada ibnu Ziyad berbai'at kepada Yazid. Husein RA tetap menolak sehingga Shimir mengeksekusi Husein RA berserta rombongannya secara paksa kecuali para wanita dan Zain Al Abidiin bin Husein karena masih bayi dan tinggal bersama para wanita. Sebanyak 15 orang ahlul bait meninggal di Karbala pada tanggal 10 Muharram 61 Hijriah.

Sebelum kita lanjut, lebih dulu kita bahas sedikit tentang Ahlul Bait atau Ahl al-bait atau dalam bahasa Arab Ahl (أحل) = orang-orang atau keluarga, al-bait (البيت) = rumah (Rasulullah SAW) karena pakai alif lam (ال) ma'rifat (tertentu) sama dengan kata the dalam bahasa Inggris. Jadi Alul Bait adalah keluarga atau orang rumah Rasulullah SAW. Siapa saja mereka yang disebut Ahlul Bait atau Keluarga Rasulullah SAW ini. Para ulama berpedoman pada ayat 31-34 Surat Al-Ahzab dan Hadits Syahih Muslim No. 4450, Sunan Tirmidzi No. 3130 dan lain-lain:

Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui (QS 33:32-34).

Aisyah RA berkata; Pada suatu pagi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar dari rumahnya dengan mengenakan kain bulu hitam yang berhias. Tak lama kemudian, datanglah Hasan bin Ali. Lalu Rasulullah menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Kemudian datanglah Husein dan beliau pun masuk bersamanya ke dalam rumah. Setelah itu datanglah Fatimah dan beliau pun menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Akhirnya, datanglah Ali dan beliau pun menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Lalu beliau membaca ayat Al Qur'an yang berbunyi: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa darimu hai ahlul bait dan membersihkanmu sebersih-bersihnya - Al Ah zaab: 33" (HR Syahih Muslim No. 4450, Sunan Tirmidzi No. 3130 dan lain lain).

Jadi berdasarkan ayat dan hadits di atas, para ulama menetapkan Ahlul Bait dengan semua keturunan anak laki-lakinya adalah sebagai berikut:
1. Semua istri Nabi SAW adalah ahlul bait.
2. Ali RA, Ja'far RA dan Aqil RA (ketiganya bin Abu Thalib) adalah ahlul bait.
3. Abbas RA (paman Nabi SAW) dan ibnu Abbas RA (anak Abbas RA) adalah ahlul bait.
4. Zubair ibnu Awwam RA (keponakan Nabi SAW) dan Abddullah ibnu Zubair (anak Zubair RA) adalah ahlul bait.
5. Fatimah RA (anak Nabi SAW) adalah ahlul bait.
6. Hasan RA dan Husein RA (anak Fatimah RA dengan Ali RA) adalah ahlul bait.

Sedangkan semua keturunan dari anak laki2 Hasan RA dan Husein RA sampai seterusnya disebut keturunan Rasulullah SAW bukan sekedar Ahlul Bait saja. Keturunan Rasulullah maksudnya ibnu (keturunan) Muhammad SAW.

Jadi setelah tragedi Karbala, garis keturunan Rasulullah diteruskan oleh Zain Al Abidin yaitu anak laki Husein RA yang selamat dari tragedi Karbala dan semua anak laki-laki dari keturunan Hasan RA yang tidak ikut ke Karbala saat itu.

Baik mari kita teruskan bahwa syiah Husein telah membelot atau meninggalkab atau mengkhianati Husein RA saat diperlukan. Dalam bahasa Arab kata meninggalkan atau membelot atau berkhianat ini disebut Raafidhah (رافضة) yang berasal dari kata rafidha (رفض) = menolak atau tidak menerima. Jadi para pembelot atau pengkhianat atau al-raafidha (الرافضة) ini merasa menyesal dan pada tahun 65 Hijriah mereka membentuk kelompok atau partai baru yang disebut Tawabbun (penyesalan) sebagai bentuk penyesalan atas pembelotan atau pengkhianatan mereka kepada Husein RA. 

Mereka (tawabbun) ini berencana membalas dendam kepada bani Umaiyyah di Damaskus. Pada tanggal 10 Muharram 65H dalam perjalan ke Damaskus mereka (tawabbun) berhenti di Karbala. Mereka menumpahkan penyesalan mereka dengan cara meratap, menangis dan mengekpresikan penyesalan mereka secara mendalam atas pengkhianatan mereka kepada Husein RA. Hal ini terjadi berulang tahun sehingga menjadi suatu ritual yang tidak terkendali. Yang tadinya cuman sekedar meratap, menangis dan berteriak histeris penuh penyesalan, tahun-tahun berikutnya menjadi suatu upacara yang merusak/menyakiti tubuh sendiri (ritual syetan). Yang tadinya menyesali diri sendiri, bertahun-tahun kemudian menjadi menyesali kematian Husein RA (berarti tidak percaya pada Taqdir Allah). Syiah (rafidhah) secara teologis dikatakan memiliki akarnya dari kejadian ritual syetan di Karbala ini.

