Sabtu, 04 Maret 2017

Para Pemuda Membai’at Rasulullah SAW, Bai’at Aqabah Pertama

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al’aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni’mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi’in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua senantiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Insyaa Allah pada hari ini kita lanjut siirah Rasulullah SAW dengan episode bai’at yang dilakukan oleh para Sahabat RA dari Yatsrib kepada Rasulullah SAW. Setelah keenam orang anak muda yang telah masuk Islam tersebut (Asad, Rafa’a, Auf, Qutbah, Harits dan Jabir) kembali ke Yatsrib (Madinah). Para sahabat ini lalu menyiarkan Islam kepada penduduk Yatsrib, kepada suku dan tetangga mereka. Mereka menceritakan bahwa di Makkah ada Nabi Muhammad SAW, yaitu Rasul atau utusan Allah Azza waJalla. Ternyata bangsa Arab di Yatsrib menyambut dengan senang hati dakwah agama Islam oleh enam orang Sahabat RA ini. Dengan demikian mereka bangsa Arab di Yatsrib menjadi kaum monotheis seperti orang-orang Yahudi di Yatsrib. Tidak ada satu keluargapun, baik Aus atau Khazraj, yang tidak membicarakan nama Nabi Muhammad SAW.

Pada musim hajji tahun berikutnya, tahun ke-12 dari kenabian, duabelas orang penduduk Yatsrib datang lagi ke Makkah dan bertemu dengan Nabi SAW. Dari dua belas orang itu, dua orang dari golongan Aus dan sepuluh orang dari golongan Khazraj. Adapun nama-nama mereka adalah sebagai berikut:
1. Asad bin Zurarah (أسد بن زرارة) dari suku Bani Najjar.
2. Auf bin Harits (عوف بن حارث) dari suku Bani Najjar.
3. Rafa'a bin Malik (رافع بن مالك) dari suku Bani Zareeq.
4. Qutbah bin Amar (قطبة بن عامر) dari suku Bani Salma.
5. Uqbah bin Amar Nabi (عقبة بن عامر نابي) dari suku Bani Haram.       

Kelima orang tersebut di atas semua dari suku Khazraj, telah bertemu dengan Nabi SAW di bukit Aqabah tahun ke-11 kenabian.
Tujuh orang lainnya adalah:
6.      Mu'adz bin al-Harits (معاذ بن الحارث) dari suku Khazraj.
7.      Zhakwan bin Abd Al-Qais (زكوان بن عبد القيس) dari suku Khazraj.
8.      Ubadah bin Samit (عبادة بن صامت) dari suku Khazraj.
9.      Yaziid bin Tsa'labah (يزيد بن ثعلبة) dari suku Khazraj.
10. Abbas bin Ubadah (عباس بن عبادة) dari suku Khazraj.
11. Abul Haitham bin At-Taihan (أبو الهيثم بن التيهان) dari suku Aus.
12. Uwaim bin Saidah (عويم بن ساعدة) dari suku Aus.

Dua belas orang penduduk Yatsrib yang datang ke Makkah ini, semuanya sudah memeluk Islam, terutama yang tujuh orang yang baru masuk Islam sebelum mereka bertemu dengan Nabi SAW. Nabi SAW berkata kepada para sahabat ini agar mengambil janji atau bersumpah atau berbai’at kepada Nabi SAW pada saat itu. Secara garis besar, isi bai’at dua belas orang Sahabat RA ini kepada Nabi SAW adalah sebagai berikut:
1.      Kami tidak akan menyembah siapa pun kecuali Allah.
2.      Kami tidak akan mencuri.
3.      Kami tidak akan melakukan perzinahan.
4.      Kami tidak akan membunuh anak-anak kami.
5.      Kami tidak akan salah menuduh atau memfitnah orang.
6.      Kami tidak akan menentang Rasulullah SAW dalam perbuatan baik (amar ma’ruf) dan hanya menyebabkan.

Perihal bai’at yang pertama ini, dapat kita lihat dalam hadits Nabi SAW. Rasulullah SAW di hadapan sekelompok shahabat bersabda: Kemarilah kalian berbai'at kepadaku, untuk tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak berbuat dosa yang didatangkan diantara tangan-tangan dan kaki-kaki kalian, tidak mendurhakaiku dalam perkara yang ma'ruf. Siapa diantara kalian yang menunaikannya maka baginya pahala di sisi Allah, dan siapa yang melanggarnya lalu Allah menghukumnya di dunia ini maka hukuman itu sebagai tebusan, dan siapa yang melanggarnya lalu Allah menutupinya di dunia ini maka perkaranya terserah kepada Allah. Jika Dia menghendaki, akan disiksanya dan jika Dia menghendaki akan diampuinya (di akhirat). (HR Shahih Bukhari No. 17)

Ubadah RA mengatakan bahwa ummat Islam mengambil janji dengan Nabi SAW dan para sahabat dari Yatsrib ini meminta Beliau SAW untuk mengirim guru. Nabi SAW mengirim Mus'ab bin Umair RA kepada atau bersama dua belas orang sahabat ini ke Yatsrib sebagai da’i pertama keluar Makkah. Mus’ab bin Umair RA juga merupakan duta atau utusan Nabi SAW pertama. Mus’ab bin Umair RA di Yatrib tinggal bersama atau di rumah Asad bin Zurarah RA, salah seorang dari enam anak muda yang bertemu Nabi SAW pertama kali. Mus’ab bin Umair RA dan Asad bin Zurarah RA menyampaikan ajaran Islam kepada penduduk Yatsrib dengan penuh semangat. Penduduk Yatsrib dan kedua belas orang sahabat yang melakukan bai’at pertama dengan Nabi SAW menyambut dakwah Islam dengan sangat antusias.

Jadi dua belas orang anak muda dari Yatsrib yang melakukan bai’at pertama kali kepada Nabi SAW ini berasal dari suku Khazraj dan Aus. Hal ini menandakan bahwa para anak muda baik dari suku Aus maupun suku Khazraj tampaknya telah melupakan permusuhan dalam perang Bu’ats yang telah terjadi sebelumnya. Untuk pertama kalinya antara suku Aus dan Khazraj melupakan perang dan permusuhan mereka dan bersatu dalam agama Islam. Tidak pernah sebelumnya kedua belah pihak (Aus dan Khazraj) bersatu dalam hal apapun. Para sahabat juga melihat bahwa untuk pertama kalinya Islam akan memperkuat ikatan dan menyatukan mereka dari suku Aus dan Khazraj.

Catatan bahwa pada kunjungan kedua dari anak muda Yatsrib atau pada bai’at pertama dari sepuluh anak muda dari suku Khazraj dan dua orang anak muda dari suku Aus, terjadi setelah perang Bu’ats, yaitu perang besar yang menyebabkan banyak korban dari para sesepuh dan meninggal bekas ‘luka’ yang dalam kepada kedua suku. Namun demikian, persatuan antara para sahabat muda dari suku Aus dan suku Khazraj ini merupakan langkah awal yang sangat menentukan. Pada saat bai’at pertama dengan Rasulullah SAW terjadi, memang baru dua orang dari suku Aus dan sepuluh dari suku Khazraj. Tetapi perjalanan jauh mereka dari Yatsrib ke Makkah dan kebersamaan dalam membai’at Nabi SAW menunjukkan tekad kuat mereka menerima risalah Islam. Memang masih akan memakan waktu cukup lama bagi mereka untuk bersatu sepenuhnya. Namun Islam, perlahan tapi pasti akan mempersatukan mereka sepenuhnya.

Para Ulama juga mencatat bahwa bai’at para sahabat Yatsrib dengan Nabi SAW ini adalah bai’at pertama kalinya secara resmi dengan penduduk diluar Makkah. Pertemuaan ini juga merupakan awal atau pertama kalinya orang masuk Islam secara berkelompok, bukan orang perorang. Pada umumnya, setiap kali seseorang masuk Islam, maka orang tersebut memberikan sumpah atau kesaksian atau bersyahadat dihadapan Nabi SAW sambil menempatkan tangannya di atas tangan Nabi SAW, namun hal ini tidak disebut sebagai bai’at secara resmi. Seorang sahabat, yaitu Ubadah bin Samit RA mengatakan bahwa bai’at yang pertama yang dilakukan oleh duabelas orang para sahabat dari Ythrib ini disebut bai’at pertama Aqabah.

Di dalam hadits shahih Muslim No. 3224, Ubadah Ibnu Samit berkata bahwa Rasulullah SAW pernah mengambil sumpah setia kepada kami sebagaimana beliau mengambil sumpah setia terhadap kaum wanita, yaitu; hendaknya kami tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, dan tidak melemparkan kedustaan antara satu dengan yang lain. Berdasarkan hadits ini, bai’at pertama yang dilakukan oleh para sahabat RA dari Yatsrib ini disebut juga sebagai bai’at perempuan atau bai’at un-nisa.

Bai’at perempuan adalah bai’at yang tidak memiliki atau melibatkan aspek politik. Bai’at perempuan hanya sumpah agama, sumpah secara teologi dan moralitas. Karena ketika seorang perempuan masuk Islam, Nabi SAW hanya meminta mereka untuk menjalani hidup yang baik dan menyembah Allah. Jadi sumpah ini disebut “Bai’at Perempuan” karena tidak ada aspek politik, para sahabat dari Yatsrib tidak diminta untuk melindungi Nabi SAW secara politik atau secara keamanan, jihad dan lain-lain. Jadi saat Bai’at pertama Aqabah ini dilakukan, Nabi SAW hanya meminta para sahabat menjadi Muslim yang baik dan menyembah Allah Azza waJalla saja. Jadi Nabi SAW belum mewajibkan zakat, haji dan puasa kepada ummat Islam saat itu.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjutkan kembali episode siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza waJalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam

Sabtu, 25 Februari 2017

Para Sahabat Muda dari Yathrib, Bagian ke-2

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al’aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni’mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi’in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua senantiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Insyaa Allah pada hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode ‘Para Sahabat Muda dari Yathrib, Bagian ke-2’. Sebagaimana telah kita bahas sebelumnya pada bagian pertama bahwa bangsa Yahudi atau keturunan Bani Isra’il di Madinah jika terjadi bentrokan dengan bangsa Arab di Madinah dalam peperangan atau perkelahian, mereka mengatakan bahwa Allah akan menolong mereka dengan mengutus Nabi terakhir. Bangsa Yahudi Madinah memohon pertolongan agar beroleh kemenangan (atas bangsa Arab di Madinah) dengan mengucapkan, "Ya Allah, tolonglah kami dengan nabi yang akan dibangkitkan di akhir zaman."

