Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ
Alhamdulillahi wasyukurillahi 'alaa ni'matillahi. Segala puji dan syukur bagi Allah atas segala nikhmat, baik nikhmat iman, nikhmat Islam dan nikhmat kelezatan dunia yang Allah berikan pada kita. Salawat dan salam kita ucapkan kepada junjungan kita, Nabi dan Rasul yang mulia Muhammad SAW dan keluarga Beliau, kepada para Sahabat RA, para Tabi'in, Tabiut Tabiahum dan kepada semua ummat Islam dimanapun berada sepanjang zaman. Semoga kita semua dapat senatiasa istiqamah menegakkan ajaran Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al'aalamiin.
Insyaa Allah hari ini akan kita lanjutkan kembali bagian ke-2 dari pembahasan hari sebelumnya tentang iftiraq yaitu perpecahan atau memisahkan diri dari induk, keluar dari jalur utama atau keluar dari jama'ah (mayoritas) ummat dalam masalah ushuluddin atau berkaitan dengan maslahat umat atau berkaitan dengan keduanya yang sudah qath'i, baik secara total maupun parsial, baik dalam masalah i'tiqad ataupun masalah amaliyah.
Kemaren sudah kita bahas mengenai mulai kapan terjadinya perpecahan dalam tubuh ummat Islam dengan cara melihat beberapa kejadian atau peristiwa dalam siirah Rasulullah SAW sampai dengan wafatnya beliau. Kemudian kita juga melihat beberapa peristiwa-peristiwa besar (saja) yang terjadi di zaman para khulafa ar-rasyidin (kalifah yang lurus), mulai dari Khalifah Abu Bakr RA, Umar RA, Ustman RA dan Ali RA.
Juga sudah singgung sedikit bahwa pada tahun 37H, pusat kekhalifahan atau pusat pemerintahan Ali RA dipindahkan dari kota Madinah ke kota Kuffah di Irak untuk menghindari pertumpahan darah lebih banyak lagi sesama para sahabat - lembaran hitam sejarah ummat Islam. Peristiwa ini sangat kompleks sekali - tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata dalam beberapa paragraf saja. Tetapi para ulama lebih banyak mengambil posisi mengubur lembaran hitam ini daripada membongkarnya kembali. Para ulama berpendapat semua sahabat ridha pada Allah dan Allah pun ridha pada para sahabat (radhiallahu anhum). Untuk keperluan pembahasan topik ini, kita hanya memfokuskan kepada peristiwa yang mendukung itu juga bukan secara detail.
Sudah kita sebutkan bahwa penggunaan kata syiah untuk pertama kali secara formal terjadi ketika Ali RA sudah di Kuffah (Irak). Syiah dalam terminologi bahasa berarti pengikut. Jadi syiah Ali adalah para pengikut Ali RA, yaitu pengikut secara politik karena baik pengikut Ali RA maupun pengikut Muawiyyah RA di kota Basra (Damaskus) Syam (Syiria) tidak berpecah atau tidak ada perbedaan pemahaman agama yang sudah qat'i maupun ushuluddin yang lain. Tetapi disamping pengikut Ali RA dan pengikut Muawiyyah RA ada pihak ketiga yaitu Khawarij yang keluar dari Islam. Kelompok Khawarij inilah yang membunuh Ali RA ketika shalat subuh di masdjid Kuffah tahun 40H.
Sebenarnya khawarij merencanakan untuk membunuh 3 orang sekaligus di tempat yang berbeda, yaitu Ali RA, Muawiyyah RA, Amr bin As RA ketika mereka keluar untuk Shalat Subuh.