Kalau kita perhatikan dalam kurun kurang dari 100 tahun setelah wahyu pertama, perkembangan Islam sangat pesat tetapi perpecahan dan fitnah ummat juga semakin meningkat. Ada usaha untuk membuat daftar perpecahan ummat sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Tetapi setiap kali daftar perpecahan golongan ini selesai, timbul golongan baru yang jauh lebih parah fitnahnya terhadap ummat. Jadi upaya untuk nengumpulkan 73 golongan ini tidak pernah selesai dan berhenti begitu saja. Yang jelah jama'ah ummat Islam yang mayoritas dari tahun ke tahun semakin besar jumlahnya, sementara sempalan atau kelompok iftiraq (yang pecah dari jama'ah) hilang dan berganti dengan kelompok lain. 

Di zaman modern ini saja, kita mengenal ada Taliban yang menjadi fitnah ummat Islam, yang merusak citra ummat Islam mayoritas kepada tingkat yang tidak terbayangkan sebelumnya. Meskipun Taliban belum hilang, timbul lagi Al-Qaeda yang merupakan fitnah kepada ummat Islam mayoritas jauh melampaui Taliban dimana banyak negara Islam yang hilang dari peta dunia akibat fitnah Al-Qaeda ini. Belum lagi Taliban dan Al-Qaeda hilang, timbul lagi ISIS yang bukan saja menjadi fitnah kepada ummat Islam mayoritas tapi juga menjadi fitnah kepada nilai-nilai (ajaran) Islam yang jauh melampau fitnah Taliban digabung Al-Qaeda.

Cobaan dan musibah atau Fitnah ummat yang saling ganti dan semakin lama semakin berat ini sudah diperkirakan oleh Nabi SAW dalam hadits shahih Muslim No. 3431, Musnad Ahmad No. 6503 dan lain lain sebagai berikut:

Rasulullah SAW berdabda: Wahai manusia sekalian, tidaklah ada seorang Nabi pun sebelumku kecuali wajib baginya menunjukkan kepada umatnya sesuatu yang ia anggap baik untuk mereka, serta mengingatkan mereka apa-apa yang ia anggap buruk atas mereka. Sesungguhnya keselamatan umat ini adalah pada masa permulaannya, dan pada penghujungnya akan tertimpa musibah dan fitnah yang bisa menjadikan lemah sebagian dengan sebagian yang lain. Ketika fitnah itu datang maka seorang mukmin akan berkata; ini adalah kebinasaannku lalu fitnah itu hilang. Kemudian fitnah itu datang lagi, maka ia berkata; ini dan ini. Kemudian fitnah itu datang lagi, maka ia berkata; ini dan ini. kemudian fitnah itu hilang... dst.

Firman Allah SWT: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS 29:2-3).

Para ulama menganjurkan untuk melakukan hal berikut jika musibah dan fitnah menimpa ummat Islam disamping berkumpul bersama jama'ah Islam:

1. Kembali kepada Al Qur'an dan Hadits. Pergunakan akal pikiran yang dikasih Allah SWT untuk memahami setiap ayat, setiap perintah, setiap larangan dan istiqamah dalam beribadah kepada Allah SWT. Tidak ada alasan lagi bagi seorang Muslim untuk tidak bisa membaca Al Qur'an dan Hadits, karena terjemahan dan tafsir tersedia sangat banyak dan mudah diakses. Sehingga kita semakin faham terhadap dieunul Islam, iman kita semakin kuat dan ketaqwaan kita semakin meningkat derajatnya. Dengan demikian kita sebagai Ummat Islam lebih mencintai Akhirat daripada kehidupan Dunia ini.

2. Senantiasa berserah diri (tawaqal) dan berdo'a terhadap setiap amal ibadah yang kita lakukan. Sebagai makhluk, manusia adalah bersifat lemah dan butuh pertolongan Allah SWT. Kemampuan manusia dibatasi oleh penglihatan, pendengaran dan fisiknya. Banyak peristiwa terjadi diluar jangkauan/kemampuan manusia untuk mengatasinya. Dengan berdo'a kita semakin dekat dengan Allah SWT sehingga kita menjadi lebih kuat menghadapi/mengatasi setiap cobaan atau musibah. Dalam Al Qur'an banyak sekali contoh kekuatan do'a seperti setan minta dipanjangkan umur, Nabi Zakariya AS mohon anak meskipun istrinya mandul, dan lain lain. Jadi kita sebagai ummat Islam harus yakin dengan kekuatan do'a karena Allah adalah Pemilik, Khalik segala sesuatunya.

3. Meningkatkan amal ibadah dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Dalam siirah Nabi SAW sering kita jumpai cerita bahwa para sahabat berlomba-lomba dalam berbuat baik. Dalam beberapa Hadits disebutkan bahwa "... dan diantara mereka ada yang berlomba-lomba dalam kebaikan dengan izin Allah, mereka itulah orang-orang yang masuk syurga tanpa hisab". Di dalam Al Qur'an surat Al Fathir akhir ayat 32 disebutkan "... dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar". Jadi berlomba-lombalah berbuat kebaikan sehingga Allah SWT melindungi kita dari fitnah dan musibah.