Namun setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui) yaitu berupa kebenaran dengan diutusnya Nabi Muhammad itu (mereka lalu ingkar kepadanya) disebabkan kedengkian dan takut kehilangan pengaruh. Mereka mengingkarinya dengan sikap membangkang dan iri karena rasul yang datang kepada mereka bukan dari bangsa mereka, Banû Isrâ'îl. Padahal sebelumnya, Sifat-sifatnya sesuai dengan sifat-sifat Muhammad. Ketahuilah bahwa laknat Allah akan menimpa orang-orang yang membangkang dan ingkar seperti mereka. (QS 2:89)

Makanya begitu Nabi SAW berdakwah tentang Islam kepada para pemuda dari Yatrib (nama kota Madinah Al Munawwarah sebelum Nabi SAW hijrah), para sahabat dari suku Khazraj ini langsung menerima dan memeluk Islam saat itu juga. Para Sahabat RA dari suku Khazraj ini juga menyampaikan kepada Nabi SAW: Kami meninggalkan keluarga kami dan tidak ada orang yang menjaga mereka dari serangan tetangga kami. Mungkin dengan pertolongan Allah SWT melalui Rasulullah SAW akan menyatukan kami. Kami akan kembali kepada keluarga kami sekarang dan mengajak mereka menerima Islam sebagaimana kami telah memeluknya. Dan jika Allah SWT menyatukan kami melalui Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW adalah orang yang paling kami hormati.

Berikut kita kilas balik latar belakang permusuhan yang terjadi antara bangsa Yahudi dan bangsa Arab serta sesama bangsa Arab; Aus dan Khazraj di Madinah. Penduduk kota Yathrib (Madinah sekarang) terdiri dari tiga suku utama, dua di antaranya adalah bangsa Arab dan satu dari bangsa Yahudi. Suku-suku Arab adalah Awus dan Khazraj. Sedangkan orang-orang Yahudi akan kita bahas secara terpisah pada episode yang lain, tapi mereka terdiri dari keturunan atau banu Nadir, banu Qaynuqa dan bani Quraytsa. Kota Yathrib pernah menjadi kota berkembang - relatif modern. Yathrib adalah salah satunya daerah di seluruh dunia Arab di mana ada orang-orang Yahudi.

Hal utama yang memicu suku Khazraj (dan juga suku Aus dengan faktor yang sama) memeluk Islam adalah banyaknya para pemuka atau sesepuh suku Khazraj dan Aus yang meninggal dalam beberapa pertempuran kecil sampai peperangan besar yang disebut sebagai Pertempuran atau Peperangan Bu’ats. Jadi pertempuran Bu’ats ini adalah perang saudara, perang sesama bangsa Arab, antara suku Aus dan Khazraj di Madinah yang terjadi beberapa kali bahkan bergenerasi. Informasi mengenai pertempuran antara suku Aus dan Khazraj ini terdapat dalam beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Aishah RA bahwa pertempuran Bu’at mempunyai hikmah yang besar bagi dakwah Rasulullah SAW kepada bangsa Arab di Madinah kelak.

Dalam hadits Shahih Bukhari No. 3637 dan Musnad Ahmad No. 23184, Aishah RA berkata: Hari Bu’ats (peristiwa peperangan antara kaum Aus dan Khazraj - dua kabilah terbesar di Madinah) adalah hari yang dipersembahkan Allah Azza waJalla kepada Rasulullah SAW. Lalu Rasulullah SAW datang (diutus) dan menyampaikan dakwah kepada penduduk Madinah (yang datang menunaikan Haji) dalam keadaan para pemimpin mereka telah bercerai berai dan para pembesar mereka telah terbunuh. Sehingga para penduduk Madinah (yang datang menunaikan Haji) masuk Islam degan senang Karena Allah Azza waJalla dan Rasulullah SAW.

Pertempuran-pertempuran kecil telah terjadi antara suku Aus dan suku Khazraj. Beberapa kali pertempuran kecil ini memicu atau menjadi pertempuran yang lebih besar dan sampai akhirnya terjadi pertempuran besar; Pertempuran Bu’ats. Pertempuran atau perperangan Bu’ats ini terjadi sekitar 4-5 tahun sebelum Nabi SAW Hijrah ke Madinah atau sekitar 3 tahun sebelum pertemuan para pemuda dari suku Khazraj dengan Nabi SAW. Pada pertempuran Bu’ats para senior (sesepuh) dan para pemimpin dari kedua suku telah banyak yang terbunuh. Pertempuran Bu’ats ini telah melahirkan generasi muda yang telah bosan melihat pertumpahan darah dalam setiap kali perperangan yang terjadi sesama bangsa Arab – dari kedua suku besar di Yathrib - suku Aus dan suku Khazraj.

Para ulama siirah Rasulullah SAW menyebutkan bahwa pertempuran Bu’ats ini adalah hasil kerja atau politik adu domba Yahudi di Yathrib terhadap bangsa Arab dalam mempertahankan keberadaan dan penguasaan Yahudi atas tanah-tanah subur di Yathrib. Pada awalnya Aus dan Khazraj hanya sebagai petani penggarab tanah subur yang dikuasai oleh orang-orang Yahudi. Suku Aus dan suku Khazraj memerangi bangsa Yahudi di Yathrib sehingga mereka dapat merebut dan menjadi pemilik sebagian tanah subur di Yathrib. Sesudah bangsa Arab di Yathrib (Aus dan Khazraj) berusaha beberapa kali memerangi bangsa Yahudi Yathrib, maka kekuasaan bangsa Arab atas kota Yathrib yang makmur dan subur dengan pertanian dan air itu menjadi lebih besar lagi. Siasat bangsa Arab ini telah berhasil dengan baik sekali.

Tetapi pihak Yahudi sendiri kemudian menyadari akan bencana yang menimpa diri mereka itu. Permusuhan dan kebencian pihak Yahudi Yathrib terhadap Aus dan Khazraj makin mendalam, Aus dan Khazrajpun demikian juga terhadap Yahudi. Maka orang-orang Yahudi merubah siasat, mereka menempuh suatu cara bukan mencari kemenangan dalam pertempuran, melainkan dengan menggunakan siasat memecah-belah. Mereka melakukan intrik di kalangan Aus dengan Khazraj, menyebarkan provokasi permusuhan dan kebencian di kalangan mereka, supaya masing-masing pihak selalu bersiap-siap akan saling bertempur.

Dengan terjadinya pertempuran antara bangsa Arab sendiri, antara suku Aus dan suku Khazraj maka dengan demikian berhasillah propaganda Yahudi itu. Pada pertempuran Bu’ats suku Aus dan suku Khazraj banyak yang terbunuh sementara bangsa Yahudi dapat mendapat keuantungan dari pertempuran Bu’ats tersebut. Yahudi Yathrib sekarang dapat memperbesar perdagangan dan kekayaan mereka. Kekuasaan mereka yang sudah hilang dapat mereka rebut kembali, termasuk rumah-rumah dan harta tidak bergerak lainnya. Dengan demikian Yuhudi kembali menguasai kota Yathrib dan menjadi kota perdagangan yang lebih maju.

Belasan atau puluhan kali pertempuran kecil dan pertempuran besar antara suku Aus dan suku Khazraj ini telah membuat generasi muda bangsa Arab berfikir. Mereka telah bosan bertempur, mereka menginginkan sesuatu yang baru dan sesuatu yang akan memberikan makna, tujuan dan kehidupan yang lebih baik. Memang anak-anak muda lebih mudah untuk berubah sedangkan orang-orang tua terjebak pada paradigm lama/kuno mereka. Maka pertemuan enam orang anak muda suku Khazraj sedang melakukan ibadah Haji ke Makkah telah memberikan harapan kepada bangsa Arab untuk mencapai hidup yang lebih bermakna.

Ternyata enam orang para pemuda dari suku Khazraj yang telah kita sebut pada bagian pertama para sahabat muda dari Yathrib, bukanlah orang pertama yang telah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW di Makkah. Sebelum Nabi SAW bertemu dengan anak-anak muda dari suku Khazraj ini, ada indikasi bahwa khabar atau siar Islam telah mencapai Yathrib, jauh sebelum terjadi perang Bu’ats yang banyak menewaskan pemuka atau pemimpin kedua suku bangsa Arab Aus dan Khazraj. Hal ini terungkap dari kisah berikut.

Salah satunya adalah kisah Suwaid Ash-Shamit. Suwaid Ash-Shamit adalah salah seorang bangsawan atau kaum terpelajar dari suku Aus, dia adalah penyair dari Yathrib. Sebagaimana kita ketahui bahwa kaum musyrikin Quraisy Makkah, karena mereka tidak percaya kepada wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW, mereka kadang menyebut Beliau SAW (na’udzubillah) sebagai penyihir atau penyair. Suwaid ibn Shamit telah mendengar informasi keberadaan Nabi Muhammad SAW dari Quraisy Makkah. Jauh sebelum pertempuran Bu’ats, pada fase atau permulaan atau awal Islam, yaitu ketika Nabi SAW melakukan dakwah damai, Suwaid ibn Shamit mencari Nabi SAW pada saat melakukan Haji ke Makkah.

Suwaid ibn Shamit mengatakan, “Saya telah mendengar Anda (Nabi SAW) memiliki syair yang bagus. Barangkali yang ada padamu itu sama dengan apa yang ada padaku.” Nabi SAW menanyakan apa syair yang ada atau yang dimiliki Suwaid bin Shamit. Suwaid Ash-Shamit menjawab, “Kata-kata mutiara oleh Luqman.” Lalu Nabi Muhammad SAW mempersilahkan Suwaid Ash-Shamit membacakannya. Setelah mendengar syair Suwaid, Nabi SAW mengatakan bahwa memang itu kata-kata yang bijak. Tetapi apa yang ada pada Nabi SAW lebih utama tentunya, karena wahyu atau ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai petunjuk yang terang bagi ummat Manusia.