Tiga orang Khawariji menyerang target mereka masing-masing pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Muawiyyah RA mengalami luka-luka dan ia selamat. Amr bin As RA tidak datang untuk Shalat Subuh. Jadi Khawarij ini rajin ibadahnya, bahkan seperti yang dikatakan Nabi SAW pada hadits sebelumnya, ibadah kamu remeh (kecil) dibandingan ibadah mereka, tetapi mereka keluar dari Islam seperti anak panah. Maksudnya, mereka mengaku Islam dan beribadah secara Islam, tetapi pemahaman mereka yang salah, membuat mereka bertindak diluar ajaran Islam yang sudah Qath'i. Disinilah timbul perpecahan (iftiraq) yang oleh Nabi SAW disebut bukan ummatku dan Allah SWT melarang kita untuk berpecah (mengikuti jalan-jalan lain) dalam urusan agama ini.
Firman Allah SWT: dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa (QS 6:153).
Sebelum kita lanjut dengan zaman Hasan RA dan Husein RA, mari kita lihat kembali sedikit tentang ikhtilaf yaitu berbeda pandangan atau point of view atau pendapat dalam masalah-masalah furu' dan ijtihad, bukan masalah ushuluddin. Jadi ikhtilaf bersumber dari sebuah iijtihad yang disertai niat yang lurus. Dalam hal ini, mujtahid yang keliru mendapat satu pahala karena niatnya yang jujur mencari kebenaran. Sementara mujtahid yang benar mendapat pahala lebih banyak lagi.
Sementara perpecahan tidak berpangkal dari ijtihad atau niat yang tulus. Pelakunya sama sekali tidak mendapat pahala bahkan mendapat cela dan dosa. Maka dapat kita katakan bahwa perpecahan itu berpangkal dari bid'ah, menuruti hawa nafsu, taqlid buta, kejahilan.
Perpecahan hanya terjadi pada permasalahan prinsipil, yaitu masalah ushuluddin yang tidak boleh diperselisihkan. Yakni masalah-masalah ushuluddin yang ditetapkan oleh nash yang qath'i, ijma atau sesuatu yang telah disepakati sebagai manhaj (pedoman operasional) Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Siapa saja yang menyelisihi masalah di atas, maka ia termasuk orang yang berpecah dari Al-Jama'ah. Adapun selain itu, masih tergolong perkara ikhtilaf.
Tugas kita (ummat Islam) adalah menjaga persatuan. Pengetahuan tentang ikhtilah dan iftiraq ini bukan justifikasi atau melegalkan kita berpecah atau untuk memecah ummat, tetapi adalah peringatan Allah SWT dan Rasulullah SAW agar senantiasa kita berada dalam jalan yang lurus, jalan utama, jama'ah (mayoritas) ummat Rasulullah SAW.
Baik mari kita lanjut dengan zaman Hasan RA. Pengikut Ali di Kuffah (pusat pemerintahan) memilih Hasan RA menggantikan Ali RA menjadi khalifah. Tetapi pengikut Muawiyyah di Basra (Damaskus) ingin Muawiyyah RA yang menggantikan Ali RA menjadi khalifah. Terjadi pergesekan antara pengikut Hasan (tadinya syiah atau pengikut Ali sekarang menjadi syiah Hasan) dengan pengikut Muawiyyah. Selama 6 bulan pertama kekhalifahan Hasan RA suasana ummat sangat tidak kondusif terutama antara syiah Hasan dan syiah Muawiyyah. Untuk menghindari pertempuran antara ummat Islam dimana diantara mereka masih banyak yang merupakan sahabat yang Allah ridha pada mereka (RA), akhirnya Hasan RA menyerahkan kekhalifan kepada Muawiyyah RA.
Muawiyyah RA memerintah dari atau memindahkan pusat pemerintahan kekhalifahan dari Kuffah ke Damaskus (Syiria). Hasan RA memgundurkan diri dan pindah ke Madinah bersama Husein RA dan seluruh keluarga besar pada tahun itu juga (akhir tahun 40 Hijriah). Hasan RA dan Husein RA melanjutkan kehidupan sebagai rakyat biasa dibawah kekhalifahan Muawiyyah RA. Tahun 45-46 Hijriah, Hasan RA ikut berperang dibawah pimpinan Yazid bin Muawiyyah menaklukan Constantinople.