4. Meningkatkan pendidikan dan menguasai ilmu pengetahuan. Kewajiban setiap ummat Islam untuk membekali dirinya dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan agar kita bisa lebih unggul. Setiap muslim(ah) harus memguasai ilmu baik untuk dunia maupun akhirat. Harus ada dari ummat Islam yang menguasai setiap cabang Ilmu dari ayat-ayat Allah baik ayat-ayat Al Qur'aniyah (wahyu) maupun ayat-ayat Al Kauniyah (alam semesta). Setiap muslim(ah) harus mengikuti (menapak tilas) sunah Rasulullah SAW karena setiap segmen dari siirah Nabi SAW adalah saat dimana Al Qur'an diturunkan dan Hadits disampaikan. Dengan semakin terdidik dan fahamnya ummat Islam maka semakin kuat pertahanan ummat Islam terhadap perpecahan.

5. Berdakwah dan mengajarkan dienul Islam kepada keluarga, kerabat dekat, saudara, lingkungan dan ummat Islam yang masih lemah pemahamannya terhadap dieunul Islam. Dalam beberapa Hadits Rasulullah SAW bersabda "ballighuu 'annii walau aayah" - Sampaikan dariku sekalipun satu ayat. Perintah berdakwah atau mengajarkan dieunul Islam ini tidak saja tugas para Nabi atau Ulama, tetapi tugas setiap muslim(ah) seperti Firman Allah dalam surat Asy Syuara ayat 214 "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat". 

6. Bersabar dalam setiap cobaan dan ikhlas terhadap keputusan Allah SWT. Di dalam surat Al Baqarah ayat 155-157 Allah SWT berfirman bahwa orang-orang yang sabar apabila ditimpa musibah akan mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Allah SWT. Dalam surat Az Zumar alhir ayat 10 "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". Dalam Hadits Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda bahwa "tidaklah seseorang mendapatkan pemberian yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran".

Disamping bersabar terhadap segala cobaan kita juga diharuskan ikhlas menerima segala ketentuan Allah SWT dan menyadari bahwa apapun yang terjadi sudah ketetapan Allah SWT. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (QS 57:22)". Jadi bila kita bisa sabar dan ikhlas menerima setiap ketentuan Allah SWT, maka insyaa' Allah tidak akan terasa berat lagi cobaan/ujian tersebut.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah akan kita lanjut dengan topik lain. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.
Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.



Wassalam

Jumat, 13 Mei 2016

Perpecahan Ummat - Bagian ke-1

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat, baik ni'mat iman, ni'mat Islam, maupun ni'mat kelezatan hidup di dunia yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua sentiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Hari ini kita rehat dulu membahas episode siirah Rasulullah SAW dan insyaa Allah minggu depan dapat kita lanjutkan kembali. Insyaa Allah hari ini kita akan mencoba topik yang sangat berat tetapi sangat perlu kita ketahui bersama, terutama kepada yang berilmu dan mencari kebenaran (bukan pembenaran) agar kita tidak berpecah atau terpecah dalam hal agama dengan sesama Muslim - ummat Nabi Muhammad SAW. Topik kita hari ini insyaa Allah seputar perpecahan, berpecah, pengelompokan atau firqah ummat.

Secara bahasa, perpecahan atau iftiraq berasal dari kata al-mufaraqah (saling berpisah) dari akar kata faraqa yaitu akar kata yang sama dengan firqah (berkempok) dan furqan (pemisah). Perpecahan juga berarti al-mubayanah (saling berjauhan), dan al-mufashalah (saling terpisah) serta al-inqitha' (terputus). Diambil juga dari kata al-insyi'ab (bergolong-golongan) dan asy-syudzudz (menyempal dari barisan). Bisa juga bermakna memisahkan diri dari induk, keluar dari jalur dan keluar dari jama'ah (mayoritas ummat).

Secara terminologi, perpecahan adalah keluar dari As-Sunnah dan Al-Jama'ah dalam masalah ushuluddin yang qath'i, baik secara total maupun parsial. Baik dalam masalah i'tiqad ataupun masalah amaliyah yang berkaitan dengan ushuluddin atau berkaitan dengan maslahat umat atau berkaitan dengan keduanya.

Bahkan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Rasulullah SAW sama sekali tidak berbeda dengan risalah yang Allah wahyukan kepada para Nabi dan Rasul terdahulu, yaitu risalah tauhid yang hanya menyembah kepada Allah SubhanAllah wa Ta'ala. Allah SWT sama sekali tidak membeda-bedakannya sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 136 berikut (terjemahan Depag):

Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya" (QS 2:136).

Nabi Muhammad SAW sudah memperingatkan kita ummat Islam agar tidak berpecah seperti ummat terdahulu sebagaimana hadits Beliau di dalam syahih Bukhari No. 3197, syahih Muslim No. 4823 dan lain-lain, bahwa sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak pun kalian pasti kalian akan mengikuti mereka. Kami bertanya; Wahai Rasulullah, apakah mereka itu yahudi dan Nasrani? Beliau menjawab: Siapa lagi kalau bukan mereka.

Bahkan dalam hadits lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua golongan, Nashara terpecah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan" (HR Sunan Abu Daud No. 3980, Sunan Tirmidzi No. 2564 dan lain lain).

Hadits Nabi SAW tersebut bukan menyuruh kita ummat Islam berpecah menjadi 71, 72 atau 73 golongan tapi mengingatkan kita agar bersatu dalam jama'ah dan tidak berpecah seperti Yahudi dan Nashrani. Dalam hadits lain Nabi SAW menyebut orang yang memisahkan diri atau berpecah dari jama'ah (mayoritas) bukan ummat Nabi SAW dan Nabi SAW berlepas tangan atau bukan golongan dari mereka. 