Lalu Nabi SAW membacakan ayat-ayat Al-Qur’an kepada Suwaid. Suwaid ibn Shamit tertegun dan sangat terkagum dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan oleh Nabi SAW. Suwaid Ash-Shamit berkata kepada Nabi SAW, “Biarkan aku memikirkan tentang hal ini.” Karena bagi Suwaid ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan oleh Nabi SAW adalah syair yang mempunyai makna yang sangat mendalam. Suwaid ibn Shamit kembali ke Yathrib dan di tahun ketika terjadi pertempuran Bu’ats, Suwaid Ash-Shamit merupakan salah seorang yang meninggal dalam pertempuran. Di kemudian hari setelah suku Aus juga memeluk Islam, para sahabat dari suku Aus mengatakan, “Kami yakin ia (Suwaid Ash-Shamit) meninggal sebagai seorang Muslim.”

Sebelum kita tutup, perhatikan bahwa Allah SWT membuka hati orang-orang muda bangsa Arab Yathrib untuk menerima Islam karena kesombongan dan ancaman orang-orang Yahudi Yathrib seperti disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 89 di atas. Alasan lain kenapa bangsa Arab Yathrib menerima Islam adalah karena akibat pertempuran antara suku Khazraj (خزرج) suku dan Aus (أوس) selama bertahun-tahun dan pertempuran besar Bu’ats telah menewaskan banyak pemuka dan pemimpin dari kedua suku yang meninggal. Para pemuda dari kedua suku telah bosan melihat pertumpahan darah dan mereka ingin hidup yang lebih baik setelah pertempuran besar Bu’ats. Selain itu, orang-orang muda darimanapun, biasanya lebih fleksibel dan berpikiran terbuka terhadap hal-hal baru daripada orang-orang tua yang umumnya keras kepala dan kaku dalam berpikir dan tindakan mereka.

Jadi para pemuda bangsa Arab dari Yathrib ini juga akrab dengan agama yang memuja satu Tuhan saja, yang mereka lihat dan dengar dari bangsa Yahudi di Yathrib. Oleh karena itu, lebih mudah bagi mereka untuk menerima ajaran Islam. Enam orang anak muda yang mulia dari suku Khazraj ini, setelah bertemu dengan Nabi SAW dan memeluk Islam, berjanji kepada Nabi SAW bahwa mereka akan menyebarkan dakwah Islam di antara orang-orang mereka. Pertemuan ini terjadi selama tahun ke-11 dari perioda kenabian seperti yang telah kita bahas sebelumnya di bagian pertama kisah para pemuda dari Yathrib.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjutkan kembali episode siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza waJalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam

Sabtu, 18 Februari 2017

Para Sahabat Muda dari Yathrib, Bagian ke-1

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al’aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni’mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi’in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua senantiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Insyaa Allah pada hari ini kita lanjutkan kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode ‘Para Sahabat Muda dari Yathrib, Bagian ke-1’. Sebagaimana telah kita bahas sebelumnya bahwa setelah kematian Abu Thalib, Nabi SAW juga telah kehilangan perlindungan. Awalnya Abu Lahab sebagai pengganti Abu Thalib merasa berkewajiban untuk memberinya perlindungan yang sama tapi dalam satu atau dua minggu dia membatalkan kembali perlindungan yang dia berikan. Setelah itu Muth’im bin Adi menawarkan perlindungan kepada Nabi SAW sehingga Nabi SAW dapat tinggal di Makkah.

Namun situasi seperti ini sangat aneh dan canggung, karena suku Nabi SAW sendiri telah mencabut perlindungan kepada Beliau SAW. Sehingga kaum Quraisy tidak senang dengan perlindungan yang diberikan oleh Muth’im bin Adi. Tetapi, Muth’im bin Adi adalah orang yang sangat tua dan disegani. Nabi menyadari bahwa cepat atau lambat Beliau akan kehilangan perlindungan dari Muth’im bin Adi dan harus keluar dari Makkah. Nabi SAW mencoba berdakwah kepada suku-suku sekitar Makkah dan Thaif, tapi para kepala suku di sekitar Makkah dan Thaif tidak mau menerima dakwah Nabi SAW. Jadi daerah sekitar Makkah dan Thaif juga bukan merupakan tempat yang tepat untuk dakwah agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW saat itu.

Sementara permusuhan kaum musyrikin Quraisy kepada Nabi SAW dan kepada para sahabat semakin meningkat. Permusuhan dan penganiayaan kaum musyrikin Quraisy terhadap kaum Muslim terus berlanjut setelah peristiwa Israa’ dan Mi’raaj. Sehingga Nabi SAW mencoba mencari alternatif lain, yaitu dengan cara mencari suaka atau menjadi immigrant atau pindah menjadi suku lain di luar Makkah. Nabi SAW menghubungi setiap suku yang datang berhaji ke Makkah pada musim hajji.
   
Nabi SAW berusaha menemui dan memperkenalkan diri kepada suku-suku yang datang berhaji. Nabi SAW juga menanyakan asal suku mereka dan menanyakan kepada mereka apakah mau memberikan sponsor untuk Nabi SAW bergabung dengan suku mereka. Ini adalah sesuatu praktek yang dikenal oleh bangsa Arab tetapi sangat jarang dilakukan. Bangsa Arab memiliki konsep ini, yaitu seseorang bisa pindah atau masuk menjadi suku lain Karena pernikahan atau alasan politik. Tapi ini jarang terjadi. Namun demikian, Nabi SAW berusaha untuk memanfaatkan konsep ini dengan mendekati berbagai orang yang datang untuk Haji.

Sebagaimana kita ketahui bahwa ibadah haji sudah dilakukan oleh bangsa-bangsa sejak zaman Nabi Ibrahim AS. Setiap bangsa atau negara akan mengirimkan jama’ah mereka berhaji ke Makkah. Pada musim haji, setiap bangsa atau negara atau suku akan berkemah di Mina pada area yang berbeda yang telah ditentunkan, hal ini tetap berlaku sampai sekarang. Jadi Nabi SAW akan memanfaatkan fakta bahwa semua bangsa, negara atau suku datang ke Makkah untuk berhaji, dan Nabi SAW pergi mengunjungi setiap suku di Mina untuk berdakwah sekaligus menjajakin kemungkinan pindah menjadi suku mereka.

Nabi SAW mulai menemui setiap suku-suku atau kabilah-kabilah bangsa Arab yang berada di Mina saat itu. Nabi SAW tidak memilih-milih apakah suku tersebut kecil atau besar, Beliau SAW mengajak mereka memahami kebenaran agama Islam. Nabi SAW melakukan dakwah yang sama, tidak peduli apakah kabilah-kabilah tersebut akan menolak dakwah Beliau SAW atau akan mengusir Beliau SAW secara kasar. Meskipun beberapa orang musyrikin Quraisy berusaha menghasut dan menggagalkan dengan segala cara ketika mengetahui bahwa Nabi SAW terus berdakwah kepada suku-suku di Mina.

Tetapi semua itu tidak mengubah pendirian Nabi SAW untuk berdakwah kepada semua suku-suku yang berada di Mina. Tentu saja Nabi SAW memberikan perhatian yang besar kepada suku-suku besar (Banu Kinah, Bani Hanifah). Ketika Nabi SAW sedang menuju tenda salah satu suku besar tersebut, Beliau SAW melihat sebuah suku kecil dekat Aqabah (tempat melempar Jumrah Aqabah). Nabi SAW menghampiri mereka dan menayakan darimana mereka? Mereka mengatakan bahwa mereka dari Khazraj. Nabi SAW berfikir sebentar tapi tidak mengetahui mereka, Nabi SAW bertanya ‘Khazraj yang mana?’ Biasanya Nabi SAW membawa Abu Bakr RA yang mempunyai pengetahuan yang luas tentang suku-suku bagsa Arab, tapi kali ini Beliau SAW keluar sendiri. Nabi SAW melanjutkan, “Apakah Khazraj tetangga orang Yahudi dari Yathrib?” Mereka menjawab, “Ya”.

Kemudian Nabi SAW berkata, “Boleh saya berbicara dengan kalian?” Mereka menjawab, “Ya”. Nabi SAW duduk diantara mereka dan mulai berdakwah, menjelaskan kepada mereka tentang ajaran Islam, membacakan ayat-ayat Al-Qur’an, menjelaskan tentang tauhid, memperingatkan mereka terhadap bahaya syirik dan lain-lain. Semuanya Beliau SAW sampaikan kepada kaum Khazraj dengan gairah dan semangat yang sama seolah-olah Nabi SAW berbicara kepada suku besar seperti Banu Hanifah, meskipun mereka cuman enam orang tanpa tenda. Jadi mereka bukan suku yang kaya, bahkan boleh dikatakan bahwa suku Khazraj adalah suku yang miskin. Karena suku Khazraj terdiri dari buruh atau petani penggarap atau tukang kebun, sementara suku Aus tetangga mereka adalah pengusaha – suku kaya.

Subhanallah, Allah menghendaki bahwa Islam akan dibantu oleh suku miskin ini kelak, sementara Nabi SAW tidak atau belum mengetahuinya saat itu. Ini menunjukkan kepada kita bahwa jangan pernah meremehkan setiap kesempatan yang ada apalagi bermaksud menyepelekan kemungkinan sekecil apapun. Memang Nabi SAW memberikan perhatian kepada suku-suku besar, tapi Beliau SAW tidak mengabaikan suku kecil lainnya. Ketika Beliau SAW melewati Khazraj, Nabi SAW memberikan dakwah yang sama dengan semangat yang sama kepada mereka. Sehingga ke-enam orang dari suku Khazraj tersebut masuk Islam saat itu juga.

Mengapa ini bisa terjadi? Nabi SAW telah berdakwah kepada banyak suku-suku kaum Quraisy. Nabi juga SAW juga sudah berdakwah kepada suku-suku besar di sekitar Makkah dan bahkan suku-suku di Thaif. Tapi yang menerima dakwah Nabi SAW malah suku Khazraj yang jauh di Madinah. Menurut para ulama ada beberapa alasan. Pertama Allah menghendaki hal itu terjadi. Kedua, suku Khazraj adalah bangsa Arab yang memiliki pengetahuan agama monoteistik karena mereka berinteraksi dengan orang-orang Yahudi di Madinah. Sehingga mereka memahami konsep tauhid, Nabi, hukum dan etika, doa, adanya kitab suci dari Tuhan dan lain-lain.