Hasan RA meninggal pada tahun 50 Hijriah di Madinah dan Muawiyyah RA meninggal tahun 60 Hijriah di Damaskus. Sebelum meninggal ia mencalonkan putranya Yazid sebagai Khalifah sebagai penggantinya. Banyak dari Sahabat yang ikut membai'atnya, tapi mereka meninggalkan atau tidak aktif lagi berpolitik setelah membai'at Yazid. Hussain RA dan Abdullah bin Zubair bahkan tidak ikut membai'at Yazid sebagai khalifah.
Kembali terjadi ketegangan politik. Gubernur Madinah membujuk Husein RA agar mau membai'at Yazid, tetapi Husein RA menolak dengan alasan ingin fokus beribadah dan pindah ke Makkah bersama keluarga besar. Penduduk Kuffah yaitu tadinya para pengikut atau syiah Ali kemudian menjadi syiah Hasan, ketika mendengar Husein RA menolak berbai'at kepada Yazid bin Muawiyyah, ramai-ramai mereka membuat surat petisi dan mengirimnya ke Makkah untuk mensupport Husein RA memimpin mereka melakukan revolusi terhadap kekhalifahan Yazid. Jadi sekarang penduduk Kuffah menjadi syiah (pengikut) Husein.
Husein RA pada awalnya menolak, tetapi saking banyaknya surat petisi yang memberikan dukungan, bahkan ada yang bilang setiap pemimpin suku penduduk kuffah telah mengirimkan petisinya dan hampir semua penduduk Kuffah sudah menjadi syiah Husein RA. Akhirnya Husein RA memutuskan untuk mengirim Muslim bin Aqil (Aqil RA adalah saudara Ali RA) dan beberapa orang untuk mempelajari dukungan penduduk Kuffah kepada Husein RA.
Rombongan Muslim bin Aqil diterima dengan antusias oleh prnduduk Kuffah - syiah Husein. Puluhan ribu orang atau ada yang bilang sekitar 40 ribu orang dari penduduk Kuffah memberikan dukungan dan para pemimpin suku berbai'at untuk Husein RA melalui Muslim bin Aqil, mendukung Husein RA memimpin mereka menentang Yazid. Melihat antusias dan dukungan penduduk Kuffah ini, Muslin bin Aqil mengirim utusan dengan kuda cepat (surat kilat) dan minta Husein RA untuk datang segera ke Kuffah menerima bai'at syiah Husein.
Dalam kondisi pemerintahan atau kekhalifahan seperti saat itu, dimana ada kelompok pendukung syiah Husein, pendukung Yazid dan kelompok Khawarij, berita mengenai pembai'atan Husein RA melalui Muslim sampai juga kepada Yazid di Damaskus bahkan lebih cepat daripada kepada Husein RA di Makkah karena faktor jarak. Yazid langsung mengirim Ubaidullah bin Ziyad yang masih muda (28 tahun) bersama 17 orang pengikut dan tidak ada satupun militer (bukan aksi militer) untuk mengambil alih kendali kekuasan gubernur di Kuffah. Ibnu Ziyad mengetahui segera bahwa memang ada rencana revolusi dari syiah Husein tapi belum mengetahui siapa penggeraknya. Ibnu Ziyad mengirim mata-mata kepada kepada penduduk Kuffah sebagai syiah Husein dengan pura-pura memberikan dana buat perjuangan syiah Husein. Muslim mendengar bahwa rencana mereka telah bocor dan siap-siap keluar dari Kuffah, tetapi Hani bin Urwah yang menampung dia selama ini telah ditangkap ibnu Ziyad. Muslim mengumpulkan ribuan orang untuk mendatangi kantor gubernur Kuffah tempat Hani ditahan oleh ibnu Ziyad agar Hani dibebaskan.