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Barang siapa keluar dari keta'atan dan memisahkan diri dari Jama'ah kemudian dia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah. Barangsiapa terbunuh di bawah bendera kefanatikan, balas dendam karena kefanatikan, dan berperang karena kebangsaan, maka dia tidak termasuk dari ummatku. Dan barangsiapa keluar dari ummatku lalu (menyerang) ummatku dan membunuh orang yang baik maupun yang fajir, dan tidak memperdulikan orang mukminnya serta tidak pernah mengindahkan janji yang telah dibuatnya, maka dia tidak termasuk dari golonganku (HR Syahih Muslim No. 3437, Sunan Nasa'i 4045 dan lain lain).

Para ulama berpendapat bahwa ikhtilaf atau perbedaan pendapat atau berselisih dalam hal khilafiyah (perbedaan ijtihad atau pemahaman tentang masalah hukum atau cabang-cabang agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits), bukan merupakan perpecahan atau iftiraq. Maksudnya bahwa berbeda pendapat - ikhtilaf tidak dapat dikategorikan kepada golongan yang sudah berpecah - iftiraq, yaitu sesat atau kafir atau bukan golongan ummat Nabi Muhammad SAW lagi. Betul ikhtilaf bisa berakhir dengan iftiraq (perpecahan) tetapi tidak semua perbedaan pendapat berakhir dengan perpecahan. Yang pasti perpecahan sudah pasti berbeda pendapat (ikhtilaf). 

Rasulullah SAW ketika ada yang menyampaikan ada yang tidak ikut shalat berjam'ah karena bacaan imamnya panjang, beliau sangat marah sekali dan berkata: "Sungguh di antara kalian ada orang yang dapat menyebabkan orang lain berlari memisahkan diri. Maka bila seseorang dari kalian memimpin shalat bersama orang banyak hendaklah dia melaksanakannya dengan ringan. Karena di antara mereka ada orang yang lemah, lanjut usia dan orang yang punya keperluan" (HR Syahih Bukhari No. 661, Sunan Ibnu Majah No. 974 dan lain-lain).

Catatan pinggir bahwa kata imam bukan berasal dari aliran agama tertentu seperti syiah (rafidhah), sama halnya dengan kata ahlul bait juga bukan monopoli aliran agama tertentu, begitu juga dengan kata-kata lain. Bukan berarti kita menggunakan kata imam berarti telah mengikuti ajaran atau aliran tertentu tersebut, begitu juga jika seorang merupakan ahlul bait bukan berarti dia atau mereka pengikut aliran tertentu tersebut. Bisa jadi syiah (rafidhah) hanya mengklaim istilah tersebut milik atau berasal dari mereka, atau kita yang malah menisbahkan istilah2 tersebut milik mereka, padahal bukan.

Dalam pembahasan terdahulu mengenai siirah telah banyak kita sebutkan contoh-contoh mengenai ikhtilaf atau perbedaan pendapat diantara para sahabat dan Rasulullah SAW sama sekali tidak memarahi pihak yang berselisih, tetapi begitu ada sahabat yang berbuat sesuatu yang mengakibatkan perpecahan, Beliau SAW sangat marah sekali. Sebelumnya juga sudah pernah kita bahas bahwa cucu angkat Nabi SAW yaitu Usamah bin Zaid RA dimarahin Nabi SAW habis-habisan karena kesalahan tangan telah membunuh orang kafir yang menurut Usamah RA karena orang tersebut takut lantas membaca syahadat, kemudian Nabi SAW bertanya berulang-ulang  "Sudahkah kamu membelah dadanya sehingga kamu tahu dia benar-benar mengucapkan Kalimah Syahadat atau tidak?" (HR Syahih Muslim No. 140 dan Musnad Ahmad No. 20750).

Jadi sejak kapan terjadi perpecahan ummat Islam dan siapa saja mereka yang telah memisahkan diri dari jama'ah ummat Rasulullah?

Untuk menjawab ini, mari kita lihat kembali kepada siirah Rasullah SAW. Kita tahu orang kafir yaitu orang menolak beriman kepada Allah dan Rasulnya adalah bukan ummat para Nabi. Jadi semua orang kafir di jaman Nabi SAW yang menolak beribadah kepada Allah dan tidak beriman kepada Nabi SAW bukanlah ummat Nabi Muhammad SAW - bukan ummat Islam - bukan bagian dari jama'ah Rasulullah SAW. Sebaliknya semua sahabat yang telah bersyahadat dan mengakui bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, adalah ummat Nabi Muhammad SAW. Ada yang bersyahadat karena takut, ada yang bersyahadat karena ingin dapat harta rampasan perang, tapi ada juga yang hanya beriman di depan Nabi SAW kemudian di belakang Nabi SAW mereka kembali kufar. Yang terakhir ini disebut munafiq dan mereka bukan dari ummat Islam. Karena tidak mungkin  seorang yang juga menyembah selain Allah disebut bertauhid (mengesakan Allah). Kaum munafiq ini diwahyukan kepada Nabi SAW di Madinah setelah atau pada saat perperangan Uhud. 

Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 167: Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: "Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)". Mereka berkata: "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu". Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.

Dan Allah SWT mengetahui isi hati mereka dan mencap (menyebut) mereka kafir dalam surat An Nisa ayat 88: Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.

Ini terjadi 2-3 tahun setelah Hijrah, para sahabat tidak mengetahui dan Nabi SAW mengetahui hanya setelah turun wahyu bahwa ada orang munafiq diantara mereka. Betul kata Nabi SAW pada hadits di atas bahwa sudahkan kamu belah dadanya sehingga kamu tahu dia benar-benar mengucapkan kalimat syahadah atau tidak? Kita cuman bisa melihat apa yang tersurat - terpampang di depan mata, diluar itu semua ghaib buat kita, kecuali orang-orang diberi ilham oleh Allah SWT.

Berikutnya sekitar tahun 8 setelah hijrah, setelah Rasulullah SAW menguasai kembali Makkah. Rasulullah SAW diperintahkan untuk menguasai Ta'if setelah beberapa hari menguasai Makkah. Ada yang menyebutkan sebagai perang Hunain, ada juga yang menyebutkan sebagai penaklukan Makkah karena cuman beda beberapa hari saja. Pada saat itu, Nabi SAW baik dari kaum Anshar (Madinah), Muhajirin (Makkah yang Hijrah ke Madinah) maupun mualaf Quraisy dan penduduk Makkah yang baru saja masuk Islam, ikut bersama Nabi SAW berperang. Sebagaimana yang sudah ditaqdirkan oleh Allah SWT bahwa kemenangan besar berada dipihak Rasulullah SAW dan para sahabat mendapat harta rampasan yang sangat besar sekali.

Dalam hadits Syahih Bukhari No. 3341, Sunan Ibnu Majah No. 165 dan lain-lain disebutkan bahwa ketika para sahabat sedang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sedang membagi-bagikan pembagian (harta rampasan perang), datang Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, lalu berkata; 
Wahai Rasulullah, tolong engkau berlaku adil. 
Maka Beliau SAW berkata: Celaka kamu!. Siapa yang bisa berbuat adil kalau aku saja tidak bisa berbuat adil. Sungguh kamu telah mengalami keburukan dan kerugian jika aku tidak berbuat adil. 
Kemudian 'Umar RA berkata; Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk memenggal batang lehernya!. 
Beliau SAW berkata: Biarkanlah dia. Karena dia nanti akan memiliki teman-teman yang salah seorang dari kalian memandang remeh shalatnya dibanding shalat mereka, puasanya dibanding puasa mereka. Mereka membaca Al Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti melesatnya anak panah dari target (hewan buruan). 

Bahkan peristiwa ini diingatkan kembali oleh Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 58: Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.

Dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: Dari kelompok orang ini (Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi), akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. 
Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum 'Ad. (HR Syahih Bukhari No. 2905, Syahih Muslim No. 1761, dan lain lain).

Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi yang pemahamannya terhadap Al Qur'an dan Hadits telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas kaum muslim (as-sawad al a'zham) sehingga dinamakan kaum khawarij. Kata khawarij adalah bentuk jamak (lebih dari 2) dari kata kharij (bentuk isim faa'il - pelaku) artinya yang keluar. Dari sinilah para ulama menyebut kelompok keturunan atau yang sepaham dengan Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi sebagai kaum atau kelompok Khawarij (yang keluar dari Islam).

Jadi berdasarkan hadits di atas, kita ummat Islam (mayoritas) merasa bahwa ibadah kita dibandingkan kaum Khawarij ini tidak ada apa-apanya, remeh atau kecil dibandingkan shalat mereka dan puasa mereka, tetapi mereka membunuh orang-orang Islam dan membiarkan para penyembah berhala - kaum kufar. Sementara orang Munafiq, Nabi SAW menunjukkan tanda-tandanya kepada kita seperti sabda Beliau dalam hadits syahih Bukhari No. 5630, syahih Muslim No. 89 dan lain lain bahwa tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila dia berbicara niscaya dia berbohong, apabila dia berjanji niscaya mengingkari, dan apabila dia dipercaya niscaya dia berkhianat.

Setahun berikutnya, sekitar tahun 9 Hijriah Nabi SAW berencana melakukan ekspedisi ke Tabuk menguji ketahanan fisik dan mental pasukan Islam karena mendengar khabar bahwa Romawi dibawah Kaisar Heraclius membantu kaum munafik melalui Abu Amir yaitu pendeta Kristen suku Khazraj Madinah dipengasingan. Disamping bersekongkol dengan Heraclius, Abu Amir juga meminta bantuan buat kaum munafik Madinah kepada kaum musyrikin Quraisy di Makkah. Puncak makar kaum munafiq Madinah ini adalah membangun sebuah masdjid dan Nabi SAW belum mengetahui maksud mereka membangunnya. Sehari sebelum Nabi SAW berangkat ke Tabuk, mereka datang kepada Rasulullah SAW, meminta agar Beliau SAW mau shalat di tempat itu untuk dijadikan sebagai dalih dan bukti persetujuan. Kaum munafik itu beralasan masjid tersebut dibangun untuk orang-orang yang tidak dapat keluar di malam yang dingin. Tetapi, Allah SWT melindungi Rasulullah SAW dari melaksanakan shalat di masjid tersebut. Atas permintaan itu Nabi SAW menjawab, "Kami sekarang mau berangkat. Insya Allah, nanti setelah pulang."