Sementara bangsa Arab lain tidak mengetahui tentang hal ini. Bangsa Arab di saat itu telah melupakan ajaran Nabi Ibrahim AS ribuan tahun yang lalu. Orang-orang Arab saat itu tidak pernah lagi mendengar tentang Nabi apalagi wahyu. Hanya Yahudi bisa membaca dan menulis, mempunyai tempat ibadah, tetapi suku Khazraj dan Aus di Madinah sama sekali tidak, sehingga mereka merasa rendah diri. Yahudi suka mengolok-olok mereka dengan kenyataan seperti itu.  Apalagi seseorang tidak bisa menjadi Yahudi meskipun orang tersebut pingin sekali menjadi Yahudi kecuali anak dari seroang ibu Yahudi. Jadi Yahudi di Madinah turun temurun telah menggolok-ngolok bangsa Arab di Madinah dan Yahudi mengklaim bahwa mereka unggul dari bangsa Arab. Namun sekarang Khazraj memiliki kesempatan untuk memiliki peradaban dengan hukum, ketertiban, ibadah dan lain lain dengan masuk Islam.

Alasan yang ketiga adalah bahwa orang-orang Yahudi selalu membual bahwa kelak mereka akan menang melawan bangsa Arab. Yahudi mengatakan kepada suku Aus dan Khazraj setiap kali terjadi perang saudara berlangsung bahwa mereka pasti menang dan hanya masalah waktu. Yahudi mengatakan bahwa mereka akan menghabisi bangsa Arab semua sampai orang terakhir jika Nabi yang sedang mereka tunggu datang. Tapi Allah Azza waJalla berkehendak lain, karena Nabi Muhammad SAW bukan dari bangsa Yahudi tapi dari bangsa Arab.

Jadi pada saat Nabi SAW berdakwah kepada suku Khazraj, menjelaskan tentang Tauhid, membacakan Al-Qur'an dan lain-lain mengingatkan para sahabat suku Khazraj akan perkataan Yahudi Madinah tentang Nabi yang sedang mereka tunggu. Mengetahui hal ini, para sahabat dari suku Khazraj saling berbicara satu sama lain, “Ini adalah Nabi yang sama dimana orang-orang Yahudi telah menunggu kedatangan Beliau dari tahun ke tahun. Yahudi biasa mengatakan kepada kita bahwa ketika Nabi ini datang, mereka akan membunuh kita semua dengan bantuannya."

Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat ke-89: Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. (QS 2:89)

Kemudian para sahabat dari suku Khazraj berkata satu sama lain, "Akan lebih baik bagi kita untuk percaya pada Nabi ini sebelum orang-orang Yahudi melakukannya." Oleh karena itu para sahabat suku Khazraj memeluk Islam saat itu juga. Waktu kembali ke Madinah, para sahabat dari suku Khazraj ini berdakwah dengat sangat giat sekali. Nama enam orang sahabat dari suku Khazraj ini adalah sebagai berikut:
1. Asad bin Zurarah (أسد بن زرارة) dari suku Bani Najjar.
2. Auf bin Harits (عوف بن حارث) dari suku Bani Najjar.
3. Rafa'a bin Malik (رافع بن مالك) dari suku Bani Zareeq.
4. Qutbah bin Amar (قطبة بن عامر) dari suku Bani Salma.
5. Uqbah bin Amar Nabi (عقبة بن عامر نابي) dari suku Bani Haram.
6. Harits bin Abdullah (حارث بن عبد الله) dari suku Bani Ubeed.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjutkan kembali episode siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza waJalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam

Sabtu, 11 Februari 2017

Kalimatul Haq untuk Tujuan Bathil, Bagian ke-2

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al’aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni’mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi’in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua senantiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Insyaa Allah pada hari ini kita lanjut pembahasan atau sharing bagian kedua dari kalimatul haq untuk tujuan bathil atau kebathilan. Dimana pada bagian pertama telah kita bahas bahwa hanya Allah SWT yang mengetahui dengan pasti niat sebenarnya dari seseorang yang melakukan perbuatan (tulisan dan/atau ucapan), apakah untuk tujuan yang benar atau salah meskipun menggunakan kalimat, ucapan dan/atau perbuatan yang baik sesuai syariah Islam. Kita ummat Islam tidak ada yang mengetahui selain yang tampak, yang ‘kelihatan’ baik melalui atau dengan panca indra maupun dengan ilmu pengetahuan (perkiraan berdasarkan data masa lalu tentang sipelaku sendiri) dan/atau tujuan atau hasil dari perbuatan merela.

Apa yang bisa kita ketahui/lihat dari pembahasan kalimatul haq untuk tujuan bathil ini? Seperti yang telah kita sebutkan pada bagian pertama bawa si pelaku dapat kita ketahui apakah dia Muslim atau non-muslim, tapi kita juga tidak bisa mengetahui apakah sipelaku betul-betul Muslim atau cuman mengaku muslim ketika bersama orang beriman dan berteman dengan atau membantu orang-orang kafir dalam memusuhi Islam. Karena Allah Azza waJalla berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat ke-8: Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman (QS 2:8).

Jadi kalau musuh-musuh Islam atau orang-orang yang memusuhi ummat Islam dengan nyata, mengatakan sesuatu dari Al-Qur’an atau Hadits, atau membantu membangun masjid atau memberi infaq atau sadaqah atau hibah untuk ummat Islam, maka sikap kita ummat Islam adalah seperti apa yang di ajarkan oleh Nabi SAW kepada para sahabat ketika setan memberi tahukan faidah ayat ke-255 surat Al-Baqarah kepada Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW berkata, “Benar apa yang dikatakannya, padahal dia pendusta, dia setan.” Apa yang mereka lakukan atau ucapkan benar sesuai syari’at Islam, namun mereka adalah musuh-musuh Islam, seperti setan adalah musuh ummat Islam, mana ada musuh Islam berbuat baik kepada ummat Islam? Kalau ada musuh Islam yang berbuat baik kepada ummat Islam, tentu dia tidak mempunyai niat yang baik. Meskipun mereka katakan bahwa mereka berniat baik, tetap saja mereka non-muslim (kafir) sampai mereka beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW.

Dalam salah satu episode dari siirah Rasulullah SAW, beberapa hari sebelum berakhirnya bulan suci Rajab, Nabi SAW dari Madinah Al-Munawwarah mengirim beberapa orang sahabat yang dipimpin oleh Abdullah bin Jash dalam expedisi Nakhlah, yang terletak antara Riyadh (Nejd) dan Ta'if. Nabi SAW memberi perintah dalam sepucuk surat yg harus dibuka setelah dua hari perjalanan dari Madinah. Tetapi karena ada anggota rombongan yang ingin mencari tunggangan (unta) mereka yang hilang, maka Abdullah bin Jash memutuskan untuk membuka surat perintah Nabi SAW sebelum dua hari perjalanan berlalu.

Ternyata perintah Nabi SAW dalam surat tersebut adalah untuk mengamati pergerakan pasukan kaum musyrikin di Nakhlah. Merasa tugas tersebut dapat dilakukan dengan sedikit orang maka Abdullah bin Jash mengizinkan beberapa orang berpisah untuk mencari unta yang hilang tersebut. Tetapi mereka yang mencari unta malah ditawan oleh kaum musyrikin Quraisy. Sementara Abdullah bin Jash dan rombongan meneruskan perjalanan ke Nakhlah.

Setelah sampai di Nakhlah, disana mereka melihat kafilah musyrikin Quraisy lewat membawa barang dagangan. Mereka akhirnya membicarakan apakah hendak memerangi musyrikin Quraisy atau tidak. Mereka bingung, karena jika membiarkan kafilah musyrikin Quraisy itu berlalu pada saat itu, mereka akan kehilangan kesempatan untuk merebut harta Quraisy sebagai ganti dari harta mereka yang dirampas dulu ketika hijrah. Dan jika memerangi mereka, berarti mereka melakukan perang di bulan suci, Rajab. Akan tetapi mereka akhirnya terdorong untuk memerangi kafilah musyrikin Quraisy dan berhasil membunuh 'Amr al-Hadlramiy (pemimpin kafilah), menawan dua orang musyrikin dan memperoleh harta rampasan perang yang banyak.

Ketika kembali ke Madinah dan menyerahkan satu perlima rampasan perang itu kepada Rasulullah SAW, mereka ditolak. Rasulullah SAW tidak mau menerima pemberian itu dan menilai buruk perbuatan mereka. Sabda Rasulullah SAW, “Aku tidak memerintahkan kalian untuk perang di bulan suci.” Kaum musyrikin Quraisy juga mengetahui peristiwa penyerangan pasukan Abdullah bin Jash di bulam suci Rajab ini. Kaum musyrikin Quraisy bahkan mulai mengolok-ngolok kaum Muslim telah membunuh di bulan suci yang dilarang melakukan perperangan. Dimana larangan ini, telah ada sejak zaman Nabi Ibrahim AS.                        

Meskipun para sahabat telah salah membunuh di bulan suci, tetapi Allah Azza wa Jalla menyebutkan bahwa apa yang telah dilakukan musyrikin Quraish terhadap kaum Muslim jauh lebih salah atau lebih besar dosanya. Firman Allah Azza wa Jalla: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS 2:217)  

Jadi betul – kalimatul haq – bahwa para sahabat yang dipimpin oleh Abdullah bin Jash dalam expedisi Nakhlah telah melanggar larangan Allah, yaitu berperang pada bulan suci Rajab sebagai salah satu dari 4 bulan yang diharamkan untuk berperang dan membunuh. Tetapi lihatlah, apa yang telah dilakukan kaum musyirikin Quraisy terhadap kaum Muslim, mereka menghalangi manusia untuk memeluk agama Islam, mereka manganiaya para sahabat yang telah memeluk agama Islam, bahkan mereka tidak segan membunuh para sahabat yang bukan dari suku Quraisy hanya Karena mereka menyembah Allah. Perbuatan yang telah dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy terhadap Muslim ini, jauh lebih besar dosanya disisi Allah Azza waJalla.                    