Para mata-mata ibnu Ziyad bekerja dengan efektif, menyogok dan mengintimidasi baik secara lunak maupun kasar, secara langsung maupun tidak langsung agar para pendukung Husein tidak membantu Muslim, sehingga ribuan orang kembali dan tidak satupun yang tinggal. Muslim ditangkap dan mengirim peringatan melalui ibnu Asha'as kepada Husein RA agar jangan datang ke Kuffah. Muslim dieksekusi oleh ibnu Ziyad pada tanggal 9 Dzulhijjah 60H dan tidak satupun syiah Husein yang memberi perlawanan sama dengan peristiwa ketika syiah Ali juga tidak membantu Ali RA menumpas Khawarij dulu.
Para sahabat yang masih hidup di Madinah dan Madinah, ibnu Umar, ibnu Abbas, Abu Saeed al Khudrii, Jaabir ibn Ubaidillah RA bersama dengan saudara-saudara Husein RA dari istri Ali RA yang lain dan Muhammad ibn Hanafiyya mencegah Husein RA dan rombongan agar tidak pergi pergi ke Kuffah. Tetapi Husein RA bersama 70-80 orang rombongan keluarga besar tetap menuju Kuffa tanpa menghirauan peringatan para sahabat di Makkah dan Madinah, bahkan Husein RA belum tahu sama sekali bahwa revolusi telah gagal (mati suri) dan Muslim sudah dieksekusi.
Sementara itu secara kebetulan ada 4 ribu pasukan Yazid dalam perjalanan menuju Constantinople (Turki sekarang) yang dipimpin oleh Umar ibn Sa'ad bin Abi Waqqas melewati Kuffah dan ibnu Ziyad menahan mereka untuk sementara waktu dengan alasan dia telah mendapat izin untuk itu.
Rombongan Husein RA sudah mendekati Kuffah, dia mengirim utusan untuk memberitahu kedatangan mereka. Tetapi utusan Husein juga dieksekusi oleh ibnu Ziyad. Husein RA sudah diluar kota Kuffah ketika pesan Muslim lewat ibnu Asha'as sampai padanya yang meminta Husein RA agar jangan ke Kuffah. Setelah berembuk dengan seluruh rombongan, mereka memutuskan untuk lanjut ke Kuffah untuk menuntut kematian Muslim dan serta berharap penduduk Kuffah membatu mereka. Husein RA masih berpikir bahwa dia bisa mendapatkan dukungan yang diperlukan dan menang di Kuffah. Husein RA pergi ke Kuffah sama sekali bukan untuk bunuh diri.
Rombongan Husein RA mencapai Karbala (4 - 6 km dari Kuffah). Umar bin Sa'ad komandan 4 ribu militer yang dutahan ibnu Ziyad di Kuffah, diperintahkan oleh ibn Ziyad untuk bernegosiasi dengan Husein RA. Husein RA memberikan jawaban dengan tiga pilihan - kembali ke Mekkah, bertemu Yazid atau hidup di pengasingan. Tetapi ibnu Ziyad menolak dan meminta Husein RA datang kepadanya untuk berbai'at kepada Yazid atau menghadapi kematian.
Ibnu Ziyad mengganti Umar bin Sa'ad dengan Shimir sebagai komandan pasukan dan menyampaikan jawaban ibnu Ziyad. Shimir memberikan ultimatum kepada Husein RA agar menyerah dan datang kepada ibnu Ziyad berbai'at kepada Yazid. Husein RA tetap menolak sehingga Shimir mengeksekusi Husein RA berserta rombongannya secara paksa kecuali para wanita dan Zain Al Abidiin bin Husein karena masih bayi dan tinggal bersama para wanita. Sebanyak 15 orang ahlul bait meninggal di Karbala pada tanggal 10 Muharram 61 Hijriah.