Sepulang dari Tabuk, beberapa hari sebelum Rasulullah SAW tiba di Madinah, Malaikat Jibril AS menyampaikan berita tentang masjid dhirar yang sengaja mereka bangun atas dasar kekafiran dan bertujuan memecah belah jamaah kaum Muslimin. Rasulullah kemudian mengutus beberapa sahabatnya untuk menghancurkan masjid tersebut sebelum Beliau datang ke Madinah. 

Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan". Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS 9:107-108).

Setelah wafat Rasulullah SAW tahun 10 Hijriah, di zaman kekhalifahan Abu Bakr RA terjadi perbedaan pendapat mengenai zakat yang berujung pada perpecahan, sehingga beberapa suku dari Hijaz dan Nejed enggan membayar zakat bahkan ada yang murtad kembali kepada agama dan tradisi lama yaitu menyembah berhala. Abu Bakr RA memerangi mereka ini dan perang terbesar di zaman Abu Bakr RA adalah perang Riddah yaitu perang melawan Musailamah Al-Kazab yang memgklaim dirinya sebagai Nabi. Kelompok Musailamah Al-Kazab ini berhasil ditumpas oleh Khalid bin Walid RA dan Musailamah Al-Kazab terbunuh. Abu Bakr RA meninggal karena sudah tua pada tahun 12 Hijriah.

Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khatab RA banyak sekali terjadi perselisihan yang hampir menjadi perpecahan umat, tetapi masih bisa didamaikan atau ditumpas dan tidak ada perpecahan secara agama. Perselesihan ini umumnya dimotori oleh kaum Munafiqun dan kaum kafir yaitu musuh-musuh Islam. Umar bin Khatab RA wafat karena menderita luka tusukan yang dilakukan oleh Abu Lukluk (Fairuz) yaitu seorang munafik dari Parsia (Iran sekarang) yang dendam kepada Umar RA atas kekalahan Parsia. Penusukan yang dilakukan Abu Lukluk terjadi pada saat shalat subuh yang dipimpin Umar bin Khatab RA. Umar bin Khatab RA wafat pada tahun 23 Hijriah.

Dimasa kekhalifahan Ustman bin Affan RA  dimana pemerintahan Islam sudah betul-betul mapan dan trestruktur dengan baik. Mungkin katena sudah sepuh (lebih tari 70 tahun), Ustman RA banyak mengganti gubernur wilayah yang kurang cakap atau yang tidak cocok dengan orang-orang yang lebih kredible, namun hal ini membuat banyak yang sakit hati dan terjadi pemberontakan. Utsman bin Affan RA wafat dalam suatu pembunuhan oleh kaum pemberontak (Gafiki dan Sudan) yang telah mengepung kediamannya selama 40 hari. Meskipun Ustman RA mempunyai kekuasaan untuk menumpas pemberontak, tapi dia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah Umat Islam. Ustman RA wafat pada tahun 35 Hijriah.

Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan RA mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain bagi sahabat untuk memilih selain Ali bin Abi Thalib RA sebagai khalifah. Waktu itu Ali RA berusaha menolak, tetapi sahabat Zubair bin Awwam RA dan Talhah bin Ubaidillah RA memaksa dia, sehingga akhirnya Ali RA menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali RA satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.

Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan dan pemberontakan yang terjadi saat masa pemerintah kekhalifahan Utsman bin Affan RA. Untuk pertama kalinya, perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya. Pertempuran Basra atau Jamal terjadi karena masalah yang berhubungan dengan wafatnya Ustman bin Affan RA. Pada pertempuran Jamal ini, pasukan pimpinan Ali melawan pasukan pimpinan Zubair bin Awwam RA dan Talhah bin Ubaidillah RA. Ummul mu'minin Aisyah RA berada pada pihak yang berserberangan dengan Ali RA. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali RA pada tahun 35 Hijriah.

Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan RA yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika Beliau masih hidup sesuai dengan prediksi Nabi SAW (HR Syahih Muslim No. 5194, Musnad Ahmad No. 20868 dan lain-lain), dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang atau pemberontak yang ada sejak zaman Utsman bin Affan RA, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Pertempuran Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut.

Pertempuran Jamal dan Shiffin antar ummat Islam merupakan fitnah ummat Islam yang pertama dan merupakan lembaran  hitam sejarah Islam. Namun demikian, secara agama belum terjadi perpecahan pemahaman. Bahkan disebutkan bahwa jumlah para sahabat dari kedua pihak yang meninggal jauh lebih banyak dari jumlah yang meninggal pada perperangan di zaman Rasulullah SAW. Karena dua pertempuran tersebut dan untuk menghindari pertumpahan darah lebih lanjut, Ali RA memindahkan pusat pemerintahan ke Kuffah (Irak) pada tahun 37 Hijriah. Sejak inilah dikenal istilah syiah Ali yaitu pengikut Ali RA, yang murni pergerakan atau pengikut politik - tidak ada sama sekali perbedaan pemahaman agama dengan pengikut muawwiyah.