Coba kita lihat kembali kepada kondisi ummat Islam sekarang ini. Meskipun banyak perbuatan atau perkataan mereka (musuh-musuh Islam) yang merupakan fitnah yang tidak berdasar tetapi ada beberapa perkataan atau perbuatan yang berdasarkan kalimatul haq. Salah satunya, seperti perkataan auliyaa (أَوْلِيَاءِ) pada surat Al-Maidah ayat 51, beberapa ahli tafsir memang betul menterjemahkan kata auliyaa sebagai teman atau penolong. Tetapi mereka (musuh-musuh Islam) menggunakan kalimatul haq (terjemahan auliyaa sebagai teman atau penolong tersebut) untuk tujuan yang bathil, mereka (musuh-musuh Islam) menzhalimi ummat Islam dan memecah belah ummat Islam.

Jadi tujuan mereka (musuh-musuh Islam) adalah bathil. Terlihat atau terbukti bahwa selama mereka berkuasa banyak kerusakan yang mereka timbulkan kepada ummat Islam, sebaliknya banyak kebaikan yang mereka (musuh-musuh Islam) dapat. Musuh-musuh Islam telah menghalangi ummat Islam datang ke Masjid untuk berdo'a dan shalat. Bahkan mereka juga mengerahkan segala upaya untuk mencegah ummat Islam datang melakukan shalat jum'at berjama'ah di lapangan. Musuh-musuh Islam telah mengusir (menggusur) ummat Islam dari rumah-rumah mereka. Dosa-dosa mereka ini, dihadapan Allah jauh lebih besar dibandingkan kesalahan yang mereka tuduhkan atau alamatkan kepada para ulama kita.

Bagaimana kita ummat Islam yang mayoritas dapat mempercayai apa yang mereka katakan, meskipun menggunakan kalimatul haq, kalau mereka sendiri telah ingkar kepada Allah, mereka tidak percaya kepada perintah Allah, mereka telah melanggar larangan Allah, bahkan mereka telah menantang kepada kekuasaan Allah Azza waJalla. Sungguh celaka kalau ada orang yang mengaku muslim tapi masih mempercayai apa yang dituliskan, dikatakan atau diucapkan bahkan diperbuat oleh musuh-musuh Islam terhadap para ulama dan ummat Islam.                      

Meskipun kita mengetahui mereka adalah orang-orang kafir, tapi kita ummat Islam telah terlena dengan tipu daya mereka. Tapi Allah Azza waJalla masih sayang kepada ummat Islam dengan membongkar semua tipu daya mereka (musuh-musuh Islam). Allah SWT menunjukkan kepada kita bahwa mereka tidak henti-hentinya menzhalami ummat Islam. Allah SWT menunjukkan kepada kita bahwa mereka gembira melihat ummat Islam hancur. Allah SWT menunjukan kepada kita bahwa kebencian mereka kepada ummat Islam sangat nyata. Setelah mengetahui atau melihat tujuan bathil mereka (musuh-musuh Islam), belum terlambat buat kita ummat Islam untuk kembali bersatu, berjama’ah dan konsisten untuk mencari Ridha Allah Azza waJalla.

Firman Allah Azza waJalla dalam surat Ali-Imran ayat ke-118: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.  (QS 3:118)

Imam Mazhab Syafi’i berkata: “Nanti di akhir zaman akan banyak Ulama yang membingungkan ummat, sehingga ummat bingung memilih mana Ulama Warasatul Anbiya (penerus para Nabi) dan mana ulama suu' (jahat) yang menyesatkan ummat.” Lantas bagaimana kita mengetahui Pengikut Kebenaran di zaman yang penuh fitnah ini? Imam Syafi’i menjelaskan: “Perhatikanlah panah-panah musuh (ditujukan kepada siapa), maka akan menunjukimu siapa ‘Pengikut Kebenaran’. Ikutilah ulama yang dibenci kaum kafir, kaum munafiq, dan kaum fasik. Dan jauhilah ulama yang disenangi kaum kafir, kaum munafiq, dan kaum fasik, karena ulama suu’ akan menyesatkanmu, menjauhimu dari Ridha Allah.”  

Sebelum kita tutup, ummat Islam harus ingat Firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surat As Saff ayat 8 berikut: Mereka (musuh-musuh Islam) ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya". (QS 61:8). Sebaliknya ummat Islam harus berjihad (sungguh-sungguh) untuk menyampaikan kalimatul haq kepada pemimpin atau pemerintahan yang zhalim (HR musnad Amad No. 4001, Tirmidzhi No. 2100 dan lain-lain).

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjutkan kembali episode siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza waJalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam

Sabtu, 04 Februari 2017

Kalimatul Haq untuk Tujuan Bathil, Bagian ke-1

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al’aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni’mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi’in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua senantiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Insyaa Allah pada hari ini kita selang kembali siirah Rasulullah SAW dengan episode lain yaitu sharing tentang kalimatul haq untuk tujuan bathil. Akhir-akhir ini, ummat Islam sering diserang balik atau dipojokkan dengan menggunakan kalimatul haq; perkataan yang secara aqidah/keyakinan adalah benar seperti logis atau masuk akal atau sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW atau bahkan merupakan ayat-ayat Al-Qur'an Al-Kariim. Tetapi kalimatul haq itu dipakai untuk kebathilan; untuk tujuan yang tidak benar, tidak syah, bahkan untuk tujuaan memecah belah ummat manusia atau mencerai beraikan ummatan wahidah atau mengadu domba antara ummat Islam.                       

Sebelumnya marilah kita lihat dulu definisi atau arti kata al-haq dalam kata kalimat-ul-haq. Kata haq atau al-haq berasal dari bahasa Arab al-haqqu (الحَقُّ) yang berarti benar atau kebenaran (sesuatu yang benar). Kata kerjanya adalah haqqa (حَقَّ) yang berarti dia telah menjadi benar (be or to become true). Jadi kalimat-ul-haq berarti kalimat yang benar, dalam hal ini tentu saja harus merujuk kepada nilai-nilai Islam atau nilai-nilai yang terdapat dalam sunnah Rasulullah SAW dan/atau ayat-ayat Allah, baik ayat yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul berupa kitab suci maupun ayat berupa ciptaan Allah, yaitu kebenaran fenomena alam - makhluk ciptaan Allah Azza wa Jalla.

Sementara kata bathil atau al-bathil berasal dari bahasa Arab al-baathil (البَاطِل) yang berarti salah, dengan cara atau arah yang salah atau dengan hasil atau tujuan yang salah. Kata kerjanya adalah bathala (بَطَلَ) yang berarti dia telah menjadi sia-sia (be useless). Tentu saja referensi yang digunakan untuk menentukan tujuan atau hasil yang salah ini mengacu kepada nilai-nilai Islam universal yang sama yang telah kita sebutkan di atas, yaitu sunnah Rasulullah SAW dan ayat-ayat Allah Azza wa Jalla.                       

Kata kalimat disini, bukan saja sebagai tulisan, tetapi juga sebagai ucapan atau perkataan dan/atau perbuatan. Karena tulisan, ucapan dan/atau perkataan adalah suatu perbuatan atau pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan mulut, tangan atau bagian dari anggota tubuhnya. Jadi pembahasan atau sharing kita kali ini, kalimatul haq untuk tujuan bathil, berhubungan2 dengan perkataan, ucapan dan/atau perbuatan yang benar secara aqidah/keyakinan Islam (al-haq) untuk tujuan atau hasil yang salah, yang tidak benar berdasarkan aqidah/keyakinan Islam (al-bathil). Tentu banyak faktor lain yang terlibat dalam kalimatul haq untuk tujuan kebathilan ini, minimal atau paling tidak ada 3 faktor berikut.  Seperti pelakunya, caranya atau metodanya dan niat atau maksudnya, dimana dalam ajaran Islam disebut sebagai rukun syarat syah dari suatu perbuatan atau amalan.

Pelaku dan cara atau metodanya dapat kita ummat Islam lihat atau ketahui dengan cepat, bahkan banyak orang bisa menjadi saksi atas tulisan, perkataan dan/atau perbuatan yang telah dilakukan oleh si Pelaku. Begitu juga dengan tujuan atau hasil dari tulisan, perkataan dan/atau perbuatan si Pelaku, kadang dapat kita lihat/ketahui dengan cepat tapi kadang butuh waktu lama baru 'kelihatan' hasil atau tujuaanya. Sementara niat atau maksud si Pelaku melakukannya, hanya Allah yang mengetahui dengan pasti. Kita ummat Islam dan orang-orang yang mendengar atau melihat belum tentu mengetahui dengan pasti meskipun si Pelaku memberi tahukan niatnya.                       

Sebelumnya sudah pernah kita bahas bahwa Abu Hurairah RA pernah didatangi oleh setan dalam wujud manusia dan Nabi SAW memberitahukan Abu Hurairah bahwa setan telah berkata benar padamu, padahal setan adalah pendusta. Maksudnya apa yang dia (setan) katakan adalah kalimatul haq (perkataan yang benar) yang diambil dari Al Qur'an yaitu fadhila/keutamaan ayat kursi, tapi dia punya maksud lain - tentu maksud jahad, yang tidak baik atau bathil karena setan adalah musuh yang nyata bagi ummat manusia (HR Shahih Bukhari No 3033 & 4624).