Sebelum kita lanjut, lebih dulu kita bahas sedikit tentang Ahlul Bait atau Ahl al-bait atau dalam bahasa Arab Ahl (أحل) = orang-orang atau keluarga, al-bait (البيت) = rumah (Rasulullah SAW) karena pakai alif lam (ال) ma'rifat (tertentu) sama dengan kata the dalam bahasa Inggris. Jadi Alul Bait adalah keluarga atau orang rumah Rasulullah SAW. Siapa saja mereka yang disebut Ahlul Bait atau Keluarga Rasulullah SAW ini. Para ulama berpedoman pada ayat 31-34 Surat Al-Ahzab dan Hadits Syahih Muslim No. 4450, Sunan Tirmidzi No. 3130 dan lain-lain:
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui (QS 33:32-34).
Aisyah RA berkata; Pada suatu pagi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam keluar dari rumahnya dengan mengenakan kain bulu hitam yang berhias. Tak lama kemudian, datanglah Hasan bin Ali. Lalu Rasulullah menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Kemudian datanglah Husein dan beliau pun masuk bersamanya ke dalam rumah. Setelah itu datanglah Fatimah dan beliau pun menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Akhirnya, datanglah Ali dan beliau pun menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Lalu beliau membaca ayat Al Qur'an yang berbunyi: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa darimu hai ahlul bait dan membersihkanmu sebersih-bersihnya - Al Ah zaab: 33" (HR Syahih Muslim No. 4450, Sunan Tirmidzi No. 3130 dan lain lain).
Jadi berdasarkan ayat dan hadits di atas, para ulama menetapkan Ahlul Bait dengan semua keturunan anak laki-lakinya adalah sebagai berikut:
1. Semua istri Nabi SAW adalah ahlul bait.
2. Ali RA, Ja'far RA dan Aqil RA (ketiganya bin Abu Thalib) adalah ahlul bait.
3. Abbas RA (paman Nabi SAW) dan ibnu Abbas RA (anak Abbas RA) adalah ahlul bait.
4. Zubair ibnu Awwam RA (keponakan Nabi SAW) dan Abddullah ibnu Zubair (anak Zubair RA) adalah ahlul bait.
5. Fatimah RA (anak Nabi SAW) adalah ahlul bait.
6. Hasan RA dan Husein RA (anak Fatimah RA dengan Ali RA) adalah ahlul bait.
Sedangkan semua keturunan dari anak laki2 Hasan RA dan Husein RA sampai seterusnya disebut keturunan Rasulullah SAW bukan sekedar Ahlul Bait saja. Keturunan Rasulullah maksudnya ibnu (keturunan) Muhammad SAW.
Jadi setelah tragedi Karbala, garis keturunan Rasulullah diteruskan oleh Zain Al Abidin yaitu anak laki Husein RA yang selamat dari tragedi Karbala dan semua anak laki-laki dari keturunan Hasan RA yang tidak ikut ke Karbala saat itu.
Baik mari kita teruskan bahwa syiah Husein telah membelot atau meninggalkab atau mengkhianati Husein RA saat diperlukan. Dalam bahasa Arab kata meninggalkan atau membelot atau berkhianat ini disebut Raafidhah (رافضة) yang berasal dari kata rafidha (رفض) = menolak atau tidak menerima. Jadi para pembelot atau pengkhianat atau al-raafidha (الرافضة) ini merasa menyesal dan pada tahun 65 Hijriah mereka membentuk kelompok atau partai baru yang disebut Tawabbun (penyesalan) sebagai bentuk penyesalan atas pembelotan atau pengkhianatan mereka kepada Husein RA.
Mereka (tawabbun) ini berencana membalas dendam kepada bani Umaiyyah di Damaskus. Pada tanggal 10 Muharram 65H dalam perjalan ke Damaskus mereka (tawabbun) berhenti di Karbala. Mereka menumpahkan penyesalan mereka dengan cara meratap, menangis dan mengekpresikan penyesalan mereka secara mendalam atas pengkhianatan mereka kepada Husein RA. Hal ini terjadi berulang tahun sehingga menjadi suatu ritual yang tidak terkendali. Yang tadinya cuman sekedar meratap, menangis dan berteriak histeris penuh penyesalan, tahun-tahun berikutnya menjadi suatu upacara yang merusak/menyakiti tubuh sendiri (ritual syetan). Yang tadinya menyesali diri sendiri, bertahun-tahun kemudian menjadi menyesali kematian Husein RA (berarti tidak percaya pada Taqdir Allah). Syiah (rafidhah) secara teologis dikatakan memiliki akarnya dari kejadian ritual syetan di Karbala ini.