Pada zaman kekhalifahan Ali RA ini kaum khawarij, yaitu orang orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi (Nejed) pulalah - yang karena kesalah pahamannya - berani menghardik Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dan mengatakan Ali RA telah berhukum dengan thagut, berhukum dengan selain hukum Allah.

Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah at Tamimi al Najdi pulalah - yang karena kesalah pahamannya - sampai membunuh Ali RA. Pembunuh Ali RA yaitu Abdurrahman ibn Muljam adalah seorang yang sangat rajin beribadah. Shalat dan shaumnya, baik yang wajib maupun sunnah, melebihi kebiasaan rata-rata orang di zaman itu. Bacaan Al-Qur'annya sangat baik. Karena bacaannya yang baik itu, pada masa kekhalifahan Umar ibn Khattab RA, ia diutus untuk mengajar Al-Qur'an ke Mesir atas permintaan gubernur Mesir, Amr ibn Al-'Ash RA. Namun, karena ilmunya yang dangkal (pemahamannya tidak melampaui tenggorokannya), sesampai di Mesir ia malah terpangaruh oleh hasutan (gahzwul fikri) orang-orang Khawarij yang selalu berbicara mengatasnamakan Islam, tapi sesungguhnya hawa nafsu yang mereka turuti. Ia pun terpengaruh. Ia tinggalkan tugasnya mengajar dan memilih bergabung dengan orang-orang Khawarij sampai akhirnya, dialah yang ditugasi menjadi eksekutor pembunuhan Ali RA pada saat shalat subuh di masdjid Kuffah (Irak). Ali RA wafat pada tahun 40 Hijriah.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah besok akan kita lanjut lagi dengan bagian ke-2 mengenai atau seputaran perpecahan ummat. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.
Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam

Jumat, 06 Mei 2016

Tahapan Dakwah Rasulullah SAW

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Alhamdulillahi Rabb al'aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni'mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi'in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.

Insyaa Allah hari ini kita akan meneruskan siirah Rasulullah dengan episode tahapan da'wah Rasulullah SAW. Sebelumnya sudah kita bahas bahwa dengan turunynya wahyu pertama surat Al-Alaq surat ke-96 ayat 1-5 merupakan pengangkatan Muhammad SAW sebagai Nabi dan wahyu kedua surat Al-Muddatsir surat ke-74 ayat 1-7 merupakan pengangkatan Muhammad SAW sebagai Rasul. Juga sudah kita jelaskan bahwa definisi Nabi adalah adalah hamba pilihan Allah yang memiliki wahyu dari Allah sedangkan Rasul adalah hamba pilihan Allah yang diutus untuk menyampaikan wahyu Allah kepada ummat setiap Nabi agar menjadi ummat yang hanya menyembah kepada Allah SWT. Jadi setiap Rasulullah adalah juga Nabi yaitu hamba pilihan Allah yang memiliki atau menerima wahyu. Tetapi Nabi atau hamba pilihan Allah yang menerima wahyu tidak semua yang menjadi utusan atau Rasulullah berda'wah menyampaikan ajaran tauhid.

Diantara Rasulullah ada yang disebut Ulul Azmi (hamba pilihan Allah yang memiliki keteguhan hati), yaitu sebuah gelar istimewa yang diberikan kepada para Rasul yang memiliki kedudukan khusus karena ketabahan dan kesabaran yang luar biasa dalam menyebarkan ajaran tauhid. Dari 124 ribu orang Nabi hanya 25 Nabi yang wajib diketahui dalam agama Islam dan hanya 5 Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi, yaitu Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS dan Muhammad SAW. Rasulullah Muhammad SAW bukan saja diutus kepada kaum Makkah atau Madinah atau Arab bahkan Beliau diutus kepada seluruh ummat manusia. 
  
Firman Allah SWT dalah Al-Qur'an surat Al-Ahqaf (46) awal ayat 35 dari tafsir Quraish Shihab: Sabarlah, wahai Muhammad, terhadap orang-orang kafir seperti rasul-rasul yang mempunyai keteguhan hati dan ketabahan dalam menghadapi kesulitan, yaitu mereka yang disebut ulul azmi (uuluu al'azmi). Dan Firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab (33) ayat ke-7 dari tafsir Quraih Shihab: Ingatlah, wahai Muhammad, ketika Kami menerima janji yang kukuh dari para nabi terdahulu untuk mengemban misi kerasulan dan menyeru manusia kepada agama yang lurus. Kami menerima janji itu dari kamu, dari Nûh, Ibrâhîm, Mûsâ dan 'Isâ putra Maryam. Kami menerima janji yang sangat besar maknanya dari mereka.

Jadi setelah turun wahyu kedua yaitu surat Al-Mudatsir ayat 1-7, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW berdakwah: Wahai orang yang melipat diri dengan selimut, bangunlah dari tidurmu. Peringatkanlah umat manusia tentang azab Allah yang akan ditimpakan bagi mereka yang tidak beriman. Agungkanlah Tuhanmu dan sucikanlah pakaianmu dari kotoran dengan menggunakan air. Hindarilah siksaan itu. Waspadailah selalu hal-hal yang dapat menjerumuskanmu ke dalam siksaan. Janganlah kamu memberi sesuatu kepada orang lain untuk mendapatkan imbalan yang lebih besar dari orang tersebut. Untuk mendapatkan rida Tuhanmu, bersabarlah atas segala perintah dan larangan serta segala sesuatu yang berat dan penuh tantangan.