Sebelumnya juga sudah pernah kita bahas mengenai niat bahwa tidak ada orang lain yang mengetahui niat seseorang kecuali diberi tahu oleh Allah Azza wa Jalla. Dalam salah satu episode siirah Rasulullah SAW, Nabi SAW mengirim Usamah bin Zaid RA memimpin expedisi untuk memerangi kaum musyrikin ke Huraqah (diluar kota Madinah). Usamah berkata; Lalu kami memerangi mereka di waktu pagi, sementara diantara mereka ada seeorang apabila bertemu dengan kaumnya mereka menggencarkan permusuhannya dengan kami, namun bila kaumnya mundur ia berbuat baik pada kami. Usamah melanjutkan; Maka aku dan seorang Anshar berhasil mendekatinya, ketika kami telah dekat dengannya, serta merta ia mengucapkan; 'Laa ilaaha Illallah', maka sahabat Anshar mengurungkan niatnya, sementara aku telah membunuhnya. Lalu aku merasa ada ganjalan dalam diriku karena hal tersebut, sehingga kejadian tersebut aku ceritakan kepada Rasulullah. Rasulullah SAW lalu bertanya: 'Kenapa kamu membunuh orang yang telah mengucapkan Laa Ilaaha Illaahu? ' Aku menjawab, Wahai Rasulullah! Sesungguhnya lelaki itu mengucap demikian karena takut akan ayunan pedang. Rasulullah bertanya lagi: Sudahkah kamu membelah dadanya sehingga kamu tahu dia benar-benar mengucapkan Kalimah Syahadat (karena takut dibunuh) atau tidak? Rasulullah SAW terus mengulangi pertanyaan itu kepadaku hingga menyebabkan aku berandai-andai bahwa aku baru masuk Islam saat itu.  (HR shahih Muslim No. 140 dan musnad Ahmad No. 20750).                       

Catatan pinggir bahwa keutamaan mualaf atau orang yang baru masuk atau kembali beragama Islam ada beberapa, diantaranya adalah Allah Azza waJalla mengampuni dosa-dosa sebelumnya (QS 8:38). Kemudian Allah juga mencatat semua amal kebaikannya yang telah lalu dan menghapus semua amal buruknya yang telah lalu. Dengan demikian para Mualaf tidak menanggung dosa apapun pada saat dia masuk Islam (HR shahih Muslim No. 173, sunan Nasa’i No. 4912 dan lain-lain). Makanya Usamah RA berandai-andai dia baru saja masuk Islam setelah kesalahan tangan (tidak sengaja) membunuh orang yang sudah membaca kalimat tauhid agar dosanya diampuni Allah Azza waJalla (aamiin yaa Rabb al’aalamiin).

Di dalam episode lainnya lagi juga sudah kita bahas bahwa sekitar tahun 9 Hijriah, Nabi SAW berencana melakukan ekspedisi ke Tabuk menguji ketahanan fisik dan mental pasukan Islam karena mendengar khabar bahwa bangsa Romawi dibawah Kaisar Heraclius membantu kaum munafik di Madinah melalui Abu Amir yaitu pendeta Kristen suku Khazraj Madinah dipengasingan. Disamping bersekongkol dengan Heraclius, Abu Amir juga menggalang bantuan dari kaum munafik Madinah kepada kaum musyrikin Quraisy di Makkah.

Kaum munafiq Madinah ini juga telah membangun sebuah masdjid dan Nabi SAW belum mengetahui maksud mereka membangunnya. Sehari sebelum Nabi SAW berangkat ke Tabuk, mereka datang kepada Rasulullah SAW, meminta agar Beliau SAW mau mempimpin shalat di masjid yang mereka bangun. Kaum munafik mengatakan bahwa masjid tersebut dibangun untuk orang-orang yang tidak kuat keluar di malam yang dingin dan berjalan jauh ke Masjid Nabawi. Atas permintaan itu Nabi SAW menjawab, "Kami sekarang mau berangkat. Insya Allah, nanti setelah pulang."

Sepulang dari Tabuk, beberapa hari sebelum Rasulullah SAW tiba di Madinah, Malaikat Jibril AS menyampaikan berita tentang masjid dhirar yang sengaja mereka (kaum munafik Madinah) bangun atas dasar kekafiran dan bertujuan memecah belah jamaah kaum Muslimin. Begitu mengetahui maksud kaum munafik Madinah, segera Rasulullah SAW mengutus beberapa orang sahabat untuk menghancurkan masjid tersebut sebelum rombongan Nabi SAW datang ke Madinah. Jadi, Allah SWT melindungi Rasulullah SAW dari melaksanakan shalat di masjid tersebut karena niat mereka tidak baik (bathil).

Firman Allah SWT; Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan". Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS 9:107-108).                       

Dari kedua cuplikan episode siirah Rasulullah SAW tersebut jelas bahwa niat hanya Allah yang mengetahui dengan pasti. Sahabat yang sekaligus juga cucu angkat dari anak angkat Rasulullah SAW yaitu Usamah bin Zaid RA telah kesalahan tangan membunuh orang yang telah mengucapkan kalimatul haq, yaitu kalimat tauhid atau kalimat syahadat. Usamah RA mengira mengetahui niat orang tersebut yaitu karena takut mati maka mengucapkan kalimatul haq. Sementara Rasulullah SAW memarahi Usamah karena telah membunuh orang beriman, karena Allah SWT melarang membunuh seorang Muslim (orang sudah bersyahadat) dengan sengaja. Firman Allah SWT: Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS 4:93)

Sementara Rasulullah SAW sendiri juga hampir kesalahan membantu mewujudkan niat kaum munafik Madinah seperti Firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 107-108 di atas. Karena kaum munafiq tidak mengutarakan niat mereka sebenarnya, tetapi mereka telah mengatakan suatu alasan yang benar (kalimatul haq) kepada Nabi SAW, yaitu membangun masdjid biar orang-orang yg tidak kuat dingin atau tidak kuat berjalan ke Masjid Nabawi (atau Masjid Quba) bisa shalat di masjid dhirar tersebut. Tetapi Allah Azza wa Jalla melindungi Nabi SAW dengan cara memberi tahukan niat sebenarnya dari kaum munafik Madinah dalam membangun masjid dhirar tersebut.                       

Sebelum kita tutup bagian pertama ini, perlu kita fahami bahwa semua perbuatan tergantung niatnya dan balasan bagi setiap orang tergantung niatnya (HR shahih Bukhari No. 1, shahih Muslim 3530 dan lain-lain). Meski apa yang diperbuat sama, namun Allah SWT hanya menerima perbuatan orang-orang yang beraqwa, niat yang baik untuk mendapat Ridha Allah Azza waJalla.  Orang-orang yang betaqwa dan melakukan perbuatan dengan niat mencari Ridha Allah, niscaya akan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.
Firman Allah dalam surat Asy-Syuuraa ayat ke-20: Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat (QS 42:20). Begitu juga dalam surat Al-Maaidah ayat ke-27: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (QS 5:27)  

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjutkan bagian kedua dari pembahasan Kalimatul Haq untuk Tujuan Bathil ini. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza waJalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.

Wassalam

Sabtu, 28 Januari 2017

Berdzikirlah sebanyak-banyaknya

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al’aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni’mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi’in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua senantiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Insyaa Allah pada hari ini kita sela dulu sharing tentang siirah Rasulullah SAW dengan topik lain yaitu tentang peintah berdzikir kepada Allah Azza waJalla sebanyak-banyaknya. Sebelumnya kita bahas dulu asal muasal kata dzikir secara Bahasa. Kata kerja berdzikir berasal dari Bahasa Arab dzakara (ذَكَرَ) yang berarti dia telah berdzikir. Sementara perintah berdzikirlah atau kata perintah untuk berdzikir didalam Bahasa Arab adalah udzkuruu (أُذْكُرُوْا) yang berarti “kamu sekalian berdzikirlah!” Jadi perintah berdzikir ini ditujukan kepada semua ummat Islam atau kepada setiap individu yang mengaku beriman kepada Allah Azza waJalla.

Perintah Berdzikir sebanyak-banyaknya kepada Allah SWT dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja selain tempat yang diharamkan. Sementara ibadah di dalam Rukun Islam yang lima tertentu waktu dan tempatnya, seperti Bersyahadat atau berikrar dua kalimat Syahadat untuk membuktikan bahwa seseorang bertauhid kepada Allah Azza waJalla dan mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai utusan atau Rasulullah. Mendirikan Shalat pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Berpuasa di bulan Ramadhan dan hari-hari lain selain yang diharamkan.  Membayarkan Zakat setelah mencukupi Haul (waktunya) dan Nisab (kadar atau takarannya). Serta menunaikan ibadah Haji ke Makkah sekali seumur hidup bagi yang mampu.

Jadi ada waktu-waktu yang telah ditetapkan, batasan-batasan tertentu atau situasi khusus untuk mengerjakan dalam ibadah di dalam Rukun Islam ini.  Allah SWT telah menetapkan jumlah waktu shalat wajib. Puasa wajib hanya dilakukan di bulan Ramadhan. Zakat dibayarkan setahun sekali. Haji dilakukan sekali seumur hidup bila seseorang memenuhi persyaratan untuk itu. Al Qur’an tidak menganjurkan kita untuk berlebih-lebihan dalam menjalankan ibadah ini.  Tetapi untuk berdzikir yang sebanyak-banyaknya kepada Allah SWT tidak ada persyaratan waktu, tempat, atau batasan-batasan tertentu. Dzikir kepada Allah SWT bisa dilakukan sambil duduk, berdiri, atau berbaring (QS 3:191).  Bisa dilakukan dengan atau tanpa wudhu.  Bisa dilakukan di rumah, atau ketika dalam perjalanan. Bisa dilakukan ketika sehat, ataupun ketika sakit.  Bisa dilakukan diwaktu siang, atau malam.

Berdzikir kepada Allah SWT harus dilakukan sebanyak-banyaknya. Allah SWT berfirman di dalam Al Qur’an surat Al Azhab ayat ke-41. “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.” Allah Azza waJalla telah menyediakan untuk orang-orang beriman yang banyak berdzikir ini ampunan dan pahala yang besar (QS 33:35). Bukan itu saja, Allah Azza waJalla juga menjajikan keberuntungan atau kemenangan dalam medan perang bagi orang-orang beriman yang senantiasa berdzikir sebanyak-banyaknya (QS 8:45).

Seorang sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Kami telah banyak mendapatkan pengajaran tentang syari’at Islam, maka ajarkanlah kepada kami satu pintu yang menghimpun seluruh kebaikan yang bisa kami jadikan pedoman.” Nabi Muhammad SAW menjawab, “Hendaknya lisanmu selalu basah dengan dzikir kepada Allah.” (HR Musnad Ahmad No. 17020). Di dalam riwayat lain bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Hendaknya lidahmu basah Karena berdzikir kepada Allah.” (HR Sunan Tirmidzi No. 3297). Di dalam riwayat lain bahwa Nabi Muhammad SAW bersada, “Selama lidahmu terus bergerak dengan berdzikir kepada Allah Azza waJalla.” (HR Sunan Ibnu Majah No. 3783).