Kalau kita perhatikan dalam kurun kurang dari 100 tahun setelah wahyu pertama, perkembangan Islam sangat pesat tetapi perpecahan dan fitnah ummat juga semakin meningkat. Ada usaha untuk membuat daftar perpecahan ummat sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Tetapi setiap kali daftar perpecahan golongan ini selesai, timbul golongan baru yang jauh lebih parah fitnahnya terhadap ummat. Jadi upaya untuk nengumpulkan 73 golongan ini tidak pernah selesai dan berhenti begitu saja. Yang jelah jama'ah ummat Islam yang mayoritas dari tahun ke tahun semakin besar jumlahnya, sementara sempalan atau kelompok iftiraq (yang pecah dari jama'ah) hilang dan berganti dengan kelompok lain.
Di zaman modern ini saja, kita mengenal ada Taliban yang menjadi fitnah ummat Islam, yang merusak citra ummat Islam mayoritas kepada tingkat yang tidak terbayangkan sebelumnya. Meskipun Taliban belum hilang, timbul lagi Al-Qaeda yang merupakan fitnah kepada ummat Islam mayoritas jauh melampaui Taliban dimana banyak negara Islam yang hilang dari peta dunia akibat fitnah Al-Qaeda ini. Belum lagi Taliban dan Al-Qaeda hilang, timbul lagi ISIS yang bukan saja menjadi fitnah kepada ummat Islam mayoritas tapi juga menjadi fitnah kepada nilai-nilai (ajaran) Islam yang jauh melampau fitnah Taliban digabung Al-Qaeda.
Cobaan dan musibah atau Fitnah ummat yang saling ganti dan semakin lama semakin berat ini sudah diperkirakan oleh Nabi SAW dalam hadits shahih Muslim No. 3431, Musnad Ahmad No. 6503 dan lain lain sebagai berikut:
Rasulullah SAW berdabda: Wahai manusia sekalian, tidaklah ada seorang Nabi pun sebelumku kecuali wajib baginya menunjukkan kepada umatnya sesuatu yang ia anggap baik untuk mereka, serta mengingatkan mereka apa-apa yang ia anggap buruk atas mereka. Sesungguhnya keselamatan umat ini adalah pada masa permulaannya, dan pada penghujungnya akan tertimpa musibah dan fitnah yang bisa menjadikan lemah sebagian dengan sebagian yang lain. Ketika fitnah itu datang maka seorang mukmin akan berkata; ini adalah kebinasaannku lalu fitnah itu hilang. Kemudian fitnah itu datang lagi, maka ia berkata; ini dan ini. Kemudian fitnah itu datang lagi, maka ia berkata; ini dan ini. kemudian fitnah itu hilang... dst.
Firman Allah SWT: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (QS 29:2-3).
Para ulama menganjurkan untuk melakukan hal berikut jika musibah dan fitnah menimpa ummat Islam disamping berkumpul bersama jama'ah Islam:
1. Kembali kepada Al Qur'an dan Hadits. Pergunakan akal pikiran yang dikasih Allah SWT untuk memahami setiap ayat, setiap perintah, setiap larangan dan istiqamah dalam beribadah kepada Allah SWT. Tidak ada alasan lagi bagi seorang Muslim untuk tidak bisa membaca Al Qur'an dan Hadits, karena terjemahan dan tafsir tersedia sangat banyak dan mudah diakses. Sehingga kita semakin faham terhadap dieunul Islam, iman kita semakin kuat dan ketaqwaan kita semakin meningkat derajatnya. Dengan demikian kita sebagai Ummat Islam lebih mencintai Akhirat daripada kehidupan Dunia ini.