Perlu kita ketahui bahwa Nabi SAW tidak akan (berani) mengatakan apa-apa yang tidak diwahyukan Allah SWT. Nabi Muhammad SAW hanya menyampaikan atau berdakwah apa-apa wahyu yang disampaikan Allah SWT kepada Beliau. Nabi Muhammad SAW disuruhkan mengatakan bahwa Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku (QS 6:50).

Para ulama mencoba mendefinisikan tahapan dak'wah Nabi Muhammad SAW sejak turunnya wahyu kedua sampai akhir hayat Beliau SAW dalam berbagai kategori dan tahapan. Salah satu pembagian tahapan da'wah Rasulullah SAW yang disarikan dari siirah Rasulullah SAW karangan Ibnu Ishaq, dibagi dalam 5 tahap dibawah, dimana salah satu atau sebagian atau semua tahapan bisa dipakai oleh ummat Islam dimanapun dan kapanpun sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi.

Tahapan dak'wah Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Dakwah secara private atau pribadi yang dilakukan Rasulullah SAW selama 3 tahun pertama. Nabi Muhammad SAW menghubungi kerabat atau orang per orang secara pribadi atau private bukan sembunyi-sembunyi. Karena perintahnya jelas tertera dalam Al-Qur'an surat Al-Muddatsir ayat ke-1, qum (قُمْ) = bangun! atau berdiri!, fa-andzir (فَأَنْذِرْ) = kemudian peringatkan! Jadi Nabi Muhammad SAW harus aktif bergerak, berdakwah, memberi peringtan kepada orang per orang yang Beliau SAW kenal. 

Tahap 2: Dakwah terbuka secara lisan kepada kaum kerabat Beliau SAW mulai dari yang terdekat dan semua penduduk Makkah (QS 15:94-95 dan 26:214-216). Dakwah ini berlangsung selama 7 tahun sampai perintah hijrah ke Madinah. Nabi SAW hanya berdakwah kepada seluruh kaum kerabat Beliau SAW secara lisan dan tidak ada aksi militer. Bahkan jika mereka menyakiti Rasulullah dan ummat Islam pada saat itu, diperintahkan untuk tidak membalas. Bahkan pada tahap ke-2 ini ada beberapa sahabat baik anak-anak maupun dewasa, baik perempuan maupun laki-laki yang terbunuh, diperintahkan untuk tidak membalas atau melakukan Qishash sama sekali. 

Tahap 3: Dakwah terbuka secara lisan dan dibolehkan membalas atau melakukan pertempuran fisik kepada kaum musyrikin Quraisy Makkah saja, tidak terhadap kaum atau suku-suku lain (QS 22:39-40). Dakwah ini berlangsung selama kurun waktu 6 tahun dari setelah Hijrah ke Madinah sampai dengan perjanjian Hudaibiyah.

Tahap 4: Dakwah terbuka dan terhormat kepada seluruh ummat Manusia. Hal ini terjadi setelah perjanjian Hudaibiyah yang dimulai dengan Rasulullah SAW mengutus para sahabat kepada raja-raja dan membawa surat-surat Rasulullah SAW yang isinya menyeru mereka (para raja) untuk masuk ke dalam agama Islam, dimana secara politik dan militer ummat Islam sudah mulai kuat dan menguasai Makkah, Madinah atau Hijaz saat itu. Banyak hadits yang menyebutkan dakwah dengan surat ini, salah satunya adalah surat Rasulullah SAW kepada raja Heraclius (HR Syahih Bukhari No. 6, Syahih Muslim No. 3322, dan lain-lain). 

Tahap 5: Dakwah terbuka dengan bantuan kekuatan militer kepada orang-orang musyrik, ateis, penyembah berhala yang menghalangi dakwah Islam atau yang menolak memeluk Islam setelah dakwah disampaikan kepada mereka. Dakwah terbuka dengan militer ini telah dimulai Nabi SAW sebelum Beliau SAW meninggal dunia. Beliau SAW memerintah Usamah bin Zaid untuk memimpin pasukan yang akan berangkat ke daerah kekuasaan Romawi (HR Syahih Bukhari No. 3451, Syahih Muslim No. 4452, dan lain-lain). Para sahabat melanjutkan dakwah tahap ke-5 ini dengan kerberhasilan yang gilang gemilang menguasai atau mengambil alih hampir seluruh dunia. Para Sahabat menaklukkan Persia, sebagian besar kekaisaran Romawi, Mesir, Afrika Utara. Bani Ummayah terus dan menaklukkan Afghanistan, Pakistan, dan sampai ke Cina. Hingga akhirnya pada tahap pertengahan kekuasaan Bani Abbas, ummat Islam memutuskan untuk kembali kepada dakwah tahap ke-4 sampai saat ini.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjut lagi dengan tahapan dakwah Rasulullah SAW ini dengan detailnya atau cerita para sahabat yang terlibat di dalam dakwah tersebut. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.
Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam


--

Wassalam,
Aba Abdirrahim