Di dalam hadits riwayatkan oleh Abu Al Darda RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda kepada para Sahabat, “Maukah kalian bila aku beritahu satu amal yang mengungguli seluruh amal ibadah kamu yang lain, yang segera akan diterima Allah SWT, dan meningkatkan derajatmu di hadapan Allah SWT?” Beliau SAW menambahkan, “Amal ini lebih utama daripada mensedekahkan seluruh harta emas dan perak di jalan Allah SWT, lebih utama daripada berperang melawan musuh Allah SWT, dimana kamu membunuh mereka dan mereka mencoba membunuhmu?”  Para Sahabat menjawab, “Beritahulah kami.” Nabi Muhammad SAW bersabda, “Banyak-banyaklah berdzikir kepada Allah SWT.”

Dalam hadits Qudsi riwayat shahih Bukhari No. 6951, shahih Muslim No. 4832 dan lain-lain bahwa Nabi SAW bersabda: Allah Azza waJalla berfirman, “Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang (berjma’ah) maka Aku akan mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus darinya. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepada-Nya satu hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan mendekat kepadanya satu depa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.”

Bila kita membiasakan diri kita untuk banyak berdzikir kepada Allah SWT dengan konsisten, hikmahnya adalah sangat luar biasa.  Di dalam hadits riwayat shahih Bukhari No. 2881, shahih Muslim No. 4906 dan lain-lain bahwa Ali RA bercerita bahwa Fatimah RA merasa sakit tangannya karena menumbuk tepung dan ketika itu ada seorang pelayan yang menawarkan dirinya kepada Rasulullah SAW. Fatimah RA datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta seorang pembantu. Tetapi ia tidak berhasil menemui Rasulullah SAW dan hanya bertemu dengan Aisyah RA. Kemudian Fatimah RA menitip pesan kepada Aisyah RA untuk disampaikan kepada Rasulullah RA. Ketika Rasulullah RA tiba di rumah, Aisyah RA pun memberitahu Beliau RA tentang kedatangan Fatimah RA.

Ali RA berkata, “Lalu Rasulullah SAW pergi ke rumah kami ketika kami tengah berbaring hendak tidur. Maka kami segera bangun, tetapi Beliau SAW mencegahnya seraya berkata, ‘Tetaplah di tempat kalian!’ Kemudian Rasulullah SAW duduk diantara kami hingga saya merasakan dinginnya telapak kaki Beliau yang menyentuh dada saya. Setelah itu, Rasulullah bersabda, ‘Inginkah kalian berdua aku ajarkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kalian minta? Apabila kalian berbaring hendak tidur, maka bacalah takbir tiga puluh empat kali, tasbih tiga puluh tiga kali, dan tahmid tiga puluh tiga kali. Sesungguhnya yang demikian itu lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu.’”

Dalam Hadits riwayat shahih Bukhari No. 798 dan shahih Muslim No. 936 bahwa orang-orang fakir Muhajirin menemui Rasulullah SAW sambil berkata, “Orang-orang kaya telah memborong derajat-derajat ketinggian dan kenikmatan yang abadi.” Rasulullah SAW bertanya, “Maksud kalian?” Mereka menjawab, “Orang-orang kaya shalat sebagaimana kami shalat dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka bersedekah dan kami tidak bisa melakukannya. Mereka bisa membebaskan tawanan dan kami tidak bisa melakukannya.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu yang karenanya kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului kebaikan kalian, dan kalian bisa mendahului kebaikan orang-orang sesudah kalian, dan tak seorang pun lebih utama daripada kalian selain yang berbuat seperti yang kalian lakukan?” Mereka menjawab. “Baiklah wahai Rasulullah?” Beliau SAW bersabda, “Kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setiap habis shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Hanya dengan banyak berdzikir kepada Allah SWT hati bisa merasa puas dan menjadi lembut.  Allah berfirman dalam surat Ar Rad ayat ke-28, “Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” Membaca Al Qur’an adalah salah satu cara utama mengingat atau berdzikir kepada Allah SWT.  Allah berfirman dalam surat Az-Zumar ayat ke-23, “Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.”

Bagaimanakah cara yang paling baik untuk banyak berdzikir kepada Allah SWT?  Allah SWT menjelaskannya di dalam Al Qur’an dalam Al A’raf ayat ke-205, “Dan sebutlah Tuhanmu (berdzikir) dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” Jadi berdzikir adalah ibadah yang simple dan sederhana, tidak memberatkan, tidak membutuhkan waktu tertentu, tidak membutuhkan tempat tertentu, tetapi memiliki pahala yang besar, mendapat ampunan dan kemenangan dari Allah Azza waJalla.

Mereka yang tidak mau atau ingkar untuk banyak berdzikir kepada Allah SWT akan menjadi orang yang teramat merugi.  Firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat ke-91. “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah (berdzikir) dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”

Allah Azza waJalla mengingatkan kepada orang-orang beriman agar jangan lalai dalam mengingat Allah Azza waJalla. Allah SWT berfirman dalam surat Al Munafiqun ayat ke-9, “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”

Berikut adalah orang-orang yang beriman dengan kepercayaan yang teguh; tiada tipuan dunia yang bisa mengalihkan hati mereka dari mengingat Allah SWT.  Friman Allah SWT dalam surat An Nur ayat ke-37, “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”

Marilah kita memohon kepada Allah SWT agar diberi jalan untuk mengingatNya dengan cara yang sebaik-baiknya. Do’a yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para Sahabat RA dalam Hadits riwayat musnad Ahmad No. 7754 berikut dapat kita pegang dan amalkan setiap kali selesai mendirikan Shalat. “Allahumma aj’alnii u‘zhimu syukraka wa-uktsiru dzikraka wa-atba’u nashiihataka wa-ahfazhu wa-shiyyataka” Yang artinya, “Ya Allah, jadikanlah aku hamba yang bisa bersyukur kepadaMu dan banyak berdzikir kepadaMu, mengikuti nasihatMu dan menjaga wasi’atMu.” Semoga Allah SWT menjaga agar lidah kita senantiasa basah karena banyak berdzikir kepadaNya dimanapun berada dan pada saat apapun, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjutkan kembali episode siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza waJalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.


Wassalam

Minggu, 15 Januari 2017

Perjalanan Israa’ dan Mi’raaj, Bagian ke-5

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

بسمِ اللهِ الرّحمٰنِ الرّحيمِ

Alhamdulillahi Rabb al’aalamiina. Sungguh hanya kepada Allah SWT saja kita ucapkan puji dan syukur atas segala ni’mat yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua. Salawat dan salam kepada tauladan yang mulia, Nabi dan Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) beserta keluarga, para sahabat RA, tabi’in, tabiut tabiahum dan kepada ummat Islam sepanjang masa dimanapun berada. Semoga kita semua senantiasa istiqamah menegakkan agama Islam sampai akhir hayat nanti, aamiin yaa Rabb al’aalamiin.

Insyaa Allah pada hari ini kita kembali melanjutkan sharing tentang siirah Rasulullah SAW dengan episode Perjalanan Israa’ dan Mi’raaj bagian ke-5. Sebelumnya pada saat di Sidratul Muntaha, di bawa Arsy Allah Azza waJalla, Nabi Muhammad SAW telah menerima perintah Shalat wajib lima waktu dalam sehari semalam. Nabi Muhammad SAW juga telah menyaksikan begitu banyak tanda-tanda kekuasaan Allah yang Maha Besar dan yang Maha Agung yang tidak dapat dijelaskan dengan perbendaharaan kata atau Bahasa yang ada. 

Di dalam beberapa hadits, begitu banyak peristiwa yang terjadi dalam perjalanan Israa’ dan Mi’raaj Rasulullah SAW ini. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa tidak ada yang mencatat secara detail dan kronologis semua persitiwa-peristiwa tersebut. Para Ulama mencoba merekonstruksi perstiwa-perstiwa yang terjadi selama perjalan Israa’ dan Mi’raaj dari Nabi Muhammad SAW dengan menghubungkan antara ahadits (jamak dari kata hadits) tersebut sesuai dengan kaidah ilmu hadits. 

Begitu juga dengan ahadits mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam perjalanan Israa’ wal Mi’raaj. Mayoritas Ulama berpendapat bahwa peristiwa-peristiwa tersebut terjadi setelah tujuan utama dari perjalanan Israa’ wal Mi’raaj tersebut yaitu ‘beraudiensi’ meneriwa wahyu perintah Shalat wajib lima waktu dalam sehari semalam. Jadi perjalanan Israa’ dari Baitullah ke Baitul Maqdis terjadi dalam waktu yang cepat dan Mi’raaj Nabi SAW ke langit ke-7 kemudian ke Sidratul Muntaha juga terjadi dalam waktu yang singkat. Dengan demikian peristiwa-peristiwa yang tidak mendukung tujuan utama Israa’ wal Mi’raaj serta menyita waktu terjadi setelah tujuan utama terjadi. 

Catatan pinggir bahwa kalau dianalogikan seperti seseorang dipanggil menghadap Raja atau Presiden, tentu dengan bersegera orang tersebut datang langsung secepatnya, tanpa membuang waktu untuk hal-hal yang tidak berhubungan dengan pangillan menghadap penguasa tersebut. Setelah setelah bertemu dengan penguasa tersebut, barulah dia punya waktu atau selera untuk plesir atau melihat-lihat. Itupun tergantung dari hasil pertemuan dengan penguasa tersbut. Kalau pertemuan tersebut adalah untuk promosi atau pemberian hadiah tentu dia masih berselera untuk plesir setelah pertemuaan tersebut, tetapi tidak sebaliknya.

Jadi setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT, Malaikat Jibril AS membawa turun Nabi SAW kembali ke Masjid Aqsa. Dalam perjalanan kembali ke Masjid Aqsa inilah, Nabi Muhammad SAW banyak melihat atau menyaksikan peristiwa-peristiwa yang disebutkan dalam ahadits terutama tentang Surga dan Neraka. Nabi SAW melihat dua sungai yang Zahir (kasat mata) di Surga yaitu sungai Nil dan Furat (فرات). Nabi SAW juga melihat dua sungai yang Bathin (ghaib) di surga yaitu sungai Kautsar (الكوثر) dan As-Salsabil (السلسبيل).