2. Senantiasa berserah diri (tawaqal) dan berdo'a terhadap setiap amal ibadah yang kita lakukan. Sebagai makhluk, manusia adalah bersifat lemah dan butuh pertolongan Allah SWT. Kemampuan manusia dibatasi oleh penglihatan, pendengaran dan fisiknya. Banyak peristiwa terjadi diluar jangkauan/kemampuan manusia untuk mengatasinya. Dengan berdo'a kita semakin dekat dengan Allah SWT sehingga kita menjadi lebih kuat menghadapi/mengatasi setiap cobaan atau musibah. Dalam Al Qur'an banyak sekali contoh kekuatan do'a seperti setan minta dipanjangkan umur, Nabi Zakariya AS mohon anak meskipun istrinya mandul, dan lain lain. Jadi kita sebagai ummat Islam harus yakin dengan kekuatan do'a karena Allah adalah Pemilik, Khalik segala sesuatunya.
3. Meningkatkan amal ibadah dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Dalam siirah Nabi SAW sering kita jumpai cerita bahwa para sahabat berlomba-lomba dalam berbuat baik. Dalam beberapa Hadits disebutkan bahwa "... dan diantara mereka ada yang berlomba-lomba dalam kebaikan dengan izin Allah, mereka itulah orang-orang yang masuk syurga tanpa hisab". Di dalam Al Qur'an surat Al Fathir akhir ayat 32 disebutkan "... dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar". Jadi berlomba-lombalah berbuat kebaikan sehingga Allah SWT melindungi kita dari fitnah dan musibah.
4. Meningkatkan pendidikan dan menguasai ilmu pengetahuan. Kewajiban setiap ummat Islam untuk membekali dirinya dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan agar kita bisa lebih unggul. Setiap muslim(ah) harus memguasai ilmu baik untuk dunia maupun akhirat. Harus ada dari ummat Islam yang menguasai setiap cabang Ilmu dari ayat-ayat Allah baik ayat-ayat Al Qur'aniyah (wahyu) maupun ayat-ayat Al Kauniyah (alam semesta). Setiap muslim(ah) harus mengikuti (menapak tilas) sunah Rasulullah SAW karena setiap segmen dari siirah Nabi SAW adalah saat dimana Al Qur'an diturunkan dan Hadits disampaikan. Dengan semakin terdidik dan fahamnya ummat Islam maka semakin kuat pertahanan ummat Islam terhadap perpecahan.
5. Berdakwah dan mengajarkan dienul Islam kepada keluarga, kerabat dekat, saudara, lingkungan dan ummat Islam yang masih lemah pemahamannya terhadap dieunul Islam. Dalam beberapa Hadits Rasulullah SAW bersabda "ballighuu 'annii walau aayah" - Sampaikan dariku sekalipun satu ayat. Perintah berdakwah atau mengajarkan dieunul Islam ini tidak saja tugas para Nabi atau Ulama, tetapi tugas setiap muslim(ah) seperti Firman Allah dalam surat Asy Syuara ayat 214 "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat".
6. Bersabar dalam setiap cobaan dan ikhlas terhadap keputusan Allah SWT. Di dalam surat Al Baqarah ayat 155-157 Allah SWT berfirman bahwa orang-orang yang sabar apabila ditimpa musibah akan mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Allah SWT. Dalam surat Az Zumar alhir ayat 10 "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". Dalam Hadits Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda bahwa "tidaklah seseorang mendapatkan pemberian yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran".
Disamping bersabar terhadap segala cobaan kita juga diharuskan ikhlas menerima segala ketentuan Allah SWT dan menyadari bahwa apapun yang terjadi sudah ketetapan Allah SWT. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (QS 57:22)". Jadi bila kita bisa sabar dan ikhlas menerima setiap ketentuan Allah SWT, maka insyaa' Allah tidak akan terasa berat lagi cobaan/ujian tersebut.
Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah akan kita lanjut dengan topik lain. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.
Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.
Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.
Wassalam