Nabi Ibrahim AS menceritakan kepada Nabi Muhammad SAW tentang keadaan Surga. Nabi Ibrahim AS berkata, “Suruhlah ummatmu memperbanyak tanaman Surga Karena tanahnya baik kawasannya luas.” Rasulullah SAW bertanya, “Apa itu tanaman Surga?” Nabi Ibrahim AS menjawab, “Laa haula walaa quwwata illa billahi.” Di dalam riwayat lain Nabi SAW berkata, “Ucapkanlah olehmu Subhnallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha illallah dan Allahu Akbar. Maka setiap bacaan tersebut akan menumbuhkan satu pohon di Surga bagimu.”

Nabi SAW juga melihat atau menyaksikan orang-orang calon penghuni Neraka diazab. Rasulullah SAW bersabda, “Ketika aku dinaikkan ke lagit (dimi'rajkan), aku melewati suatu kaum yang kuku mereka terbuat dari tembaga, kuku itu mereka gunakan untuk mencakar muka dan dada mereka. Aku lalu bertanya, Wahai Jibril, siapa mereka itu? Jibril AS menjawab, Mereka itu adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan merusak kehormatan mereka.”

Di dalam hadits riwayat lain Nabi SAW juga melihat calon penghuni Neraka diazab. Rasulullah SAW bersabda, “Pada malam aku di-isra`kan aku melewati sekelompok orang yang mulut mereka dipotong dengan gunting dari Neraka.” Sahabat RA bertanya, “Siapakah mereka?” Nabi SAW menjawab, “Mereka adalah para khatib di dunia yang memerintahkan manusia untuk melaksanakan kebajikan sementara mereka melupakan diri mereka sendiri, padahal mereka membaca Al-Kitab, maka apakah mereka tidak berakal.”

Di dalam hadits riwayat lain bahwa Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Malaikat penjaga Neraka. Nabi SAW berkata, “Jibril AS berkata, Wahai Muhammad SAW, ini adalah Malaikat penjaga api Neraka, berilah salam kepadanya! Maka akupun menoleh kepadanya (Malaikat penjaga Neraka), namun Malaikat penjaga Neraka segera mendahauluiku memberi salam.”

Jadi dalam perjalanan turun kembali ke Baitul Maqdis, Nabi Muhammad SAW benar-benar telah melihat banyak sekali ayat-ayat Allah dan keajaiban-keajaiban yang begitu besar seperti yang disebutkan pada ayat ke-18 surat An-Najam. Sesungguhnya Nabi SAW telah melihat pada malam itu sebagian tanda-tanda kekuasaan Azza waJalla yang paling besar, yang paling agung.

Ketika Nabi SAW mencapai Masjidil Aqsa, Beliau SAW melepaskan Buraq dari ikatannya dan menunggang Buraq kembali ke Majidil Haram. Di perjalanan dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram ini Nabi SAW melihat kafilah kaum Quraisy yang pulang berdagang dari Syam. Kafilah tersebut kehilangan salah satu unta milik mereka dan Nabi SAW membantu menemukannya. Nabi SAW merasa haus dan Beliau SAW minum air dari wadah kafilah kaum Quraisy tersebut.

Nabi SAW sampai di Masjidil Haram sebelum waktu subuh dan Nabi SAW ketiduran di Hathim atau Hijir Ismail. Ketika Nabi SAW bangun dan selesai menunaikan Shalat subuh, sesuai dengan sifat manusia, Beliau SAW sangat khawatir. Nabi SAW bertanya-tanya bagaimana caranya menyampaikan kepada Ummat dan kaum musyrikin Quraisy tentang perjalanan malam Israa’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Nabi SAW khawatir mereka akan menolaknya. 

Catatan pinggir bahwa kaum musyrikin Quraisy sering melontarkan tuduhan bathil kepada Rasulullah SAW dengan tujuan agar manusia menjauhi Nabi SAW. Kaum musyrikin Quraisy menuduh Nabi SAW (na’udzubillah) gila; Mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Al Quran kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.  (QS 15:6). Kaum musyrikin Quraisy menuduh Nabi SAW (na’udzubillah) sebagai tukang sihir atau terkena sihir dan berbuat dusta; Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta". (QS 38:4). 

Catatan pinggir lagi bahwa kaum Quraisy Makkah sudah biasa melakukan perjalanan “Li-iilaafi quraisyin” yaitu berdagang ke Syam pada musim panas dan ke Yaman pada musim dingin (QS 106:1-2). Perjalanan kafilah dagang kaum Quraisy ini sudah berjalan turun temurun setiap tahun. Mereka kaum musyrikin Quraisy mengetahui dengan pasti bahwa perjalanan Makkah ke Syam memakan waktu sekitar sebulan perjalanan dengan unta, begitu juga perjalanan Syam ke Makkah memakan waktu yang kurang lebih sama.

Jadi Nabi SAW sangat khawatir sekali atas penolakan kaum musyrikin Quraisy tentang perjalanan semalam Israa’ dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa ini. Lalu beliau duduk menyendiri dengan kesedihan. Pada saat Nabi SAW sedang berfikir bagaimana cara menyampaikannya, kebetulan Abu Jahal lewat dan melihat Nabi SAW dengan mimik yang sangat khawatir. Abu Jahal dengan nada mengejek, “Ada sesuatu yang terjadi?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya.” Abu Jahal bertanya, “Apa itu?” Beliau SAW menjawab, “Aku telah diisra`kan tadi malam.” Abu Jahal bertanya, “Kemana?” Beliau SAW menjawab, “Ke Baitul Maqdis.” Abu Jahal bertanya lagi, “Kemudian pagi ini engkau telah berada di tengah-tengah kami?” Beliau SAW menjawab, “Ya.” 

Abu Jahal tidak memperlihatkan bahwa dirinya sedang mendustakan (menolak) Nabi SAW khawatir Nabi SAW menolak menceritakannya jika Abu Jahal memanggil kaum Quraisy mendengarkan cerita tersebut dari Nabi SAW langsung. Abu Jahal berkata, “Bagaimana menurutmu jika aku memanggil kaummu lalu engkau ceritakan kepada mereka apa yang telah engkau ceritakan kepadaku?” Beliau menjawab, “Baik.” Maka Abu Jahal berseru, “Wahai sekalian Bani Ka’ab bin Lu’ai!” 

Maka kaum Quraisy berdatangan dan berkerumun di sekeliling tempat Nabi SAW dan Abu Jahal berada tersebut. Kemudian Abu Jahal berkata kepada Nabi Muhammad SAW, “Ceritakan kepada kaummu seperti apa yang telah engkau ceritakan kepadaku.” Maka Rasulullah SAW berkata, “Sesungguhnya aku di isra`kan tadi malam.” Mereka bertanya, “Kemana?” Beliau SAW menjawab, “Ke Baitul Maqdis.” Mereka berkata, “Kemudian kamu pagi-pagi sudah berada di tengah-tengah kami?” Beliau SAW menjawab, “Ya.” 

Diantara mereka (kaum musyrikin Quraisy) ada yang bertepuk tangan dan ada juga meletakkan tangannya di kepala karena terkesima sebagai bentuk pendustaan (penolakan) mereka terhadap apa yang diceritakan Rasulullah SAW. Nabi SAW juga mengatakan kepada mereka tentang kafilah kaum Quraisy yang Beliau temui dalam perjalanan. Dimana berdasarkan perhitungan waktu perjalanan, maka kafilah tersebut sudah memasuki Makkah pada waktu itu. Kafilah Quraisy tersebut bersaksi bahwa pernyataan Nabi SAW adalah benar.

Kemudian mereka (kaum Quraisy) berkata kepada Nabi SAW, “Apakah kamu bisa memberikan gambaran kepada kami tentang kondisi Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa)? Karena diantara kaum Quaraisy ada yang telah mengadakan perjalanan ke negri tersebut dan telah melihat Masjidil Aqsa. Rasulullah SAW mulai menjelaskan tentang Masjidil Aqsa dan menjawab beberapa pertanyaan seputar Masjidil Aqsa. Ketika Nabi SAW mulai mendapatkan pertanyaan yang yang Beliau SAW tidak ketahui, Allah menayangkan gambaran Masjidil Aqsa di depan mata Nabi SAW dan Beliau menjawab semua pertanyaan dari kaum musyrikin Quraisy. Sehingga akhirnya mereka berkata, “Demi Allah, penggambaran dia (terhadap Masjidil Aqsa) sangatlah tepat.”

Orang-orang yang masih menyangsikan cerita Nabi SAW tersebut lalu mendatangi Abu Bakar RA dan berkata kepadanya, “Temanmu mengklaim bahwa ia melakukan perjalanan pada malam hari dari Masjidil-Haram ke Masjidil Aqsa pulang pergi.” Abu Bakar RA bertanya kepada mereka, “Apakah benar-benar Nabi SAW yang mengatakan?” Mereka mengatakan, “Ya, memang benar.” Abu Bakar RA berkata, “Maka Nabi SAW telah mengatakan yang sebenarnya (kepada kalian).” Sejak hari itu Abu Bakr RA kemudian dikenal sebagai Ash-Shiddiq (الصديق). Di sisi lain, kaum musyrikin Makkah tetap membantah Nabi SAW meskipun mereka melihat/mendengar banyak bukti dan konfirmasi dari kalangan sendiri.

Demikian kita cukupkan sampaikan disini. Insyaa' Allah minggu depan akan kita lanjutkan kembali episode siirah Rasulullah SAW. Kalau ada yang salah, itu semua berasal dari saya sebagai makhluk yang tidak luput dari salah, tolong dikoreksi semua kesalahan tersebut. Saya memohon ampun kepada Allah Azza waJalla atas semua kesalahan dan kekhilafan dalam tulisan ini. Semua yang benar berasal dan milik Allah yang Maha Mengetahui.

Maha suci Engkau yaa Allah, dan segala puji bagi-Mu. Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah. Saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu yaa Allah.

Semoga bermamfa'at, wallahu a'lamu bish-shawaabi.

Wassalam